Dia masih terus tertawa hingga meneteskan air mata. MENETESKAN AIR MATA! Panas hati gue, Bung!
Bagi saya pribadi, tidak ada yang salah dengan pendapat saya. Bukankah sebuah pertanyaan membutuhkan jawaban? Dan jawaban yang saya berikan sangatlah beralasan mengingat saya berada di organisasi yang saya pastikan orang-orang di dalamnya dominan Batak Toba "Perantau", saya berada di tengah-tengah event yang dalam benak saya bisa mengenalkan kembali atau bahkan mengembalikan satu dua memori tentang Lappet bagi orang-orang tua di sana. Mengenalkan pada keturunan mereka yang belum bisa menjejakkan kaki ke "Laguboti". Dan saya ditertawakan.
Saya mencoba menetralisir amarah dengan memberikan pengertian dalam hati saya bahwa orang yang berbicara itu tidak paham sama sekali tentang Lappet, dia hanya menguji mental saya dan tidak bermaksud untuk jahat sama sekali. Saat itu juga, dia saya maafkan.
Terlepas dari cerita pahit itu, tentang makanan khas daerahmu, tentang jajanan khas daerahmu, tentang identitas dan jatidirimu, tentang sepiring pangan yang berkontribusi banyak di masa kecilmu, tentang sepiring pangan yang menemanimu dewasa. Tidakkah itu terlalu manis untuk dilupakan? Jikapun ingin dilupakan, mampukah?
Sebesar apa kontribusimu untuk melestarikan pada daerahmu? Melestarikan jati diri dan indentitasmu sesungguhnya?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H