Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dulu Sekali..

27 Desember 2016   13:23 Diperbarui: 27 Desember 2016   14:01 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu sekali...

Rasanya berhenti melawanmu adalah sesuatu yang tak pernah ingin kulakukan. Diam berarti kalah tak peduli air matamu menetes di hadapanku. Tak jarang akupun menyakitimu tanpa sepengetahuanku akibat kebodohanku - sekalipun aku tengah berjuang membuatmu bahagia.

Puas? ya! Aku bahagia saat dimana kau mundur dan membiarkanku menang dalam pertengkaran kita.

Jahat? Aku tidak menyadarinya ketika itu. Mengedepankan ego dan emosi labil remaja demi kepuasan dan harga diri.

Salahkah aku?

Dulu sekali, aku tidak merasa itu salah. Berpikir bahwa dirimu layak untuk menerimanya. 

Lalu salahmu kah? Sejujurnya tidak! Tapi aku butuh seseorang sebagai wadahku untuk melampiaskan semua yang ada dalam diriku, dan itu dirimu.

Dulu sekali...

Aku berprestasi, mengalahkan semua yang menjadi sainganku untuk membuat kalian berdua bahagia. Hingga saat itu tiba, waktu dimana dia menjauh. Pergi mencari sesuatu yang katanya adalah kehidupan tanpa peduli bahwa kehidupan bagiku adalah sosoknya. Aku tidak mau menerima alasan yang kalian buat mengenai alasan dibalik kepergiannya.

Aku mencari, tapi tak kunjung kutemukan.  Aku kebingungan, mencari terus dan sepertinya dia semakin menjauh. 

Begitu juga dengan dirimu yang seolah tak mengerti tentang teriakan hatiku. Kau tidak membawanya kembali ke sisiku. Tidak menghadirkannya kembali tepat di sampingku. Aku seperti kehilangan kehidupanku. 

Dulu sekali...

Sekolah yang kududuki mengundangmu berdua untuk hadir dalam prestasiku, dia tak ada di sana. Pun dirimu yang mengatakan sangat tidak enak hati untuk hadir tanpa dia. Lalu bagaimana dengan diriku? Apa kalian tahu bagaimana rasanya menuju panggung tanpa kalian berdua ada di sisiku sementara yang lain berjalan bertiga beriringan menerima piagam anaknya. Aku tidak pernah merasakan itu walau aku telah begitu berjuang untuk mendapatkannya. 

Lelah! Kecewa! Kalian tak ada di sisiku. Lalu marah itu timbul.

Sekelilingku berbisik mengajariku membencimu, juga dia yang berada di kejauhan sana tanpa menyadari putrinya semakin dewasa.

Dulu sekali...

Kekecewaan mengantarkanku pada kedegilan.

Membuang jauh prestasi yang pernah kuukir, meninggalkan ajaran demi ajaran baikmu dan berjalan pada kenakalan remaja. Beruntungnya doamu mengurungku untuk tidak berbuat menyimpang dari yang seharusnya. 

Tak pernah ada pelukan lagi. Aku tak lagi merindu. Hatiku dipenuhi kebencian. Aku bahkan terkadang tak ingin melihat kalian berdua!

Aku tak sadar waktu berputar tanpa bertanya apakah aku siap akan itu...

Aku harus mempersiapkan diriku untuk masa depanku. Aku tidak ingin seperti dirimu, juga dia yang menjauh dari kita. Aku ingin sekolah yang tinggi, mencari apapun yang belum keketahui dan menjadi lebih baik lagi.

Jarak...

Sejujurnya dia begitu jahat. 

Bukankah dulu dia yang memisahkanku dengannya?

Kini dia merenggut pelukanmu dari sisiku. Pelukan yang dulu kukira tidak akan pernah lagi kubutuhkan.

Waktu...

Dia tak kalah jahat, bersekongkol dengan jarak untuk memisahkan kita tanpa memberitahuku kapan aku bisa bertemu kembali denganmu.

Dalam keterpurukanku ketika gagal, aku marah dan mencarimu untuk meluapkannya. Sebaliknya, dirimu selalu berhasil menenangkanku. Tenang yang kuterima dari dirimu membuatku berhenti menangis dan mulai tersenyum. Senyum yang hadir bermakna pembicaraan kita usai. Aku tak pernah memikirkan bahwa di sana perasaanmu terluka. Aku lupa bahwa kau semakin menua. 4 tahun lepas dari sisimu, sibuk berimajinasi akan rupamu. Aku mulai rindu.

Maa, aku bisa bilang apa tentang semua perangaiku yang mengecewakanmu?

Aku bisa berbuat apa untuk menebus air mata yang pernah terjatuh akibat ulahku dan kau tetap penuh cinta padaku.

Ma...

Dulu sekali aku sangat mencintaimu.

Dulu sekali aku pernah sangat membencimu juga bapak yang pergi jauh yang ternyata adalah untukku.

Semua kedegilan, kebencian, kemarahan, aku memberinya padamu. Dulu sekali...

Aku takjub, cintamu membuatmu kembali mencintaimu tak peduli seberapa jahat aku.

Selamat hari, Ibu, Mama hebatku. 

Terimakasih untuk doa dan cinta yang kuterima. Sehat selalu, Ma.

Aku masih butuh mama dan ijinkan sedikit saja aku kembali membuatmu bangga...

Bekasi

27 Des 2016

Teruntuk: Arida Br. Nainggolan, Aku mencintaimu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun