Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dilan dan Kembalinya Kenangan di Masa SMA

24 Februari 2019   23:19 Diperbarui: 25 Februari 2019   10:18 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhubung karena rasa hormatku saat itu pada Beliau telah pudar, semua yang terjadi saat itu seperti sandiwara Overa Van Java yang digawangi Sule dkk. Lelucon yang bikin perut melilit. Ketika orang lain bengong dan bingung, aku dan teman satu bangku justeru menertawakan hal ini sebelum pelajaran dimulai yang artinya aku harus kembali bersiap jadi santapannya kembali. Percayalah, bahkan membuat tulisan inipun, aku masih terkekeh mengingat masa-masa itu.

Hukuman yang kuterima setiap mata pelajarannya seperti sebuah teror yang tak kunjung selesai. Sulit untuk ditaklukkan karena bagaimanapun jika aku memutuskan untuk melawan, Beliau bisa dengan mudah mengobrak abrik nilai yang mata pelajaran lain yang telah kuperjuangkan dan kapan saja aku bisa berstatus "tinggal kelas".

Sampai akhirnya sebuah prestasiku di organisasi Tae Kwon Do membuatnya berhenti terus menerus menjadikanku tahanan di kelas. Dan aku sungguh tak peduli apapun alasannya. Bisa saja hal tersebut bagian dari penghargaan, bisa saja Beliau sudah diambang kemuakan sebagaimana aku menghadapinya, bisa saja karena dia memberiku kesempatan untuk berkembang dengan cara yang lain, bisa saja karena takut dihadang sama sekumpulan anak remaja tanggung yang kadang tak sungkan untuk melakukan apapun demi membela temannya. Semua bisa saja terjadi.

Bagaimana tentang romantisme di masa remaja?

Lupakan itu! Aku jauh lebih tertarik dengan kenangan buruk dari wali kelasku sendiri dan upayaku untuk berdiri di depannya yang terus menerus berupaya menjatuhkanku dan harga diriku di hadapan teman-teman dulu. Kalau diingat-ingat, ternyata dulu aku bisa dikatakan gigih untuk membuktikan diri tak menyukai Beliau dan menyukai bidang-bidang lainnya termasuk organisasiku.

Aku merasa lucu dengan semua perlawanan yang kusiapkan namun tak pernah bisa kuselesaikan. Dulu kata orangtuaku, tidak apa-apa benci, tapi harus tetap hormat. Dan aku menerapkannya dengan baik meski sesekali kubuat juga Beliau marah dengan menyembunyikan alat tulis di papan tulis saat jam pelajarannya.  

Kisah Klasik; Perspektif berbeda dulu dan sekarang

Jika dulu Pidi Baiq tak pernah berkisah tentang Dilan dan Milea melalui 3 seri novelnya, Dilan dan Milea asli tidak akan pernah menyangka bahwa seluruh romantisme remajanya disukai penduduk Indonesia. Mungkin saja kisah itu dulu hanya sebatas kenangan pahit untuk dilalui, namun tak cukup manis untuk dikenang?

Film ini seperti membangunkan semua orang yang telah melewati masa remajanya, bahwa kisah yang dulu dianggap begitu menyakitkan mungkin manis bagi orang lain. Atau mungkin begitu menginspirasi bagi orang lain. Atau justeru indah untuk dikenang hari ini? Seperti lagu yang dibawakan oleh Sheila on 7, Bersenang-senanglah, karena hari ini akan kita rindukan dan jadi kisah klasik di masa depan. Begitupun dengan kenangan masing-masing orang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun