Sebelum memulai proses pengolahan, warga telah terlebih dahulu membakar ayam agar proses masak memasak lebih cepat. Mengingat kedatangan kami saja saat itu sudah mendekati waktu makan siang waktu setempat.
Bahan-bahan lainnya diulek atau ditumbuk hingga halus.
Di desa ini, cooking class yang berlangsung sama sekali tidak menggunakan mesin penghancur, semua serba manual. Sensasi makan cabai yang diulek dengan yang diblender memang berbeda
Bentuk-bentuk sembarang cabai hasil ulekan memang selalu berhasil bikin tampilan akhir makanan lebih cantik. Sedang bila diblender, tampilan ini akan sulit kita temukan karena kulit cabai tercacah sempurna.
Tau ngga sih, cabainya, buanyakkk banget! Aku sampai-sampai harus bertanya berulang kali apakah seluruh cabai harus dimasukkan? Khawatir tamu pada kepedesan. Hahaha.
Ternyata, salah satu kekhasan makanan dari Lombok adalah rasanya yang sangat pedas. Woilahhh. Pantes cabenya banyak banget.
Ibu itu bilang, sampai ada sepenggal kalimat yang mengatakan "orang Lombok lebih berkeringat saat makan, daripada saat bekerja". Ini disebutkan untuk menggambarkan betapa makanan dari sana selalu identik dengan pedas.
Sementara aku menumbuk bahan, ibu lainnya memotong ayam menjadi ukuran yang lebih kecil.
Bahan yang telah ditumbuk kemudian digoreng di dalam minyak kelapa hingga aroma wangi khas bumbu, keluar sempurna.
Selanjutnya, ayam yang telah dipotong dimasukkan ke dalam bumbu, lalu diaduk hingga merata.
Santan menjadi bahan terakhir yang dimasukkan ke dalam wajan. Kemudian seluruh bahan kembali diaduk agar seluruh potongan ayam terkena santan, lalu ditutup. Menunggu hingga santan tersisa hanya sedikit saja.