Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ubah Pola Pikir, Ayo Bersama Wujudkan Harapan Jadi Kenyataan!

11 Agustus 2016   08:56 Diperbarui: 11 Agustus 2016   09:48 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejalan dengan Hari keluarga nasional ke XXIII, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) semakin gencar mengumandangkan ajakan bagi masyarakat untuk ikut andil dalam menciptakan keluarga yang ideal melalui berbagai acara, workshop, bahkan nangkring bersama Kompasiana di berbagai tempat dengan beragam tema yang membahas mengenai keluarga.

Bagai gayung bersambut, animo masyarakat dalam menerima acara-acara yang diadakan BKKBN rupanya cukup tinggi. Salah satu bukti nyata adalah tingginya minat masyarakat dalam hal ini disebut Kompasianer untuk menghadiri acara nangkring yang diadakan BKKBN serta banyaknya jumlah artikel yang masuk mengikuti blog competition yang juga diadakan oleh BKKBN dengan opini dan sudut pandang masing-masing individu.

Salah satu topik menarik yang diangkat BKKBN melalui Blog Competition bekerja sama dengan Kompasiana adalah mengenai prediksi 70% bonus demografi usia produktif yang akan diperoleh Indonesia dalam rentang waktu tahun 2020-2030 mendatang.

Persentasi yang cukup tinggi sebagai “bonus” yang akan diterima Indonesia. Sayangnya, manfaat nyata dari nilai bonus yang tinggi ini masih dipertanyakan, apakah akan memberikan andil yang tinggi juga terhadap perekonomian Indonesia atau malah sebaliknya?

Tingginya jumlah penduduk dengan usia produktif seharusnya akan memberikan kontribusi dalam menaikkan pertumbuhan nilai ekonomi di Indonesia, namun untuk mewujudkan harapan ini tentu saja dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak.

Bapak Ir. Soekarno mengatakan bahwa “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter…kalau tidak dilakukan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli!”

Pembangunan karakter pertama sekali diperoleh dari organisasi terkecil yang lebih dahulu menerima keberadaan anak, yaitu keluarga. Keluarga mengambil peranan paling banyak untuk membentuk karakter anak karena menjadi layar berjalan yang pertama sekali dilihat anak dalam pertumbuhannya sejak bayi.

Kemudian diikuti sekolah yang memberikan pemahaman mengenai moral dan etika yang harus diterapkan oleh anak. Seiring dengan pertumbuhannya, diperlukan organisasi yang dapat mengarahkan dan memberikan informasi detail tentang bahaya zat adiktif. Ini bisa saja melalui workshop yang dilakukan pihak BNN bekerjasama dengan sekolah-sekolah, bisa juga dengan membiarkan anak tergabung dalam organisasi yang dibentuk sekolah untuk meminimalisir kenakalan yang bisa saja terjadi dari faktor lingkungan.

Selepas dari semua kesibukan yang diterima anak, rumah akan selalu menjadi tempat untuk berbagi cerita. Selain mengingatkan untuk terus mendekatkan diri pada Tuhan, orangtua bertanggung jawab untuk terus memantau dan mengarahkan bagaimana anak bertindak harusnya. Baik ketika mendapatkan masalah, ataupun dalam memutuskan suatu keputusan.

Anak yang terus mendapatkan perhatian dan kasih sayang orangtua akan bertindak lebih terkontrol dibanding yang tidak mendapatkannya. Orangtua bisa saja memberikan masukan ketika anak mendapatkan masalah, tapi selebihnya biarkan anak untuk berpikir apa solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Perlakuan yang seperti ini, selain membuat anak merasa dihargai juga akan melatih anak untuk mandiri, dan bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Perhatian dari orangtua juga berpengaruh besar untuk memberikan kepercayaan diri padanya dalam menyelesaikan masalah.

Proses pembentukan karakter yang berkesinambungan seperti ini, jika diberlakukan pada penduduk usia produktif akan menghadirkan masyarakat berkualitas. Masyarakat yang memiliki pola pikir kreatif dan inovatif yang mampu melakukan pembaharuan-pembaharuan di berbagai bidang yang digeluti.

Misalkan saja, seorang masyarakat usia produktif yang tumbuh dengan tingkat kepercayaan diri yang diperolehnya melalui kepercayaan yang diberikan orangtuanya padanya, terlatih berkreasi dan berinovasi sendiri dan memiliki dukungan penuh dari orangtua, bisa jadi lebih memilih untuk membuka usaha sendiri ketimbang harus mencari lowongan kerja ke sana sini.

Atau penduduk usia produktif yang memiliki inovasi yang membangun namun tidak memiliki modal, dengan kepercayaan diri yang dimilikinya, akan berani mengajukan permohonan ke perusahaan-perusahaan atau instansi pemerintah untuk mewujudkan inovasinya.

Boleh saja Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) turut serta ambil bagian untuk menciptakan inovasi tersebut, atau instansi lainnya yang dapat memberikan bantuan dalam mewujudkan pemuda yang berani membangun usaha nya sendiri.

Misalkan, anak-anak dari program studi Teknologi Pangan boleh saja hadir di tengah-tengah masyarakat dan memberikan ilmu pengolahan pangan yang diterimanya untuk menciptakan satu dua produk baru atau mungkin diverisifikasi produk yang menggunakan bahan yang banyak ditemukan di satu daerah yang nantinya akan keluar sebagai oleh-oleh khas daerah tersebut.

Mahasiswa dari jurusan Akuntansi mengambil bagian dalam hal mengajari perhitungan bahan hingga laba yang akan diperoleh masyarakat setempat dari produk baru tersebut, hingga tercipta masyarakat yang mandiri dan angka pengangguran bisa semakin ditekan.

Terhadap penduduk usia produktif yang seperti ini, sudah sewajarnya diberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi yang dilakukan yang bertujuan untuk mengembangkan suatu daerah. Penghargaan yang diterima tentu saja akan mengundang masyarakat usia produktif lainnya untuk melakukan hal yang sama. Walau mungkin tidak semuanya mengharapkan penghargaan.

Lalu bagaimana jika usia produktif tidak kreatif dan inovatif sehingga menjadi boomerang bagi Indonesia? Bagaimana jika pendidikan karakter itu tidak tertanam dan menjadikan semua usia produktif menjadi kuli?

Segera ubah pola pikirmu! Masing-masing insan terlahir dari benih terbaik untuk menghadirkan sesuatu yang baik dalam satu periode kehidupannya!

Sudahi memfokuskan diri tentang kekurangan diri sendiri, anak dan orang lain. Fokus pada kelebihan dan kemampuan serta perubahan apa yang bisa dilakukan dengan kemampuan Anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun