Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Resign Sebelum Mendapatkan Pekerjaan Baru? Why Not?

22 April 2017   12:18 Diperbarui: 22 April 2017   21:00 26079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mencantumkan untuk selesai tanggal 3 Maret 2017 dari perusahaan. Sebulan setelah surat resign saya serahkan sebagaimana prosedur yang diminta perusahaan. Lucunya, seminggu setelah surat resign saya serahkan, sudah ada dua karyawan baru yang akan mengisi posisi saya nantinya. Ini lucu banget! Hahahaha. Padahal janjinya sejak November, begitu saya mau keluar penggantinya langsung ada.

Seminggu kemudian, keduanya mulai masuk kerja. Dan tugas saya adalah memberi tahu segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab mereka. Awal Maret 2017, saya selesaikan semua tanggung jawab saya lalu serah terima seluruh dokumen dan pekerjaan pada keduanya.

Hal yang lebih lucu lagi, atasan saya terus meminta saya bertahan dengan memberinya waktu selama dua bulan LAGI untuk memperjuangkan (Catet! Bahasanya memperjuangkan!) apa yang telah dijanjikannya dulu. Sementara sebelumnya (awal bulan November) dia juga minta waktu dua bulan untuk mendapatkan 1 staff (yang seminggu setelah saya kasih surat resign langsung dapet 2 pengganti) yang akan membantu saya dan akan menaikkan gaji saya (yang tidak terealisasi hingga Februari 2017 – bahkan hingga Maret saat saya akan keluar)

Lalu pertanyaannya, apa yang dia lakukan selama dua bulan sebelumnya yang membuat iming-iming tersebut tidak terelasasi? Sementara seminggu setelah saya menyerahkan surat resign, ada dua staff baru yang diterima untuk menggantikan saya! Lalu bagaimana saya bisa percaya dengan permintaannya yang sekarang? No! Saya tetap keluar.

Conclusion
1. Bukan saya terlalu ke geeran, tapi saya tau kualitas diri saya. Kualitas diri saya tidak sepadan dengan apa yang saya dapatkan di sana. Dan saya yakin value yang saya miliki akan dicari oleh banyak orang.

2. Saya suka menulis. Saya menulis tentang apapun yang saya kuasai, yang saya ingin tau, dan yang menurut saya menarik untuk diketahui banyak orang. Entah kenapa, alasan ini juga berperan membuat kepercayaan diri saya menjadi semakin tinggi. Seseorang berkata tidak perlu takut tidak bekerja selama kamu bisa menulis. Saya belum tau alasannya, karena sejauh ini, saya belum mengeluarkan satupun karya yang fantastis untuk membiayai hidup saya semenjak menulis. Namun, seminggu setelah resign, perusahaan otomotif itu menarik saya untuk mengisi posisi content writer di sana. Terima kasih Kompasiana.

3. Saya memberikan kesempatan kepada atasan saya. Dua bulan bukan waktu yang singkat. Saya juga tidak katakan bahwa dia harus fokus untuk meyakinkan dirut agar gaji saya naik karena saya tau dia memiliki banyak pekerjaan.

Perusahaan memang membutuhkan saya. Tapi perusahaan ingin saya tetap di sana dengan gaji yang sama dan tanggung jawab yang semakin tinggi. Saat saya bertanya pada dua staff yang baru, gaji yang mereka dapatkan bahkan di bawah UMK. Tapi karena memang sangat butuh pekerjaan, akhirnya keduanya memutuskan untuk menerima.

4. Saya pernah izin sakit karena Senin sampai Jumat, kami bekerja minimal hingga pukul 20.00 WIB seharusnya 17.00 WIB, dan Sabtu yang harusnya masuk setengah hari diminta untuk pulang sore. Apa yang saya dapatkan? “Sakit mulu Lo, Bu!” Hahahahah! Sialkan?

Betul, perusahaan membayar saya. Tapi nyatanya, jika saya sakit, mereka tidak mau terima alasan itu sekalipun saya sakit karena pekerjaan saya di sana. Iya kalau saya sembuh dan bisa kembali kerja lagi? Kalau tidak? Mereka bisa hire orang lain di luar sana. Saya tidak lagi dibutuhkan.

5. Bekerja boleh, loyalitas boleh, namun harus tetap pada porsinya dan harus berjalan pada prinsip menghargai diri sendiri. Menghargai kemampuan diri dan menghargai potensi diri. Bukan yang penting kerja, badan remuk, penghasilan buat makan aja kurang, waktu untuk keluarga tidak ada, jauh dari lingkungan, jauh dari teman dan kerabat bahkan tidak memiliki waktu untuk diri sendiri. Itu bukan kerja, tapi dikerjain!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun