Jakarta? Siapa yang tidak ingin menjejakkan kaki di tempat ini? Tempat dimana gue ngerasa semua mimpi bisa jadi kenyataan walau gue sendiri masih sedikit tidak yakin bagaimana itu bisa terjadi sementara kedatangan gue di tempat ini hanya bermodalkan nekad belaka tanpa mengenal satu orang pun yang mungkin bisa gue andelin just in case something happen to me!
Whatever. Bukankah hidup adalah suatu petualangan? Hanya sekali dalam periode kehidupan. Jika pun kelak gue terlahir kembali, gue enggak pingin mengulang kembali apa yang gue rasain di kehidupan gue sebelumnya. Gue pingin merasain petualangan baru yang jauh lebih menantang adrenalin.
Februari 2015. Bandara Soekarno Hatta, Terminal 3
"Hallo Jakarta! Hallo kota kelahiran!" Gue memekik nyaring melepas rindu tanpa peduli dengan mereka di sekeliling gue. Merentangkan tangan dan mengisi diri dengan hamparan Oksigen Jakarta yang tak terlihat. Udara sejuk bekas tamparan hujan akan bumi sukses memberiku ketenangan. 16 tahun setelah gue meninggalkan tempat ini, akhirnya gue kembali.
Setelah berjuang sekian tahun untuk satu gelar di salah satu Kampus yang cukup ternama di Lampung, gue terpanggil untuk bergabung dengan salah satu perusahaan yang berkaitan dengan jurusan gue. Itulah alasan utama kenapa gue berada di sini saat ini, sumber bahagia gue.
Lalu lalang pengguna bandara menjadi bagian pertama yang bisa gue nikmati. Ini pertama kalinya gue menggunakan pesawat terbang dan menginjakkan kaki di tempat yang bernama bandara. Gue tersenyum. "Congrats, Ka! Satu dari sekian keinginan, Lo akhirnya terpenuhi." Sepaket penuh Bandara, pesawat dan semua pesona di dalamnya. You know? Termasuk awan dan getaran pesawat ketika mulai lepas landas. Gue benar-benar bahagia!
Gue menikmati sensasi padatnya Bandara yang jauh dari imajinasi liar gue. Tentang gedung-gedung pencakar langit dan kemewahan yang terdapat di dalamnya, tentang keeleganan yang muncul setiap malam, tentang taman-taman yang sengaja didesain untuk tempat beristirahatnya para pejalan kaki atau sekedar untuk memberi tempat dan waktu bagi mereka yang mencintai kesendirian dan menikmati senyap. Gue tidak nemuin semua itu. Walau sebenarnya mata gue sudah cukup terhibur dengan semua yang terpampang di area bandara dan semua yang gue lewatin di dalamnya. "Soon, Lo bisa nikmatin itu semua setelah keluar dari sini."
Secarik kertas karton terangkat tinggi oleh seorang pria yang gue perkirakan seumuran dengan gue bertuliskan nama gue, Lily Collins. Tidak tidak... Gue bercanda.
"Hai..." Gue menghampiri.
"Mba Eka?" Tanyanya memastikan.
"Eka Sri Martina". Gue mengulurkan tangan menjabatnya.
"Zaki..." Senyumnya. "Selamat datang di Jakarta, Mba"
"Terima kasih... Oh iya, sebentar...!" Tangan gue merogoh dompet dalam tas lalu mengeluarkan tanda pengenal hanya untuk memastikan bahwa pria tersebut tidak membawa orang yang salah sekalipun foto yang dipegangnya sudah sesuai dengan wajah gue.
"Hahaha... Engga perlu kali, Mba. Kan sudah ada fotonya."
"Its oke. Buat ngeyakinin doang." Ujar gue tersenyum sembari mengembalikan tanda pengenal ke tempat semula.
"So... Sudah siap mengelilingi Jakarta?"
Mata gue mulai melotot. Gigi saling menggigit, senyuman gue melebar selebar lebarnya. Gue greget dengan pertanyaannya. "Yuhuuu... Lets Rock!" Gue mengepal tangan kanan gue, mengangkatnya setinggi mungkin dan menjerit dengan mantab.
"Petualangan dimulai!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H