Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berbagi Darah, Selamatkan Kehidupan!

11 Juni 2016   21:43 Diperbarui: 11 Juni 2016   21:47 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto; Dokumen Pribadi

Bagi beberapa orang, termasuk orang dewasa sekalipun, jarum suntik merupakan musuh besar yang tidak memiliki kesempatan barang sekalipun untuk mampir ke tubuh masing-masing mereka kecuali dalam keadaan darurat dan memang mengharuskan yang bersangkutan membiarkan pihak kedokteran melakukannya demi keselamatan dan kesehatan mereka.

Tidak jarang mereka beranggapan bahwa selama masih ada persediaan obat, bahkan dengan rasa sepahit apapun, mereka lebih memilih untuk mengonsumsi obat dibanding membiarkan jarum suntik memasuki tubuhnya.

Kita sebut saja kelompok di atas merupakan kelompok anti jarum suntik. Kelompok yang beranggapan bahwa jarum suntik merupakan musuh besar kehidupan, dan satu benda kecil tajam yang sangat menyeramkan untuk dihadapi. Tidak peduli berapapun umur mereka, bisa dipastikan setiap kegiatan yang berkaitan dengan jarum suntik pasti akan ditolak dengan berbagai alasan.

Selain kelompok di atas, ada kelompok lain masih dengan kasus yang sama, tidak peduli berapa pun usianya, berhubungan dengan darah adalah sesuatu yang tabuh untuk dilakukan. Beberapa dari mereka mengaku tidak berani melihat darah, tidak kuat bahkan tidak jarang yang pingsan saat berhadapan dengan darah, termasuk ketika berhadapan dengan darahnya sendiri.

Entah apa istilah para pakar kesehatan untuk tipe orang seperti yang terdapat pada kedua kasus ini. Namun, tipe orang seperti ini memang selalu ada dan sering ditemukan terutama ketika berhadapan dengan acara donor darah.

Jumat, 3 Januari 2016, berlokasi di bilangan Kranji, kota Bekasi. Untuk pertama kalinya, perusahaan swasta tempat saya bekerja melakukan kegiatan donor darah bekerja sama dengan PMI terdekat yang diperuntukkan bagi seluruh staff dan karyawan kantor (sebagai pendonor).

Kegiatan amal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran karyawan untuk lebih peduli lagi terhadap sesama melalui sekantong darah yang disumbangkannya.

Pada saat pendataan seminggu sebelum kegiatan berlangsung, penyelenggara acara mulai mengedarkan tawaran bagi staff yang berminat.

Perolehan total staff yang bersedia melonjak setelah diedukasi tentang pentingnya donor darah bagi diri sendiri juga bagi orang lain. Simbiosis mutualisme ini sepertinya mengena tepat ke sasaran sehingga ada beberapa peserta yang menawarkan diri untuk ikut tanpa ditanya sebelumnya. Sedangkan beberapa staff lain yang tidak ikut bergabung dalam acara adalah mereka yang menjelaskan dirinya sebagai kelompok yang phobia terhadap jarum suntik dan darah serta ada juga beberapa yang mencoba menaklukkan takutnya terhadap jarum suntik dan bersedia mendaftarkan diri sebagai pendonor.

Dari total 60 staff yang mengajukan diri untuk mendonorkan darah, hanya sekitar 50% peserta yang dinyatakan oleh pihak PMI darahnya layak untuk disumbangkan.  50% lainnya dinyatakan kurang layak karena kondisi kesehatannya kurang memadai akibat beberapa faktor, seperti kurangnya Hb dalam darah, tensi darah yang tidak normal, serta adanya riwayat penyakit dalam darah peserta hingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan darah.

Yang menarik dari keseluruhan acara adalah, ketika ada beberapa mekanik yang biasanya bekerja di belakang kantor dan belum terdaftar bahkan belum mendapatkan edukasi, bertanya pada salah satu staff yang kebetulan lewat dari depannya. "Bolehkah saya turut sebagai pendonor?"

Sedikit tergelitik dengan hal ini, saya yang mendengar pertanyaan Beliau mengambil alih pembicaraan. "Boleh, Pak. Tentu saja. Registrasi saja dulu di bagian depan lokasi acara." Sembari menuntun Beliau ke lokasi acara.

Masih sedikit ragu, beliau lanjut meyakinkan diri bertanya pada saya tentang boleh atau tidaknya beliau mendonorkan darahnya dengan alasan takut tidak diterima karena hanya seorang mekanik.

Usut punya usut, terucap satu kalimat beliau yang membuat saya paham kenapa beliau ingin sekali mengambil bagian dalam kegiatan ini. "Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada istri saya ketika kekurangan darah saat melahirkan beberapa waktu yang lalu, sampai akhirnya ada seseorang yang berbaik hati menyumbangkan darahnya"

Relawan donor darah. Begitu mereka menyebut semua peserta yang dengan sukarela menyumbangkan sekantong darahnya bagi orang lain di luar sana yang begitu membutuhkan. Setetes darah untuk satu kehidupan. Darah tidak mengenal untuk siapa dan dari siapa, ia ada dari siapapun dan bisa dimanfaatkan oleh siapapun yang membutuhkan.

Darah bukan tentang siapa dan dari jabatan apa, ia sama rata dan tak mengenal taraf hidup, kaya atau miskin, jelek atau cantik, dan lain sebagainya. Hanya antara memberi dan menerima, menyelamatkan lalu memberikan kehidupan. Jika setetes darah dari tubuh anda begitu berarti bagi orang lain, lalu apa yang membuat anda berpikir dua kali untuk memberikannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun