Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Antara Mimpi atau Rupiah dalam Lemari: Film Jakarta VS Everybody

5 Juli 2023   09:10 Diperbarui: 9 Juli 2023   14:33 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kota seluas 661,5 Km dengan jumlah populasi sebanyak 10,56 juta jiwa, Jakarta masih terus menjadi primadona pemburu kerja.

Posisinya yang mengemban tugas sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, membuat kota ini menjadi pusat ekonomi dan bisnis. Belum lagi lowongan kerjanya yang variatif, UMR yang tinggi serta mudahnya memperluas jaringan, berhasil menarik minat sejumlah orang untuk datang dan bermigrasi.

Lucunya, databoks.katadata.co.id tahun 2021 merilis sebuah artikel berjudul "Jumlah Lowongan Kerja di Jakarta Lebih Sedikit dari Pelamarnya"

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta lewat artikel tersebut mencatat, jumlah pencari kerja terdaftar sebanyak 15,6 ribu orang sepanjang tahun 2020, sedangkan jumlah lowongan kerja terdaftar hanya 14,6 ribu.

Sepertinya teori "Yang kuat yang bertahan" tak cukup untuk hidup di kota Metropolitan. Perlu juga kemampuan dan keberanian untuk berkomunikasi, ilusi untuk menyelamatkan diri, hingga orang dalam untuk membuat misi terlaksana tanpa tapi.

Poster resmi Jakarta VS Everybody | Foto: Official Jakarta VS Everybody 
Poster resmi Jakarta VS Everybody | Foto: Official Jakarta VS Everybody 

Dom dan tantangan wujudkan mimpi jadi aktor
Namanya Dom, tokoh utama dalam film Jakarta vs Everybody yang diperankan oleh Jefri Nichol, anak muda berusia 23 tahun yang bermimpi untuk menjadi seorang aktor. Perjalanan menuju mimpi itu rupanya bukan hal yang mudah.

Dua menit pertama saja, film ini berhasil menguras emosi. Sebagai penonton, saya seperti ditarik ke masa-masa awal memulai karir. Masa-masa belajar, masa-masa menahan malu ditertawakan karena kesalahan kecil. Ingin pergi, namun masih butuh anak tangga terendah ke jenjang karir yang lebih tinggi.

Dom berbeda. Harga dirinya terluka ketika posisinya sebagai pemeran pembantu membuat hidungnya sakit usai wajahnya dibanting lawan main ke setir mobil dengan tenaga penuh sesuai naskah cerita.

Adegan yang sebetulnya hanya berlangsung beberapa detik itu memicu amarahnya. Menurutnya, harga yang diterima tidak sepadan dengan peran yang dilakoni dan sakit yang dirasakan.

"Tiga ratus ribu doang, Bangsat!" Teriak Dom ke arah crew film yang dipukulnya usai menjalani peran lalu pergi meninggalkan lokasi syuting.

Tak berhenti di sana. Dom juga harus berhadapan dengan seorang Casting Director yang menyalahgunakan jabatan untuk memuaskan hawa nafsunya.

Dom yang ingin ikut casting semula diminta membuka baju saja untuk kebutuhan foto full body, lalu resleting celana, sampai kemudian Casting Director tersebut memintanya untuk menanggalkan seluruh pakaiannya.

Zarra Dwi Monica, M.Psi, menyebutkan di portal kesehatan Indonesia, klikdokter, saat orang menghadapi ancaman atau ketakutan, dalam hal ini karena pelecehan seksual, salah satu respons yang muncul adalah sikap freeze alias membatu.

"Kondisi freeze terjadi karena bagian otak yang merespons rasa takut jadi sangat aktif karena ketakutan yang luar biasa. Makanya, korban pelecehan seksual bisa terlihat diam saja dan bikin orang salah kira (dianggap mau). Padahal, sama sekali tidak!"

Pelecehan seksual bisa terjadi pada siapa saja termasuk pria dan wanita. Hal yang dialami Dom sudah masuk dalam kategori pelecehan seksual. Jika saja Dom fokus mengejar mimpi dan mengabaikan harga diri, cara kotor ini mungkin saja berhasil. Tapi bisa juga tidak.

Sadar atau tidak, scene ini menampar keras dunia kerja di berbagai belahan dunia. Menghalalkan segala cara untuk sebuah jabatan atau uang.

Saya jadi ingat film Laundry Show yang diproduseri oleh Raam Punjabi. Uki (Boy William) harus merelakan ide yang sudah dikerjakan semalaman, dicuri rekan kerja yang pintar pula menjilat atasan, untuk sebuah kesempatan perkembangan karir. Ini hanya sekelumit contoh yang mudah juga kita temukan dalam kehidupan pekerja urban sehari-hari. "Yang pintar menjilat yang naik jabatan" Meski tak semua berlaku demikian.

Lagi-lagi, keberanian, harga diri dan nyali Dom yang tinggi membuatnya meninggalkan lokasi casting. Kembali menyusuri jalanan Jakarta dengan luka, kecewa dan keterbatasan finansial di hidupnya.

Keberaniannya dalam berkomunikasi juga patut diacungi jempol. Komunikasi yang dimaksud termasuk pula respon yang tepat dari kondisi yang dirasakan Dom untuk menjaga harga dirinya. Nyatanya, tak semua orang mampu menolak sesuatu yang membuatnya berada di posisi tak nyaman dan tak aman.

Dan di sanalah Dom, si anak Jakarta yang kalah saing dengan warga imigran meraih satu posisi di layar kamera inti.

Bakat tak cuma untuk mimpi, tapi juga kemampuan menghidupi diri

"Sapa suruh datang Jakarta,
Sapa suruh datang Jakarta
Sandiri suka, sandiri rasa,
Eh doe sayang"

Lirik lagu milik Kembar Group ini mungkin bisa mewakili gambaran kehidupan Jakarta yang keras. Anehnya, meski begitu, masih saja orang berbondong-bondong datang ke kota Batavia ini. Berburu peruntungan.

Bayangkan saja, untuk menolong mendorong mobil saja, Dom harus blakblakan minta bayaran. Sudah dikasih Rp5.000 pun, ia tak berkenan menerimanya. Angka yang terlalu kecil baginya. Betapa kerasnya hidup di Jakarta.

Tidak bisa disalahkan juga, segala upaya yang membutuhkan tenaga dan otak di kota ini, dihitung dalam Rupiah.

Bersaing dengan populasi padat bukan hal yang mudah, namun, dengan mengetahui kemampuan dirinya, Dom bisa bertahan hidup bahkan berhasil menimbun gulungan kertas merah Rupiah dalam lemari rewot milik kost-kostannya.

"Tapi Tuhan memberi bakat dan kemampuan kepada setiap manusia. Bagaimana setelahnya, adalah urusan manusia itu sendiri."

Sayang, langkah yang dipilihnya bukan jalan lurus yang menenangkan. Sama seperti manusia pada umumnya, perut lebih utama dibanding mimpi yang ingin dicapai.

Entah berkat entah sial, namun mobil butut di depan sebuah minimarket itulah yang mengubah kehidupan Dom.

Pemiliknya adalah Pinkan (Wulan Guritno) dan Radit (Ganindra Bimo). Dua orang bandar narkoba yang membagi-bagikannya dalam porsi kecil untuk dikirimkan kepada pembeli.

Bagian ini juga sangat menarik. Ketika satu per satu kurir narkoba lain mulai tertangkap, Dom malah melejit bak belut licin yang sulit ditemukan.

Memanfaatkan kemampuan actingnya, ia bekerja sebagai kurir narkoba yang tak tersentuh berkat ilusi yang diciptakannya untuk membuat target tak tahu jati dirinya yang sebenarnya.

Penggambaran bahwa transaksi terlarang bisa terjadi dimana saja termasuk lokasi yang tak diduga-duga. Dalam film ini, Commuter line misalnya. Semua orang bisa jadi pelaku yang dikorbankan oleh pelaku sebenarnya meski kita tidak tahu apa-apa.

Sebuah pesan untuk tetap berhati-hati dan waspada kapanpun, dimanapun, dan untuk siapapun.

Barbarnya ibu kota dalam frame Jakarta VS Everybody
Dibungkus dengan sinematografi sederhana, latar tempat yang tak kalah sederhana, urutan waktu yang mudah diikuti, film Jakarta VS Everybody garapan Pratama Pradana Picture ini menelanjangi barbarnya kehidupan di balik glamornya Jakarta dengan sangat memikat.

Kost-kostan bertingkat yang kumuh, kehidupan pekerja Jabodetabek yang mengandalkan transportasi umum communter line, setting, aktor, kostum, lightning disajikan sederhana seperti melihat gambaran umum kehidupan warga ini sehari-hari.

Transportasi umum yang terlihat hanya membawa penumpang nyatanya bisa jadi tempat transaksi obat terlarang. Seks bebas di kalangan anak muda yang terjadi sebelum memasuki dunia pernikahan, bahkan perselingkuhan di antara pasangan yang telah menikah kian santer ditemukan.

Tanggal 19 Juli 2019, liputan6.com merilis sebuah berita yang berjudul Riset: 33 persen Remaja Indonesia Lakukan Hubungan Seks Penetrasi Sebelum Menikah. Berita ini menyebutkan bahwa hubungan sex penetrasi dilakukan para remaja tanpa menggunakan kondom.

Seperti kata dr. Helena Rahayu Wonoadi, Direktur CSR Reckitt Benckiser Indonesia "Ini mencengangkan. Jadi kalau mengatakan bahwa edukasi seksual itu masih tabu, saya kira ini perlu menjadi suatu data yang perlu dipertimbangkan."

Bila ditanggapi dengan bijaksana, adegan ini mestinya menyampaikan pesan bahwa seks edukasi bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan.

Bukan agar anak mengerti bagaimana melakukan, namun seks edukasi dilakukan bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu anak, mencegah anak melakukan aktivitas seksual yang tidak benar, agar anak tidak terkejut saat memasuki usia pubertas, menyadarkan anak tentang menjaga organ reproduksi, serta mencegah kehamilan usia dini.

Dom dan misi mengejar mimpi

Foto: Official Jakarta VS Everybody 
Foto: Official Jakarta VS Everybody 


Menjadi kurir narkoba memang berhasil memberi Dom sejumlah Rupiah yang ia kumpulkan dalam sebuah kotak plastik di lemari fasilitas kost-kostannya. Namun ia masih mencintai mimpinya. Ia masih berambisi dengan mimpinya.

Film ini lagi-lagi menyadarkan kita sebuah fakta, bahwa sejahat apapun tampilan seseorang, ia selalu memiliki sisi baik yang ia simpan dalam hatinya.

Dom pun demikian. Setelah pertemuannya dengan Khansa yang diperankan oleh Dea Panendra, pelan-pelan hati Dom tergerak. Ia kembali mengingat misinya dan menangisi pekerjaan yang kini dilakoninya.

Ada yang menarik dari salah satu poster resmi internasional dari film Jakarta VS Everybody yang dirilis.

Dalam poster ini, sebetulnya Dom sedang berada di atas tempat tidur kecilnya di dalam kost. Namun angle pengambilan visual menyiratkan seperti Dom sedang berada dalam sebuah penjara.

Bila ditelaah lebih dalam, kehidupan Dom memang demikian. Terpenjara pekerjaan sementara, hingga membiarkan mimpinya tertunda.

Sebuah pemilihan foto yang memikat sekaligus menyentuh penonton yang kehidupannya pun demikian.

Masuk dalam berbagai nominasi
Diperankan oleh sejumlah aktor dan aktris papan atas Indonesia, film ini tak hanya menyampaikan pesan lewat narasi namun juga berhasil menghibur dengan visualnya yang sederhana.

Tak heran bila film bergendre drama ini mendapatkan berbagai penghargaan dan nominasi seperti dari Festival Film Tempo tahun 2020, Dea Panendra berhasil memenangkan nominasi kategori Aktris Pendukung Pilihan Tempo.

Masuk pula beberapa nominasi dalam penghargaan Festival Film Indonesia kategori Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik dan Penyunting Gambar Terbaik.

Yang terakhir, film ini juga masuk nominasi kategori aktor utama terbaik, aktor pendukung terbaik, dan penata editing terpuji film bioskop dari Festival Film Wartawan Indonesia 2022 dan Festival Film Bandung 2022.

Film ini juga berhasil menduduki Top 10 Movies in Indonesia Today di Netflix selama 2 minggu berturut-turut dan masih berada di posisi tersebut hingga artikel ini dituliskan.

Film karya Ertanto Robby Soediskam ini juga berhasil masuk Festival Film Black Nights Tallinn ke-24 yang ditayangkan tanggal 26 Noveber 2020 di Estonia.

Kritik film ini diikutkan dalam lomba Sayembara Menulis Kritik Film DKJ 2023 dan belum berhasil menang. Saya unggah di Kompasiana tercinta untuk menjadi kenangan.

Referensi pendukung tulisan: 1 2 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun