Dari lokasi ini, kami sedikit bergeser ke arah pasar Klewer. Dan yup! Foto lagi dong. Kapan lagi coba bisa mengabadikan foto di tempat ini? Heheh. Mumpung saat itu juga jalanan sedang sepi, kami bergantian mengabadikan foto. Dan sekarang model cantik yang berdiri di ujung zebra cross sana adalah Mba Arum. Mau tahu hasilnya?Â
Tadaaa. Ini dia. Foto sederhana dengan model yang cantik juga background yang berkisah tentang kota  yang akhirnya bisa dijelajahi.
Tak jauh dari tempat bus kami terparkir, ada sebuah bangunan tua yang bernama Benteng Vastenburg Solo. Hmm.. Tentang bangunan tua ini, semakin dilihat rasanya semakin bikin penasaran ya? Dan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, kembali lagi kami bergantian mengabadikan diri tepat di depan gerbang benteng tersebut. Dan kali ini, modelnya adalah Kaka Anastasye sendiri.
Menarik kan? Ya tentang foto, tentunya masing-masing individu memiliki selera yang berbeda ya. Ada yang suka jika mengabadikan diri bersama alam yang terbentang, ada yang suka difoto bersama dengan bermacam-macam fauna, ada juga yang doyan difoto saat sedang makan. Nah, kebetulan, bangunan bersejarah seperti ini adalah sesuatu yang cukup menarik untuk diabadikan bagi saya. Engga tahu kalau kamu. Heheh.
Usai hunting foto di jalanan kecil pasar klewer, kami berjalan ke arah jalanan utama yang saat itu disesaki oleh warga yang sedang berolahraga menikmati car free day. Berbeda dengan kami, kami memilih untuk berburu kuliner yang tersaji sepanjang jalan. Yang gendut engga mau gendut tapi engga bisa tahan nafsu makan. Yang kurus mah maunya ya nambah terus. Hihihi.Â
Dari sekian banyak moment yang berhasil saya abadikan, ada satu moment yang menjawab apa yang selama ini ingin sekali saya temukan di Solo. Wanita dan keanggunannya.Â
Seorang wanita yang tak lagi muda duduk bersila tepat di depan pintu gerbang Masjid. Merasa tertarik, saya mendekat dan bermaksud mengabadikan foto beliau dan sederetanan penganan yang tersaji di hadapannya.Â
Serba salah. Ingin sekali rasanya duduk dan mencicipi makanan itu seraya mengobrol dengan beliau. Namun di sudut berbeda, teman-teman saya sudah semakin jauh dari pandangan mata. Saya yang buta akan daerah itu hanya bisa minta maaf dan melanjutkan perjalanan mengejar teman-teman dengan perasaan bersalah.Â
Rejeki memang tidak kemana. Baru saja beliau hampir kehilangan satu calon pembeli, kali ini si mbah malah kedatangan segerombolan tamu tak diundang yang mengantri untuk mencicipi dagangannya yang ternyata adalah nasi liwet. Entah apa penyebabnya, teman-teman saya malah memutar arah dan berjalan bergerombol ke arah saya dan dagangan si mbah kala itu. Ah, rejeki memang tidak bisa ditebak ya?
Solo, dari cerita teman-teman, saya mulai jatuh cinta pada kota kecil ini. Kota kecil yang disebut-sebut penuh dengan senyum dan keramahan. Wanita anggun, ayu namun juga mandiri. Tempatnya wanita keibuan yang dapat mengandalakan dirinya sendiri untuk berkreasi dan bertahan hidup. Wanita yang entah kapan saya bisa sepertinya.Â