Sebelumnya, mohon maaf yang sebesar-besarnya atas judul ini. Saya pecinta fiksi, pecinta novel, juga cerpen. Sejauh saya membaca, saya tidak pernah terfokus pada satu dua orang novelis atau penulis lainnya dan menghabiskan semua hasil karyanya.
Lalu apa yang menjadi patokan dalam memilih novel yang ingin dibaca? Tak seperti pecinta fiksi lainnya yang mungkin ngefans dengan penulis tertentu, saya sendiri lebih menikmati permainan gambar pada cover, pilihan judul, serta synopsis. Ketika ketiganya sepaket bikin saya kepo, saya ambil. Terakhir baru saya cek siapa penulisnya, kemudian dikepoin. He…he…he
Hingga kemarin, Sabtu 4 Juni 2016. Kopdar perdana Fiksiana Community, salah seorang pemateri yang dari luar wajahnya berlukiskan wartawan banget (setidaknya itu yang bisa saya tangkap dari raut wajahnya), terakhir saya ketahui beliau bernama Maman Suherman. Seorang penulis yang juga notulen di Indonesia Lawak Club saat ini.
Beliau adalah seorang alumni Jurusan Kriminologi Fisip-UI, tidak heran novel beliau pertama yang saya baca “Re:” mengandung kosa kata yang mengarah ke kriminal namun masih sanggup untuk diterima pembaca hingga tidak menimbulkan kesan takut atau seram.
Setelah naik ke panggung acara dan mulai berbicara, satu per satu kata mengalir begitu saja membentuk rentetan kalimat yang to the point, tidak bertele-tele, jelas, mudah dipahami dan yang paling mengejutkan, di balik ke “kriminalan” pengalaman hidup (berdasarkan cerita Beliau tentang seberapa seringnya berhadapan dengan mayat, korban mutilasi potong 8 dan fakta menegangkan lainnya) beliau tidak jauh dari serangkaian keromantisan.
Dengan begitu lepas, kalimat-kalimat manis itu terucap ringan, namun menyentuh. Bagi pembaca yang pertama sekali membaca quotes-quotes romantic yang dikeluarkan Beliau, pasti tidak akan menyangka kalau orang yang sama berhadapan dengan banyak sekali korban kriminal di luar sana.
Beliau gundul, dan dari isi kepala gundul itu, tercetus banyak sekali quotes manis, karya-karya menyentuh yang keseluruhannya mungkin berdasarkan pengalaman hidup Beliau. Who knows? Seperti yang diungkapkannya. Fakta dan fiksi itu selalu berbeda tipis.
Dari sana, saya mulai penasaran dengan buku-buku Beliau yang lain. Mata Hati, Bokis, Mutiara Hijab, No Tulen Cakeppp, dan karya-karya beliau lainnya. Re:, novel pertama karya beliau yang saya santap. Perpaduan yang menakjubkan antara cerita kriminal yang diselingi dengan keromantisan tokoh Herman dan Re:. Saya tidak tahu bagaimana dengan tulisan-tulisan beliau yang lainnya, dan inilah yang membuat saya untuk pertama kalinya penasaran hingga ingin menikmati semua hasil karyanya yang lain. Untuk pertama kalinya jatuh cinta pada karya seorang penulis. Jatuh cinta pada isi gundul itu.
Kang Maman, terima kasih hadiah Novel Re: + tanda tangan eksklusif + foto bareng Anda. Semoga semakin banyak lagi karya yang bisa dinikmati fans Anda dan semoga Tuhan memberkati Anda.
Salam,
Your Big Fans
Anna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H