Mohon tunggu...
Efa Butar butar
Efa Butar butar Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Content Writer | https://www.anabutarbutar.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tertuang dalam Film Pendek, Indonesiaku, Kebanggaanku! (Review FFPI 2015)

28 Januari 2016   14:59 Diperbarui: 28 Januari 2016   16:12 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara FFPI 2015 yang diselenggarakan KompasTV dengan tema “Indonesiaku, Kebanggaanku” 22 Januari 2016 bertempat di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia buat saya sendiri merupakan hal baru yang luar biasa menarik. Bagaimana tidak? Saya bertemu langsung dengan para film maker berkompeten dari berbagai daerah, bertemu dengan beberapa Kompasianer walaupun belum begitu kenal and yeayy… Guys? Angga Sasongko?? At least!!! Yuhuuuu…

[/caption]

Well, kehadiran saya disambut hangat dengan senyuman beberapa undangan, panitia dan juga beberapa film maker yang sudah lebih dahulu tiba di Auditorium Galeri Indonesia, meski belum begitu ramai. 15.55 WIB versi jam di handphone aku duduk manis dan hingga pukul 16.20 WIB (masih versi handphone saya) acara tak kunjung dimulai (Undangan tertera 16.00-20.00 WIB). Saya mencoba memahami situasi. Oke… Gue berada di Indonesia, yang begini ya sudah biasa (Semoga tidak dibudayakan). Peace :D

16. 27 WIB (tetap vesi jam di handphone saya) acara dibuka dengan tayangan ragam budaya Indonesia, mulai dari baju tradisional, tarian daerah, hingga ke rumah adat. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dan sekitar pukul 16.37 WIB si Cantik Host mulai menaiki panggung dan acara dimulai. Yihuuiii. Here we goo…

Ada 10 finalis Festival Film Pendek 2015 kali ini, yang terdiri dari dua kategori, yaitu:

1.       Kategori Umum

2.       Kategori Pelajar

Setelah dilakukan voting lucu-lucuan ala Host akhirnya diputuskan untuk terlebih dahulu menayangkan film pendek dari kategori umum.

Film pendek pertama yang ditayangkan dari kategori ini adalah Ojo Sok-sokan yang diproduksi oleh Sebelas Sinema Pictures. Satu hal yang sangat menarik buat saya di film pendek ini adalah, ketika salah satu pemuda yang begitu antusias menunjukkan bagaimana cara berbicara gaul dan keren ala-ala Jakarta kepada seorang wanita dengan cara berbicaranya sayangnya wanita tersebut menunjukkan betapa dia fasih berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa dan pembicaraan diakhiri dengan rasa malu yang diterima pemuda tersebut.

Buat saya sendiri yang memang berasal dari Sumatera Utara, bahasa jawa fasih dan ‘medok’ merupakan salah satu bahasa yang selalu ingin saya coba tirukan walaupun pada akhirnya bahasa dan logat selalu berlawanan. Maksud saya begini, criteria bahasa keren dan gaul bagi masing-masing orang itu berbeda. Saya sebagai seorang reviewer bahasa yang paling keren itu ya tentu saja bahasa daerah saya, Batak Toba. Lalu saya mulai mengatakan bahwa bahasa daerah orang lain keren ketika mereka mengucapkannya dengan bahasa, cara dan logat yang sempurna. Saya menyukai pesan tersirat itu dari film pendek ini.

Kemudian disusul dengan film pendek berjudul Ruwat yang diproduksi oleh Tanah Hijau Kreative. Film ini mengisahkan upaya keras orangtu membujuk anaknya untuk mau di’ruwat’. Ruwat merupakan salah satu tradisi di Dieng yang harus dilakukan untuk mengembalikan bentuk asli rambut si anak yang secara alamiah tumbuh ‘gimbal’ sejak kecil. Sayangnya, sang Anak memiliki syarat khusus yang harus dituruti agar bersedia disunat, yaitu liburan ke Hongkong walaupun sebenarnya orangtuanya tidak sanggup memenuhi syarat yang diajukan sang anak. Sebagai penikmat film maupun reviewer, yang saya tangkap adalah adanya pemaksaan seorang anak terhadap orangtuanya untuk dipenuhi walaupun sebenarnya ruwat tersebut untuk kebaikan sang anak dan hal ini tidak cukup baik untuk disampaikan mengingat sikap seorang anak terlalu cepat mengikuti apa yang dilihatnya. Namun ada hal juga yang saya sukai dari film ini yaitu: kesiapan anak tersebut untuk melakukan yang terbaik demi mendapatkan yang diinginkannya

Film ketiga yang ditayangkan dari kategori umum ini adalah Nilep. Film yang diproduksi oleh Racavana Film ini mengisahkan tentang empat orang anak kecil dengan bahasa Jawa kental. Diawali dengan seorang anak perempuan dan seorang anak lelaki yang duduk termenung menantikan kedatangan pedagang mainan anak-anak termasuk di dalamnya lotere. Saya menyukai cara menegur dan keberanian masing-masing anak dalam film. Menegur bahwa lotere itu tidak bagus untuk anak-anak dan dominan dari lotere itu adalah bohong, serta teguran bahwa mencuri adalah perbuatan yang salah dan sudah menjadi kewajiban si pencuri untuk mengembalikan benda yang bukan miliknya.

Teguran ini dilakukan ketika kedua anak lainnya mencuri gigi mainan dari pedagang mainan, ana perempuan tersebut mengaharuskan temannya yang melakukan pencurian untuk mengembalikannya. Dan film diakhiri dengan gigi mainan tersebut kembali kepada pemilikinya dengan cara dikembalikan lewat Pos tanpa menuliskan nama pengirim.

Selanjutnya ada film Bubar, Jalan! Yang diproduksi oleh Rumahku Films. Rasa takut dan gugup menghantui pemimpin upacara untuk memimpin berjalannya upacara, walaupun begitu, anak tersebut tetap melakukan kewajibannya. Bendera dikibarkan, kegugupan semakin melanda hingga pada akhirnya Sang Saka telah tiba ditempatnya, pemimpin upacara tidak meneriakkan komando untuk mengembalikan posisi seluruh peserta upacara menjadi siap. Ketika sadar dengan kesalahannya, masing dengan kegugupan, pemimpin upacara bukannya menyiapkan malah memberikan aba-aba untuk bubar jalan.

Dari film ini sangat terasa keluguan seorang anak kecil namun memiliki jiwa bertanggung jawab untuk tugas yang diembankan padanya. Kepanikan ketika melakukan kesalahan, dan bagaimana kekompakan pada akhirnya mengembalikan barisan hingga akhirnya upacara dapat berjalan kembali.

Wajah polos, imut, lugu dan tentu saja lucu menjadi daya tarik tersendiri karena mampu menghadirkan gelak tawa spontan, disamping itu kesesuaian mimik para pemeran pun memiliki andil yang cukup tinggi untuk menyalurkan nuansa lucu pada seluruh penonton.

 Film terakhir dari kategori umum adalah Opor Operan yang diproduksi oleh Sebelas Sinema Picture. Cerita dimulai ketika Ibu Ani membagikan opor hasil masakannya kepada dua orang tetangganya. Tradisi saling bertukar makanan membuat kedua tetangga tersebut akhirnya saling mengunjungi dan membawa opor pemberian Ibu Ani hingga akhirnya opor pemberian Ibu Ani kepada dihantarkan oleh keduanya kembali ke rumah Ibu Ani tanpa mereka ketahui bahwa opor tersebut adalah hasil masakannya sendiri.

Gelak tawa terdengar membahana di seluruh auditorium usai film pendek ini ditayangkan, sayangnya saya kurang menikmati film pendek ini. Pembukaan film yang kurang menarik diawali dengan beberapa orang ibu yang menunjukkan kemodernan zaman, seperti penggunaan tablet untuk mengambil foto, berdandan, hingga tidur-tiduran. Menurut saya pribadi adegan seperti ini kurang menggambarkan ciri khas seorang Ibu Indonesia dan dari sisi tema, saya pun cukup kebingungan untuk menyambungkan topik film ini dengan tema yang ditentukan walaupun pada akhirnya film pendek ini keluar sebagai juara ketiga dari kategori umum.

Seperti yang telah diyakini sutradara kondang Angga Dwimas Sasongko, kriteria penilaian film pendek terbaik adalah bagaimana film maker mambuat film tersebut menjadi media bercerita dan bukan orasi atau menggurui. Akhirnya ditetapkan bahwa pemenang dari kategori umum jatuh pada:

Juara I: Bubar, Jalan!

Juara II: Ojo Sok-sokan

Juara III: Opor operan

Masing-masing pemenang berhak mendapatkan hadiah yang telah disiapkan oleh tim KompasTV.

Kategori Pelajar.

Film pendek kategori pelajar yang pertama ditayangkan adalah Samin Surosentiko. Cerita bermula ketika seorang anak diejek oleh kedua temannya dan diteriaki dengan julukan "Samin". Saya tidak begitu memahami kisah ini, mungkin karena baru pertama kalinya mendengar kata dan nama Samin yang ternyata adalah julukan. Berdasarkan penjelasan dari actor, masyarakat mengenal nama Samin dengan pengertian negative atau diartikan sebagai pembangkang. Dengan film ini, kelompok Sanggar Seni Sekar Tanjung mencoba meluruskan pengertian salah masyarakat akan arti nama Samin.

Tokoh Samin di jaman Belanda memang terkenal sebagai pembangkang, sikap ini dilakukan untuk melindungi dirinya dari kekejaman para Belanda. Sikap Samin tersebut pada akhirnya ditiru oleh masyarakat. Sayangnya pengertian nama itu kini telah berubah menjadi negative dan film ini diproduksi untuk mengembalikan arti positif dari nama Samin. Kekhasan cerita Samin semakin tergambar ketika salah satu actor menghadiri acara dengan busana persis tokoh Samin pada film. Bahkan menurutnya, info ini diperoleh dengan mewawancarai langsung keturunan Samin Surosentiko sehingga kebenaran kisahnya lebih dipercaya.

Film selanjutnya yang diputar adalah Coblosan. Seperti pada umumnya pemilihan, tim-tim sukses masing-masing calon pasti akan menggencarkan serangan untuk memastikan calon yang dibanggakannya menang. Termasuk dengang menggunakan cara kotor yaitu menyogok calon pemilih dengan sejumlah uang. Tim Sukses A mencoba memberikan sogokan berupa uang kepada tim sukses B, namun tim sukses B tetap dengan pendiriannya danbertahan pada calonnya. Ini dilakukan untuk mewujudkan perubahan yang baik terjadi di desa tersebut dan perubahan itu akan dilakukan oleh calon kepada desa B pilihannya.

Setelah pemcoblosan usai dan perhitungan suara selesai dilakukan, kehidupan desa sekitar kembali seperti semula. Hingga suatu hari seorang warga datang untuk memperpanjang KTP, namun baru hanya satu petugas yang hadir di sana dengan kesibukkannya menempelkan papan nama kepala desa yang menjabat sebelumnya. Film pendek keren yang berani menampilkan keteguhan hati untuk menolak politik uang walau akhirnya kualitas kepala desa yang lama terlihat kembali dari minimnya staff yang hadir di kantor walau jam sudah menunjukkan jam kerja dimulai.

Film selanjutnya adalah Kotak Pusaka. Pemandangan menegangkan ditayangkan di hadapan seluruh penimat film dalam auditorium dengan kehadiran seorang anak muda yang terus berlari dengan sebuah kotak unik di genggamannya. Adegan berlari akhirnya terhenti di tengah hutan. Sayangnya, anak muda tersebut harus berhadapan dengan tiga orang anak nakal yang sangat tertarik untuk mendapatkan kotak yang ada di tangannya dan coba merebut kotak tersebut.

Pertengkaran tidak bisa terelakkan, antara mempertahankan hak dan merebut hak orang lain. Adegan semakin menarik karena dilengkapi dengna dentuman musik yang menambah 'greget' seta penasaran saat menikmati tiap adegan laga yang ditampilkan. Di akhir film ditampilkan bahwa anak muda tersebut mempertahankan kotak yang diberikan oleh Kakeknya dan kotak yang diamanahkan padanya mampu dijaganya bahkan ketika harus berhadapan dengan tiga anak nakal sekaligus.

Berikutnya Ali-ali Setan bercerita tentang dua orang anak kecil yang dipanggil ke ruang guru oleh gurunya karena terlibat perkelahian. Reza yang menjabat sebagai ketua kelas mencoba mengingatkan temannya untuk tidak menggunakan ali-ali (cincin) di lingkungan sekolah namun temannya tersebut tidak mengindahkan dengan alasan guru-guru di sekolahnya pun menggunakan benda yang sama. Hal ini membuat Reza kesal dan membuang cincin tersebut ke kolam. Film yang diproduksi oleh SMK YPLP Perwira Purbalingga ini berhasil menunjukkan wibawa Reza sebagai seorang ketua kelas yang berani bertindak tegas untuk anggotanya yang melanggar aturan.

Pendapatnya mengenai larangan penggunaan ali-ali oleh siswa-siswi di lingkungan sekolah pun disampaikan kepada gurunya. Film diakhiri dengan sang guru ikut melepaskan ali-ali dari jarinya, meletakkan ali-ali tersebut di meja kerjanya kemudian berjalan meninggalakan ruang guru. Reza yang mengetahui hal tersebut diam-diam mengambil ali-ali guru tersebut kemudian melemparkannya ke halaman di bawah guyuran hujan.

Film terakhir dari kategori pelajar ini adalah Surya and the School Gangs. Hal yang sangat berani dilakukan oleh Surya sebagai siswa baru di sekolahnya. Salah seorang temannya yang merupakan anak orang kaya dipalak oleh kakak tingkat dihadapannya dan Surya melakukan pembelaan. Pertarungan pun tidak terelakkan, dua orang kakak tingkat mampu dilumpuhkan Surya dalam sekejap dengan kemampuan bela dirinya yang berada di atas rata-rata. Kakak tingkatnya yang tidak terima dengan kekalahannya kemudian mengadukan hal tersebut kepada boss gengnya. Kali ini temannya kembali menjadi tawanan geng sebagai perangkap untuk membalas dendam kepada Surya. Surya kembali berhadapan dengan seluruh anggota geng termasuk boss geng tersebut.

Lagi-lagi kemampuan bela diri Surya menyelamatkan keduanya dan bisa keluar dari gudang sekolah. Boss geng tersebut tanpa sengaja melihat tanda yang berada di balik telinga Surya. Dan yang paling mengejutkan adalah ternyata Surya adalah anak dari sahabat karibnya yang terlihat dari tanda tersebut. Dari perkelahian tersebut pada akhirnya diketahui latar belakang dari pemalakan yang dilakukan kepada siswa-siswi adalah untuk mencukupi seluruh kebutuhan anak-anak kurang beruntung. Teman Surya yang menjadi tawanan mengadukannya kepada orangtuanya dan akhirnya masalah terselesaikan ketika orangtuanya bersedia untuk menyumbangkan sejumlah dana untuk kebutuhan anak-anak yang kurang beruntung tersebut.

Berdasarkan keputusan juri, yang menjadi pemenang dari kategori pelajar ini adalah:

Juara I: Surya and The School Gengs

Juara II: Coblosan

Juara III: Samin Suresentiko

Banyaknya bahasa Jawa yang keluar sebagai finalis FFPI 2015 membuat Angga Sasongko yakin bahwa peningkatan dunia perfiliman Indonesia akan menjamur dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah walau tidak menutup kemungkinan akan muncul sineas-sineas hebat dari daerah lain dari seluruh Indonesia.

Para pemenang dari kategori pelajar dimanjakan dengan hadiah yang juga sudah disiapakan oleh KompasTV, namun yang membuat spesial adalah Angga Sasongko memberikan kesempatan kepada masing-masing pemenang dari kategori pelajar untuk ikut berkontribusi dalam 6 film yang akan diproduksinya tahun ini. Masing-masing pemenang dapat berkontribusi dalam satu film.

Setelah terlepas dari ketegangan untuk mengetahui pemenang FFPI 2015 dari kedua kategori, seluruh undangan dimanjakan dengan penampilan Dzawin Nur Ikram stand up comedy yang berhasil memecahkan auditorium dengan gelak tawa.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun