Merdekakan jiwa
Merdekakan pikiran
Dari penjajahan pribadi yang kita buat sendiri-sendiri
Dari amarah dan dendam
Maafkan, maafkan, maafkan
Lalu mungkin lupakan
Hepi, remaja tanggung yang telah ditinggal ibunya sejak kecil kian beringas. Tingkahnya semakin membuat Ayahnya, Martiaz, kesal. Puncaknya adalah ketika penerimaan raport, Ayahnya merasa sangat malu karena Hepi dinyatakan tidak naik kelas. Perangainya pun tidak sesuai dengan perangai yang menunjukkan dirinya sebagai seorang pejalar. Tidur, mendengkur, membolos, mengganggu teman, bahkan dirinya tak mengisi lembar jawaban ujian sama sekali. Tanpa diketahuinya, Hepi melakukan semua hal tersebut agar Martiaz kembali memberikan perhatian kepadanya.
Martiaz mengaku kalah. Dalam ketenangannya yang tak sesuai dengan yang diharapkan Hepi, Martiaz bahkan mengabulkan permintaan Hepi untuk pulang kampung. Sebuah permintaan yang telah lama diimpikan, namun tak jua diaminkan oleh Ayahnya.
Hari itu tiba, hari yang bagi Hepi adalah sebuah kebahagiaan. Dia dan Ayahnya akan segera memulai perjalanan menuju kampung halaman yang telah lama dinanti Hepi. Di lain sisi, Martiaz harus menahan malu, meredam ego dan emosinya untuk mau melangkahkan kaki kembali ke sana setelah perselisihannya dengan Ayahnya, Kakek Hepi.
Tawa kini berubah jadi duka. Hepi sadar, perjalanan mudik pertama kali ini bukanlah sebuah hadiah, melainkan sebuah hukuman. Demi memperbaiki perangai Hepi, setelah hampir dua pekan menghabiskan waktu di kampung halaman, Martiaz harus rela meninggalkan putra bungsunya itu di sana. Menitipkannya kepada kedua orang tuanya dengan menyampaikan satu petuah pada Hepi "Alam takambang jadi guru." Alam terkembang jadikan guru.
Dan di sanalah Hepi kini, di sisi jalan yang tak rata bersama dengan kopernya yang telah terpecah belah dengan baju yang tercecer sepanjang jalan mengejar bus yang membawa Ayahnya pergi menjauh meninggalkannya.
Bersama dengan dendam, Hepi menjalani kehidupan. Bersama dengan dendam, Hepi berjuang untuk membuktikan diri bahwa dirinya bisa kembali ke Jakarta dengan membeli tiket sendiri sebagaimana teriakan yang disampaikan oleh Ayahnya. Bersama dengan dendam, Hepi menjadi perantau yang bermaksud untuk membalas sikap sang Ayah.
Perjuangannya pupus sudah, setelah berbagai barang dari berbagai tempat di kampungnya raib secara misterius, kini dia harus belajar mengikhlaskan celengannya untuk membeli tiket ke Jakarta yang hampir penuh kepada maling yang juga masih belum diketahui siapa pelakunya. Mau tak mau, dia harus mulai menabung kembali dari nol. Beruntung, di perantauan, dia memiliki dua orang sahabat yang tak hanya dapat diandalkan dalam tawa, namun juga dalam duka.
Bertiga mereka berhasil mencari tahu dalang di balik kejadian pencurian yang terjadi di kampung hingga akhirnya dijuluki dengan "Pahlawan Kampung." Ternyata di balik pencurian tersebut, ada kejadian lain yang tak kalah besar untuk segera dipecahkan.
Bang Lenon, seorang mantan narapidana insyaf yang kini digemari banyak orang rupanya adalah sosok di balik kejadian-kejadian yang terjadi di kampung, termasuk musabab terjadinya pencurian. Lenon adalah bandar narkoba yang telah menyebabkan kericuhan di sekitar kampung dengan menyebarkan narkoba pada orang-orang yang tinggal di sana sehingga saat tak ada uang, korban harus mencari berbagai macam cara untuk bisa membeli barang haram tersebut termasuk dengan mencuri.
Lagi-lagi, ketiganya berhasil mengungkap fakta di balik peristiwa tersebut. Namun kali ini, bukan hal yang mudah karena taruhannya adalah nyawa. Bang Lenon yang murka pada mereka meminta anak buahnya untuk membunuh ketiganya agar bisnis terlarangnya terus berjalan lancar tanpa ada yang mengetahui.