Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Film "Wonderstuck", Kisah Perjuangan Anak untuk Bertemu Sang Ayah

27 Januari 2018   16:59 Diperbarui: 27 Januari 2018   17:20 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wonderstruck | Sumber foto: Cinemaxx

Tak ada yang seorangpun anak yang tak ingin mengenal orang tuanya. Sebagian beruntung diberi kesempatan menghabiskan waktu hingga dapat melihat kedua orang tuanya menua. 

Beberapa kurang beruntung karena mungkin orang tuanya telah kembali pada Sang Pencipta bahkan ketika dirinya masih kecil. Ada pula yang hidup dengan penuh tanda tanya tentang orang tuanya.

Hal ini pulalah yang terjadi pada tokoh Ben (diperankan oleh Oakes Fegley) dalam film Wonderstuck yang disutradarai oleh Todd Haynes. Hingga diusianya yang ke 12 tahun, seorang wanita yang dipanggilnya Ibu tak kunjung memberi tahu siapa sebenarnya ayah kandungnya. 

Rasa penasaran yang terus menggelayat dalam dirinya membuatnya memutuskan mencari tahu sendiri siapa sebenarnya pria yang selama ini dicarinya. Berbekal sebuah alamat yang tercantum pada pembatas buku, perjalaan Ben dimulai.

Beralih dari kisah Ben yang membawa penonton di tahun 70an, film mempertontonkan seorang gadis kecil yang tuli -- dan cantikk banget. Manis. -- Dengan tujuan yang sama di awal perjalanan. Mencari sang Ibunda yang telah bercerai dari Ayahnya dan kini jadi artis terkenal. Perjalanan gadis kecil Rose yang diperankan oleh Millicent Simmonds bermula di tahun 20an.

Sebelumnya, simak sedikit cuplikan film Wonderstruck dalam trailer berikut:


Beberapa hal yang disoroti dari film ini:

  • Ben yang tiba-tiba tuli karena Sambaran Petir

Ben yang bersikukuh untuk mengetahui siapa Ayahnya secara tak sengaja mendapatkan petunjuk kemana dirinya harus melangkah mencari tahu orang yang selama ini dicarinya melalui sebuah pembatas buku yang ditemukannya di sebuah kamar yang menjadi tempat persembunyian sepupunya.

Tak tanggung-tanggung, Ben bahkan menghubungi nomor yang tertera di buku tersebut dengan harapan barangkali akan mendapatkan petunjuk lainnya.

Dan di saat yang bersamaan dengan selesainya nomor tersebut diputar, petir menyambar sangat keras lalu Ben menjadi korban sambaran petir dan menjadi tuli.

Kenapa tuli? Maksud saya, Ben bahkan belum menempelkan gagang telepon tersebut di telinganya. Kalaupun mungkin Ben harus jadi korban petir, seharusnya tidak tuli ya. Ini membuat film terkesan terlalu dipaksakan agar "nyambung"

  • Penggambaran warna tahun kurang menggigit

Saat penonton diboyong ke kisah Rose di tahun 20an, sudah sewajarnya warna memang putih hitam sebagaimana warna di masa tersebut. Namun, bagi saya pribadi, warna tersebut -- istilahnya apa sih? -- kurang menggigit. Alasannya adalah, saat adegan Rose menonton film di sebuah teater, warna hitam putih yang tampak di sana dihiasi dengan bintik-bintik atau garis-garis putih. Bukan pure hitam putih seperti sepanjang kisah Rose. Bintik-bintik dan garis putih yang tampak muncul sesekali dalam film tersebut bagi saya sangat berpengaruh untuk benar-benar menunjukkan nuansa tahu 20annya.

Sedangkan kabar gembirnya adalah:

  • Penonton Benar-benar Merasakan Sensasi Bagaimana Menyebalkannya Jadi Tuli

Setiap adegan Rose, setiap suara benar-benar hilang -- kecuali backsound -- yang membuat saya pribadi sebagai penonton sedikit kesal karena tidak bisa mengetahui apa yang diucapkan lawan bicara Rose. Dan kemudian tersadar bahwa ya itu dia point yang ingin disampaikan oleh sutradara -- setidaknya menurut saya -- yaitu bagaimana menyebalkannya menjadi tuli sebagaimana yang dirasakan Rose. Tidak ada suara, gemesh karena harus menulis dulu sementara hati sudah dilingkupi kesal.

  • Film Dibungkus dengan Sedikit Lelucon Jamie

Hmmm, mungkin tanpa Jamie, film ini hambar ya. Tidak ada ketawa-ketawanya sama sekali.

  • Penonton diajak Berpikir untuk Mendapatkan Kesinambungan Kisah

Dan, untuk bisa menyambungkan kisah dua generasi ini, penonton diajak berpikir. Awal adegan Rose ditunjukkan, tidak heran semua orang menebak bahwa Rose adalah ibu dari Ben -- yang barangkali masih hidup dan Ben tidak tahu -- dan ternyata tebakan tersebut salah.

Dari sekian sorotan, maaaf Todd, saya pikir film ini kurang layak untuk direkomendasikan pada sesama penikmat film. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun