Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dampak "KKN di Desa Penari" terhadap Pariwisata Seandainya Saja Lebih Terbuka

9 Mei 2022   18:41 Diperbarui: 9 Mei 2022   18:46 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WARNING: MENGANDUNG SPOILER!

Pernah viral di tahun 2019 lewat salah satu akun yang secara konsisten berkisah tentang cerita-cerita horor, dunia maya, secara khusus Twitter dikenalkan dengan cerita sekelompok mahasiswa dan mahasiswi dari salah satu perguruan tinggi yang datang ke suatu desa untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Thread Twitter tersebut katanya berdasar kisah nyata, tapi mulai terjadi pro kontra ketika pelan-pelan novelnya malah muncul di pasaran. Penikmat cerita mulai bergeser dari paham kisah nyata menjadi S3 Marketing agar novelnya bisa lebih diterima. Pelan-pelan simpang siur pula cerita ini akan muncul versi filmnya.

Dan betul saja, meski sempat mengendap, akhirnya tanggal 30 April lalu, kita bertemu dengan mereka di layar bioskop. Hingga Minggu siang, produser MD Pictures menyebut KKN Di Desa Penari sudah mencapai 2,6 juta penonton.

Kabar baik lainnya, yang sudah menyaksikan film ini tentu sepakat bahwa Manoj Punjabi dan kawan-kawan berhasil menghadirkan KKN Di Desa Penari dalam cinematography yang memukau, pun pesan yang disampaikan kuat sekali. Sayang, horor yang mencekam dalam cerita, kurang dieksekusi dengan sempurna. Lagi-lagi kita harus terima rasa kecewa bahwa "menonton" buku jauh lebih seru daripada filmnya.

Bergeser dari film secara keseluruhan, mari bergeser pada latar tempat yang hingga kini masih ditutupi dengan rapi. Banyak penonton jadi FBI dadakan, mencari berbagai literatur untuk mendukung tebak-tebakan terkait tempat yang tak disebutkan dalam cerita KKN Di Desa Penari.

Sejak dalam kandungan (di Twitter) hingga dilahirkan (jadi film), nama tempat tersebut memang tak pernah disebutkan. Termasuk nama tokoh. Konon dilakukan untuk menghormati kedua almarhum yang meninggal di lokasi KKN.

Kurasa, sebagai penonton, sudah sepatutnya juga turut menghormati keputusan tersebut. Itulah kenapa bahkan sejak di judul pun aku mengajak untuk berandai-andai. Seandainya latar tempat dibuka dan penonton tak dibiarkan menerka-nerka, apa yang film ini bisa bawa untuk desa tersebut dari sisi Pariwisatanya? 

Kunjungan wisatawan
Masih ingat dengan film 5 Cm? Film ini berhasil membawa pengaruh yang kuat menarik sejumlah wisatawan untuk mendaki ke puncak Mahameru. Pendaki melonjak dratis setelah tayangan film itu meski sampah di Ranu Kumbolo sempat mencapai 6 ton pada 2013 silam.

Tak bisa dipungkiri, dampak promosi yang dihadirkan dalam sebuah film memang tak main-main. Oh ada lagi, Crash Landing on You, yang jorjoran pamerin cantiknya Swiss. Berbagai media ikutan angkat cantiknya tempat tersebut. 

Sama halnya dengan film KKN Di Desa Penari. Satu-satunya latar tempat yang bisa kita bahas hanya sebuah desa yang masih sangat asri, jauh dari modernisasi bahkan listrik tak bisa didapat di desa ini.

Sejumlah lokasi terlihat cukup sempurna untuk dikunjungi seperti desa itu sendiri, gunung yang mungkin jadi target lain dari para pendaki, hingga sungai bebatuan lepas tapak tilas yang konon jadi perbatasan dunia desa dan mereka yang tak kasat mata.

Pun, bila tempat tersebut sejatinya memang sehoror yang diceritakan, ohh sejak tahun lalu, Menparekraf sudah bidik potensi wisata mistis yang dinilai bisa jadi daya tarik pariwisata di Indonesia.

Pengenalan tarian
Lukis Badarawuhi (Penari) yang diperankan Aulia Sarah masih terus terbayang-bayang bahkan hingga sekarang. Pesonanya dalam balut kain Jawa terkait berwarna hijau berhasil mengangkat sosok Dawuh yang anggun, cantik, mempesona sekaligus misterius lewat tatapan dan tariannya yang tiada henti.

Sebetulnya tokoh tersebut dideskripsikan dalam rupa cantik, entah kenapa saat menatap dalam-dalam rasanya kok yo beliau ini makin lama makin menakutkan. Menurutku, sosok Dawuh berperan penting menghadirkan unsur seram dalam film ini hanya lewat tatapannya dan senyumannya.

Dilanjut pula Ayu yang diperankan oleh Aghniny Haque, sang mahasiswi nakal saat pelaksanaan KKN tersebut. Tariannya saat menjadi Dawuh tak kalah bagus dari Badarawuhi.

Tarian ini, bila wisatawan dengan bantuan, panduan dan pantauan petugas setempat diperkenankan mencoba sendiri, mungkin sensasinya akan jauh lebih seru. Promosinyapun bisa lebih jauh. Ya asal jangan jadi Dawuh yang ngiterin seisi hutan aja, repot juga.

Pembangunan daerah yang lebih baik

Seandainya - lagi - wisatawan diizinkan datang ke desa ini, meski sekedar mencoba tariannya yang menawan, atau sekedar main ke sungai berbatu lepas Tapak Tilas, mungkin akan lebih banyak warga yang merasakan pertumbuhan ekonomi baik untuk diri sendiri, keluarga hingga seluruh desa.

Namun, kembali lagi. Kita hanya berandai-andai, karena sejak kehadiran cerita inipun, latar tempat ditutup rapat-rapat. Yang lain, biar hanya menebak-nebak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun