Menghutankan kembali hulu Citarum semakin berat ketika para cukong yang selama ini nyaman menduduki hutan negara, menggerakan sekelompok orang dan menghembuskan isu "tentara telah menyerebot tanah rakyat, tentara menggusur petani".
Saya kunjungi di bagian tengah Citarum yaitu Sektor 7. Komandan Sektornya saat itu adalah  Kolonel Kav. Purwadi. Perwira yang banyak menduduki berbagai posisi dan jabatan di BAIS TNI ini berjuang bersama timnya menata bantaran Citarum yang ada di Kabupaten Bandung. Ia harus menata bantaran Citarum sepanjang 13 Km yang telah berdiri 257 bangunan dan 102 kios di Pasar Rancamanyar. Setiap tahun wilayah ini juga kerap dilanda banjir. Namun, pelan-pelan ia mengubah tempat-tempat sampah liar dan bangunan kumuh yang mengokupasi bantaran Citarum menjadi sarana olah raga dan tempat bermain. Menanami dengan tanaman vetiver dan tanaman keras, membuat pos pemantau banjir, mengeruk sedimentasi serta membuat sarana pengelolaan air bersih.
Para pelaku industri dan pabrik tekstil yang paling banyak membuang limbahnya langsung ke Citarum adalah di Sektor 21. Dansektornya saat itu Kolonel Inf. Yusep Sudrajat (sekarang sudah Brigjen). Perwira yang pernah menjabat sebagai Dandim dan Danrem ini harus berhadapan dengan berbagai macam taktik perusahaan agar bisa terus membuang limbahnya ke Citarum. Diperlukan ketegasan dan tidak ada kompromi terhadap para pelaku industri atau pabrik yang masih membuang limbahnya ke anak-anak sungai Citarum yang ada di wilayah Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Sumedang, Banjaran, dan Soreang. Ia dan timnya yang paling banyak mengecor saluran pembuangan limbah pabrik.
Saya masuk dan mengecek langsung lokasi pengolahan limbah di tiga pabrik. Berbicara langsung dengan pimpinan pabriknya. Mereka telah berubah, yaitu PT Kahatex Cijerah, PT Trisula Textile dan PT Kamarga Kurnia. Pertanyaan saya kepada mereka bertiga adalah "Kenapa perusahaan anda mau berubah? Mau membuat IPAL dengan benar, mulai dari biologi hingga kimiawi?". Mereka semua menjawab bahwa bukan zamannya lagi perusahaan bisa semena-mena terhadap Citarum. Kita pelaku industri sangat membutuhkan air untuk operasional pabrik. "Apakah perusahaan anda rugi ketika anda menjalankan IPAL tersebut?" lanjut saya. Semua juga menjawab, bahwa tidak rugi karena sudah masuk sebagai cost produksi.
Dari perjalanan saya mengunjungi mereka semua, saya menarik kesimpulan bahwa prilaku negatif dan keburukan selama ini yang ada di Citarum bisa dirubah. Bisa diperbaiki. Hanya saja butuh konsistensi dan butuh integritas. Tidak bisa lagi sekedar mencari keuntungan pribadi/sekelompok orang. Sama-sama saling mengingatkan agar sama-sama bisa menikmati Sungai Citarum yang bersih dan lestari. (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H