Dalam novelnya -- Re; - Kang Maman Suherman berkisah tentang kehidupan malam yang dilakoni para gadis yang ditargetkannya. Tulisan tentang Re; sendiri awalnya "lahir" sebagai skripsi, namun untuk bisa "menelurkannya" ke publik, tulisan ini dirotasi sehingga terbit sebagai sebuah karya fiksi based on true story. Sebuah keputusan yang menurut Beliau susah untuk diterima. (Fakta ini saya peroleh dari penuturan Beliau saat menjadi narasumber di Fiksiana Gathering 2016 lalu).
Mengulik kehidupan "perempuan malam" memang susah-susah gampang. Adanya anggapan "Itu pilihan hidup mereka kok", "Orang tuanya aja engga ngurusin", atau mungkin "Engga enak bahasnya" hingga akhirnya publik memutuskan untuk diam meski mengetahui dengan jelas ketika berhadapan dengan seorang wanita malam. Sialnya lagi, ada saja yang blak blakan meneriaki dan menjatuhkan harga dirinya tanpa peduli bagaimana perasaan perempuan-perempuan tersebut.
Saya sendiri belum pernah melihat langsung rupa dari seorang perempuan seperti ini. Atau mungkin pernah berpapasan namun tidak menyadari. Orang-orang bilang, gaya mereka beda kok, dari segi pakaian juga jauh lebih "terbuka". Apakah dengan statment seperti ini setiap perempuan di jalanan yang menggunakan pakaian terbuka adalah "perempuan malam"? Apakah itu berarti mereka yang tertutup dari atas hingga bawah murni jauh dari kehidupan yang seperti ini? Menurut saya tidak. Pakaian bukanlah tolak ukur yang tepat jika ingin membahas mengenai kesucian seseorang.
Tetua bilang "Seorang malaikat dapat saja bersembunyi dalam rupa terburuk. Dan sosok iblis pada umumnya berada dalam wajah yang rupawan."
Saya tak akan membahas jauh tentang cara menilai seseorang. Pembaca tentu memiliki pola pikir dan cara tersendiri untuk menganalisa bagaimana seseorang itu disebut buruk bagaimana mereka disebut baik.
Tolak ukurnya pun berbeda-beda. Terkadang seseorang akan mendapatkan predikat jahat jika tidak memberikan sepeserpun uang kepada seseorang yang meminjam sekian Rupiah padanya. Namun di balik penolakan itu, terdapat sebuah fakta bahwa si peminjam bukanlah pribadi baik dan tahu diri untuk mengembalikan uang yang dipinjamnya. Betulkah dia jahat? Tidak! Atau... Seorang siswa yang memberikan contekan pada siswa lainnya mendapatkan sebutan baik, betulkan dia baik? Nilai baik dan buruk untuk masing-masing individu selalu berbeda.
Kembali pada urusan perempuan malam. PSK, dan pemandu karaoke biasanya adalah profesi (jika ini dapat dikatakan sebagai profesi) yang kerap lalu lalang mengisi sebutan ini.
Gambaran Kehidupan Pemandu Karaoke Dalam Film Premika
Hadir sebagai film bergenre horor komedi dari negeri Gajah Putih, film Premika mempertontonkan kehidupan pemandu karaoke yang jauh dari kata bahagia.
Disuguhkan dengan alur bolak-balik, kisah bermula dengan teror sesosok hantu di sebuah hotel. Ancaman darinya "Nyanyi atau mati!"
Tak banyak yang lolos dari terornya sekalipun korban memiliki suara yang bagus dan bernyanyi dengan sangat baik.
Film flashback ke sebuah kisah yang menjadi asal muasal teror tersebut. Sebuah kengerian dialami sang hantu. Tubuhnya dicincang dan dibuang begitu saja. Pihak kepolisian juga seolah tak ambil pusing dengan kasus yang menimpa dirinya, kecuali satu orang polisi yang gigih dan bersikeras ingin menguak rahasia kematian mayat tak dikenal tersebut.
Premika, hantu perempuan yang diperankan oleh Gena Desouza tidak bisa tenang di alamnya, dendam bercokol di hatinya manakala sang pembunuh masih saja bebas berkeliaran. Berawal dari menjadi seorang gadis desa yang cantik dan memiliki suara yang bagus, Premika mengiklhaskan dirinya dibawa oleh seseorang yang memberikan pinjaman pada orang tuanya namun tak bisa dilunasi.
Premika yang memiliki wajah yang rupawan menjadi incaran pelanggan karaoke. Tak hanya ingin ditemani bernyanyi, pelanggan tersebut meminta lebih jauh sementara Premika sendiri terus menolak untuk melakukan hal tersebut.
Bagai buah simalakama, bahaya jika ditolak bahaya pula jika diterima. Memutuskan untuk menolak, Â tanpa disadari menjadi petaka bagi dirinya. Dalam pemaksaan pelanggan tersebut, dirinya dinodai. Jika mungkin perempuan-perempuan yang mendapat kesialan seperti ini dibiarkan hidup lalu menanggung beban bahkan mungkin ada yang sampai (maaf) kehilangan kewarasannya, maka hidup Premika oleh pelanggan tersebut dibuatnya menjadi berakhir.
Horor Komedi yang Tak Horor dan Tak Lucu
Jika ingin mencari tahu pendapat para penonton mengenai film garapan Siwakorn Charupongsa lalu memasukkan kata kunci "Premika" maka pembaca akan dibuat bingung karena yang tampil pada layar gadget adalah film Premika yang disutradarai Mahidra dirilis tanggal 18 April 2017 lalu. Sebuah film dari India. Untuk mendapatkan beragam informasi tentang film ini, pembaca harus memasukkan kata kunci Premika -- Parab.
Jika selama ini film horor Thailand terkenal dengan kengerian dan keseramannya, berbeda dengan kali ini. Meski mengusung genre horor, tidak ditemukan sedikitpun nuansa horor dalam film baik dari segi permainan suara, make up apalagi, termasuk jalan cerita. Sama halnya dengan komedi yang malah terkesan garing dan dipaksakan -- atau bahasa kami para komik usai menonton film ini, konyol. Ini mengecewakan mengingat pemeran yang berlakon di dalamnya adalah para komedia ternama dari Thailand.
Meski keluar dari lajur genre, faktanya, film ini berhasil menjadi nominator penghargaan asosiasi film nasional Thailand untuk efek visual terbaik dan berhasil meraih penghargaan asosiasi film nasional Thailand untuk tata rias terbaik. "Hmmm... Kok bisa yaa??"
Walau demikian, bagi para pembaca yang menyukai genre horor dan penasaran ingin menyaksikan langsung seperti apa film Premika ini, disarankan untuk tidak membawa anak kecil karena ada beberapa bagian (saat pembunuhan Premika) yang cukup menyeramkan, serta umbaran bagian-bagian tubuh dari pemandu karaoke yang membuat kurang disarankan untuk disaksikan langsung oleh seorang anak.
