Sekitar satu bulan setelah pertemuan pertama, saya kembali ke Ambon. Saya tidak sendiri. Mengajak satu orang videographer Rekam Nusantara Foundation dan satu jurnalis dari Mongabay Indonesia yaitu alm. Tommy Apriando (mantan Ketua AJI Yogyakarta). Saya mengajaknya karena saat itu ia baru selesai membuat liputan investigasi yang luar biasa tentang anak-anak yang menjadi korban lubang-lubang tambang eks batu bara di Kaltim. Berkolaborasi dengan Majalah Tempo.
Tentunya sebelum kembali ke Ambon, saya minta bantuan Tommy untuk mengecek siapa sosok Doni Monardo. Melalui jaringan AJI maupun Kontras. Bagaimana rekam jejaknya dan apa motifnya mengundang saya untuk membongkar jaringan perdagangan mercury ini.Â
Jangan sampai saya nanti "terhimpit di tengah-tengah". Tommy menyampaikan bahwa namanya bersih dan tidak ada catatan. Tidak ada indikasi terlibat dalam jaringan/pemain yang merusak alam Indonesia (kegiatan ilegal) ataupun berkonflik dengan masyarakat adat. Saya makin kagum, ternyata saya berjumpa dengan perwira tinggi yang "lurus" dan tidak ikut-ikutan merusak alam. Niatnya sama, demi merah putih!
Untuk menguatkan hasil penelusuran, setiba di Pulau Saparua, kami bicara dari hati ke hati. Kebetulan salah satu jurnalis senior Republika yang banyak menulis tentang militer juga ikut bergabung. Di sana, setelah Jumatan kami bicara terbuka, tanpa sekat dan tentunya banyak off the record. Saking asyiknya berdiskusi, kopiahnya pun masih menempel di kepala.Â
Kami habiskan waktu lebih dari tiga jam untuk bertukar pikiran sekaligus membangun rencana liputan mendalam tentang mercury ini. Saya dan Tommy menunjukkan beberapa foto orang-orang yang diduga terlibat. Ia hanya tersenyum lalu berkata "Silahkan diungkap dan dibuktikan, nama saya tidak perlu disebut. Saya cukup di belakang layar saja".
"Silahkan diungkap dan dibuktikan, nama saya tidak perlu disebut. Saya cukup di belakang layar saja"
Tiga hari dua malam di Saparua. Sambil mengikuti kegiatan Kodam XVI/Pattimura kami banyak mendapatkan informasi awal dari para asisten, mulai dari asisten intelejen, asisten operasi, hingga Danrem. Para perwira berpangkat Kolonel ini telah diperintahkan untuk memberikan semua data dan kebutuhan kami selama liputan di Maluku.Â
Mulai dari Kota Ambon, Seram Bagian Barat hingga ke Gunung Botak, Pulau Buru. Termasuk juga hilangnya barang bukti belasan ton cinnabar yang ditangkap oleh anggota Kodam XVI/Pattimura.
Kami habiskan waktu satu bulan di Maluku untuk mengungkap semua jaringan ini. Karena tidak ada yang membiayai (sponsor) alias biaya sendiri, saya mohon izin menginap di mess Kodam ketika sedang berada di Kota Ambon. Menginap di kantor Koramil atau Kodim jika sedang di daerah. Lalu menggunakan kendaraan dinas Kodam selama perjalanan di lapangan. (Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H