Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Etika Berjalan yang Kerap Diabaikan

19 Maret 2019   07:06 Diperbarui: 19 Maret 2019   12:39 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cara penggunaan escalator yang tepat | Foto: inmarathi.com/

Banyak kasus pejalan kaki ribut dengan pengendara karena mereka merasa hak mereka - jalan mereka - direbut secara paksa oleh pengendara. Bahkan tak jarang, hak itu diabaikan saat pejalan kaki sedang menggunakan sisi jalanan yang lebih dikenal dengan sebutan trotoar.

Tapi, tahu tidak sih, pejalan kaki itu sendiri disadari atau tidak sering pula melakukan hal yang sama? Merebut hak sesama pejalan kaki. Tidak percaya? Mari kita lihat, apakah diri kita termasuk dalam kategori tersebut.

Sebenarnya sama halnya dengan jalan tol. Sebelah kiri untuk pengemudi dengan kecepatan normal, sedang di bahu kanan jalan, pengemudi yang sedang terburu-buru dipersilahkan untuk melewatinya. Dengan demikian, jalanan tetap lancar tanpa hambatan. Masing-masing pengemudi berkendara dijalurnya.

Bagaimana dengan pejalan kaki?

Pernah tidak saat berada di tempat-tempat umum yang kebetulan adalah tempat sibuk, kamu dipertemukan dengan orang menyebalkan seperti ini?

1. Berjalan tenang di eskalator
Kalau di Singapore, di beberapa tempat-tempat umum yang memiliki mobilitas tinggi, kita akan menemukan tulisan yang menganjurkan agar mereka yang sedang tidak terburu-buru, berdiri di sisi kiri eskalator sehingga pengguna yang sedang terburu-buru bisa menggunakan sisi kanan eskalator untuk mempercepat langkahnya.

Di Indonesia bisa diterapkan tidak ya?

Sering sekali terutama di stasiun, pengguna stasiun yang sedang terburu-buru harus bersabar menunggu eskalator tiba di atas karena pengguna eskalator yang tepat di atasnya sama sekali tidak peduli dengan calon penumpang yang ada di belakang mereka. Malah kadang sibuk ngobrol seseruan berdua menutup akses eskalator. Begitu tiba di atas, orang tersebut sudah ketinggalan kereta.

Yah, gitu deh. Harus banyak-banyak sabar mah. Kalau diterobos, kemungkinan yang terjadi ada 2, berantem atau jatuh bareng-bareng. Daripada bahaya, boleh deh ya, ngalah saja nunggu kereta berikutnya.

2. Bergandeng tangan atau mengobrol santai di jalanan dua arah yang sempit
Di Stasiun Cikini, dari arah Kimia Farma, itu jalanan terbilang sempit karena dua arah. Lebarnya hanya muat untuk maksimal 2 orang saja. Di sini banyak juga orang yang ngga tahu tempat dan ngga tahu waktu. Ngobrol berdua gitu yaa, serasa jalanan milik berdua. 

Tunggu dulu, ada orang dari arah yang berlawanan baru deh tuh, ngambil posisi semestinya. Terkadang ada juga yang masih ngga mau ngalah dan hanya memiringkan badan saja demi melanjutkan pembicaraan.

Ada juga yang walaupun sudah lihat dari arah berlawanan ada pejalan kaki lain, masih saja sempet-sempetin ngobrol satu dua kalimat. Ngga jarang banget nih terjadi adegan tubruk menubruk di sini. Kalau sudah begitu nah, yang ditubruk melototin seolah-olah dia yang disakiti. Ih!

3. Memainkan handphone di jalanan sempit
Teknologi memang membuat segala hal menjadi serba mudah. Sayang, banyak orang tidak bisa memilih dimana tempat yang tepat untuk mengoperasikannya.

Menggunakan handphone saat berjalan tentu membuat fokus terbagi. Fokus untuk memperhatikan layar handphone dan menyelesaikan yang tengah dikerjakan di sana, sekaligus fokus memperhatikan jalanan. Fokus yang terbagi membuat pengguna melamban. Menjaga keseimbangan dari dua pekerjaan yang sedang dilakukan di saat yang bersamaan. 

Saat ada pengguna jalan dari arah yang berlawanan, mau ngga mau kita yang ada di posisi belakangnya harus nunggu nih mereka selesaikan dulu urusan handphone-ya baru bisa berjalan normal kembali. Kalau ngga, sabar menunggu jalanan di sisi berlawanan kosong, agar bisa mendahului.

4. Menggunakan jalanan yang dikhususkan untuk penyandang disabilitas
Indonesia belum bisa dikatakan tempat yang nyaman untuk penyandang difabel, namun tidak bisa juga dikatakan buruk. Ada beberapa tempat umum yang telah menyediakan jalan khusus untuk mereka, terutama kelompok tunadaksa. 

Lagi-lagi kita bicarakan area stasiun. Jalanan miring di sebelah tangga turun naik untuk keluar masuk peron, itu sebetulnya dapat mereka gunakan, sayang, saat penumpang membludak mengantri untuk keluar masuk peron, hak dan tanggung jawab diabaikan. Yang penting bisa masuk peron dulu deh yang cepet.

Bagi tunadaksa yang kebetulan ada di antaranya hanya bisa menunggu sampai peron reda agar bisa lewat melalui jalanan tersebut. Kalau mau menerobos bersamaan mungkin sama saja dengan membahayakan diri sendiri.

5. Naik tangga di sisi turun dan sebaliknya.
Nah ini juga. Di setiap tangga 2 arah, itu ada simbol panah ke atas untuk mereka yang akan menggunakan tangga menuju ke atas. Dan simbol bulat dengan garis horizontal berwarna merah untuk mereka yang akan turun. Ini ditujukan agar penggunaan tangga lebih rapi dan pengguna tidak saling bertubrukan. 

Namun banyak juga yang abai. Memang sih, simbol ini hanya jelas terlihat saat kita akan menaiki tangga karena simbol tersebut dipasang di masing-masing anak tangga yang bagi pengguna pertama kali yang akan turun itu tidak akan terlihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun