Banyak yang bertanya, bagaimana awal mulanya saya mengenal sosok Letjen TNI (Purn.) Dr. (H.C) Doni Monardo. Melalui beberapa cerita berseri ini akan saya coba tuliskan bagaimana saya mengenal sosoknya dan apa saja yang kami kerjakan bersama setelah pertemuan pertama tersebut. Tentunya kegiatan yang kami lakukan adalah yang berhubungan dengan lingkungan.Â
Latar belakang kami sungguh jauh berbeda, namun siapa sangka sosok berlatar belakang militer dan dari Pasukan Khusus (Kopassus) ini jauh lebih hafal jenis dan karakter pohon-pohon yang ada di Indonesia. Tentang pohon dan nama-nama pohon akan selalu diucapkan setiap harinya. Apalagi jika bertemu dengan pejabat negara, wartawan, pelaku usaha, akademisi, mahasiswa, dan para aktivis.
Foto di atas yang diambil pada pertengahan tahun 2017 inilah awal mulanya. Saat itu ia menjabat Pangdam XVI/Pattimura. Saya sedang berada di Ambon membantu perjuangan masyarakat Aru dalam gerakan #SaveAru dengan membuat nobar film dokumenter  tentang Aru di Universitas Pattimura. Ketika di Ambon, salah satu guru besar di IPB University menghubungi saya dan menyampaikan "Kau harus ketemu Doni Monardo. Dia sosok yang peduli lingkungan. Pasti kalian akan nyambung dan gerakan untuk peduli lingkungan akan semakin besar. Aku telpon sekarang agar kau bisa ketemu" katanya dalam bahasa Palembang.
Tentu saya harus menyiapkan mental untuk berjumpa dengan seorang perwira tinggi TNI. Apalagi seorang Panglima. Saya menjelaskan apa yang saya kerjakan selama 12 tahun terakhir dan kenapa saya memilih jalur ini. Melakukan investigasi, riset, advokasi dan membuat video-video dokumenter untuk membangun kesadaran dan kepedulian publik, pelaku usaha dan pejabat.Â
Jika ini tidak dilakukan, berbagai kerusakan alam dan bencana akan melanda bangsa Indonesia. Saya yang asli dari Suku Rejang di sebuah kampung di Bengkulu Utara dan dibesarkan di kebun pastinya sangat sensitif jika melihat sebuah kerusakan alam.Â
Apalagi setelah masuk kuliah dan ambil Kehutanan di IPB University, membuat saya lebih paham tentang arti sebuah kawasan hutan dan kelestarian ekosistem. Makin sensitif terhadap isu kerusakan alam ketika masuk ke sebuah organisasi Pecinta Alam Lawalata IPB.
Diluar dugaan, setelah saya menyampaikan itu semua. Dengan tegas ia menyatakan "Saya mendukung apa yang kamu lakukan. Hutan dan alam kita harus kita selamatkan. SDM dan penguasaan teknologi kita masih rendah.Â
Satu-satu yang bisa kita andalkan di negara ini adalah kekayaan alamnya". Tidak hanya itu, ia pun meminta saya membongkar jaringan perdagangan mercury di Maluku. Mulai dari Gunung Tembaga, Seram Bagian Barat hingga ke Sukabumi, Jawa Barat. Apa modusnya dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. Jika tidak dicegah, ini akan menjadi bom waktu bagi bangsa Indonesia.
Saya sampaikan, saya tahu kasus ini. Tapi ini mafia, jaringannya sangat kuat. Bagaimana safety dan security-nya? Salah satu jurnalis yang melakukan liputan tentang Gunung Botak saja harus dievakuasi ke Kodam lalu ke Makassar. "Saya di belakang kamu dan satu Kodam ini di belakang kamu" tegasnya. Saya terperanjat. Kok bisa ada perwira tinggi TNI yang punya pemikiran seperti ini.
"Saya di belakang kamu dan satu Kodam ini di belakang kamu"