Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Abang Ojol dan Drama yang Kerap Terjadi pada Penumpang

4 Mei 2018   07:52 Diperbarui: 5 Mei 2018   03:09 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padatnya jalanan di Jabodetabek ini tidak bisa dipungkiri memang bikin keder. Skill mengendara yang sudah terpendam bertahun-tahun, runtuh seketika melihat bagaimana cara pengendara, terutama roda dua, menghantam jalanan. Engga lampu merah, engga zebra cross, trotoar pun disikat. Ada celah sedikit? Libas! Untuk seorang perempuan pendatang di Jakarta ini, saya pikir mengendarai motor sendiri bukan hal yang tepat untuk dilakukan.

Bahagia sekali begitu tahu ada ojek online. Kemana mana, mudah. Kemana mana engga perlu khawatir, kapanpun berangkat dan pulang, bisa.

Dapat dikatakan, kehadiran ojek online ditengah kepadatan Jakarta seperti setitik air bagi mereka yang tiap kali bepergian hanya mengandalkan transportasi umum tapi tempat yang dituju tidak benar-benar dapat ditempuh dengan transportasi umum tersebut. Paling tidak, ada tambahan naik kendaraan lain lagi untuk bisa tiba di lokasi tersebut. Dan inilah dia. Fungsi utama ojek online.  

Sayang, di balik kebaikan yang muncul dari lahirnya abang ojol, ada banyak drama yang kerap terjadi antara pengemudi dan penumpang. Dan berikut adalah beberapa drama yang kerap saya rasakan dari beberapa ojol selama menggunakan jasa ojek online,

1. Ogah Angkut, Ogah Cancel

Dari beberapa abang ojol yang saya ajak bicara saat di perjalanan, saya mengetahui bahwa orderan yang masuk pada mereka bukan atas pilihan mereka, namun diberikan langsung oleh server. Kecuali jika abang ojol tersebut mendapatkan penumpang lewat aplikasi "Now" di mana penumpang meminta di tempat secara tatap muka kepada sang pengemudi untuk menjadi driver perjalannya.

Ada kalanya orderan yang masuk ke mereka dianggap terlalu jauh dari posisi, meskipun jika dilihat dari maps yang tertera pada aplikasi penumpang, estimasi perjalanan hanya membutuhkan waktu 6 menit saja.

Mereka tidak akan mau angkut jarak yang menurut mereka "jauh" itu (Huuu, gimana kalau ngerasain LDR antar benua lu pada?). Biasanya kalau sudah begini, saya sebagai penumpang dan mereka sebagai ojol ngotot-ngototan engga mau cancel. Hhahaha.

Ya 2 2 nya memiliki konsekuensi sendiri jika cancel orderan.

Saya tidak tahu jika cancel 3x maka di hari yang sama, tidak bisa order lagi. Dan seminggu ke depan, saat melakukan pemesanan perjalanan, pesanan kita akan diterima sangat lama oleh server karena dianggap "penumpang halu" yang sering cancel-cancel perjalanan. Pernah suatu pagi, dengan alasan yang sama dari pengemudi, saya 3x cancel perjalanan karena saat itu belum tahu konsekuensinya. Dan akhirnya seharian tidak bisa pesen ojolnya sementara perjalanan rumah-kantor, kantor-rumah, butuh 4 kali menggunakan aplikasi tersebut karena posisi rumah dan kantor yang sulit dijangkau langsung oleh kendaraan umum.

Sementara dari pengemudi, jika mereka cancel perjalanan, menurut mereka point yang mereka dapat seharian akan hangus (CMIIW).

Yang jadi pertanyaan, kenapa mereka engga mau angkut? Toh saya sebagai penumpang bayar juga.

2. Abang Ojol yang Suka Amnesia Soal Hitung-hitungan

Nah masalah kembalian ini krusial ini. Urusan Rp 2.000 yang sering disepelekan dan kerap sekali mereka pura-pura tidak tahu dengan kembalian itu. Wajar sih, mungkin dalam benaknya "Rp 2.000 doang" yang jadi masalah adalah kalau penumpang seperti saya yang setiap hari naik 4 kali ojek online. 20 kali seminggu x 2.000 = 40.000. Jika kali sebulan? Bangkrut aing, Bang!

Pernah Mas Rizky membuat pertanyaan dalam instastorynya terkait dengan penggunaan jasa aplikasi ojek online ini. Pertanyaannya kira-kira "Apa yang akan diberikan terlebih dahulu kepada abang ojol antara uang atau helm?"

Tergantung. Jika uang yang akan dibayarkan ada kembalian, serahkan uang terlebih dahulu agar pengemudi memiliki waktu untuk menyiapkan kembalian sementara kita bisa melepas helm. Karena jika kita serahkan helm terlebih dahulu kemudian uang, biasanya kita langsung ditinggal dan kembalian harus diikhlaskan untuk mereka. Hahahaha. Jika uang pas, biasanya saya serahkan ya basing-basing, helm duluan boleh. Uang duluan boleh.

Menurut saya, alasan para pengemudi tidak memberikan kembalian adalah:

  • Anggapan bahwa Rp 2.000 tidak akan memiskinkan pengguna jasa ojol,
  • Malas mengeluarkan dompet. Katanya ribet!
  • Tidak ada kembalian.

Well, kalau tidak ada kembalian biasanya memang saya selalu anggap itu rejeki si abangnya. Justru kalau mereka pura-pura bodo amat dengan kembalian saya malah saya pantengin saya tungguin. Helm ga saya kasih-kasih. Hahha. Jahat ya? Engga sih menurut saya! Karena saya sebagai penumpang tidak merugikan pengemudi dari segi apapun.

"Kok engga bayar dengan non tunai saja?"

Kapok! Pernah isi, tiap kali order, saya belum di pick up, tau-tau di aplikasi saya dinyatakan sudah tiba ditujuan dan saldo dipotong. Mau refund ke ojolnya makan waktu seminggu baru turun. Engga mau lagi!

3. Mengemudi Kebut-kebutan

Ini juga satu. Mengemudi kebut-kebutan. Sudah ditegor, masih saja dikebutin. Entah dia tidak menghargai konsumen, atau memang ada yang sedang urgent yang dikejar, engga tau deh. Yang jelas mengemudi kebut-kebutan di jalanan itu sangat merugikan konsumen. Karena kalau terjadi kecelakaan, bukan mereka yang pusing untuk biaya ini itu.

Dan anehnya, begitu tiba di lokasi, masih dengan kalimat penutup yang tak terlupakan itu "Jangan lupa bintang 5 nya ya, Ka." Ogah!

4. Tidak Tahu Jalan, Malas Cek Maps

Tidak ada yang tidak bisa dilakukan dengan bantuan teknologi di zaman sekarang. Apalagi untuk urusan mencari alamat. Ada google maps, waze, dan ragam aplikasi lain yang mempermudah seseorang tiba di tujuan tanpa harus tanya sana tanya sini di jalanan.

Artinya, kalau tidak tahu jalan, ya harusnya terbantu kan ya dengan aplikasi tersebut. Tak jarang para abang-abang tercinta ini nanyaa mulu dan engga mau lihat maps. Kalau penumpang tahu jalan sih ya masih bagus, bisa diarahkan. Lalu kalau sama-sama tidak tahu jalan bagaimana?

Ya gitu deh kurang lebih beberapa drama yang kerap saya rasakan setiap kali menjadi penumpang ojek online. Meski demikian, mereka ini tetaplah menjadi pilihan dalam setiap perjalanan. Sayang, tak semua memiliki komitmen yang kuat untuk menjadi ojol idaman semua konsumen.

Salam ojol!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun