Mohon tunggu...
Husni Setiawan
Husni Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Tutor Universitas Terbuka dan Karyawan Magang Perkumpulan Scale Up Riau

Pemikiran hanya bisa abadi dalam sebuah tulisan sederhana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tugas Berat KPU Menanti Jelang Debat

15 Februari 2019   08:36 Diperbarui: 15 Februari 2019   08:57 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat capres dinanti. Bukan untuk di pahami, tapi hanya untuk dibully.

Mengunggu debat capres kedua, dengan tema energi dan pangan, Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan hidup dan infrastruktur. Tema yang lebih rumit dibanding membahas hukum dan HAM pada debat pertama. Ditambah dengan tidak adanya kisi-kisi yang diberikan. 

Praktis, banyak yang menantikan bahan untuk dijadikan topik guyonan. Bagi pendukung kedua calon hanya bersorak tanpa melihat konten/isi pembicaraan.

Penulis tidak merendahkan kualitas calon pemimpin bangsa. Namun penulis memahami bahwa kurang pas jika rakyat menuntut pemimpin harus mengetahui ilmu dari setiap materi debat yang disiapkan oleh KPU. Toh capres bukan seorang filsuf yang mengetahui banyak hal.

Tidak bisa kemudian capres dituntut layaknya Rocky Gerung dan Fahri Hamzah dalam berdebat. Tidak pas jika membayangkan debat presiden seperti debat para pakar di Indonesian Lawyers Club (ILC) dan tidak bisa menuntut moderator kritis seberti Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa.

Mulai dari kampanye tahun 2004 sampai 2014 rakyat Indonesia dijanjikan oleh capres melaui debat kandidat. Setiap individu rakyat Indonesia merasakan hal yang berbeda dari setiap rezim yang berkuasa.

Pedagang baju dan pemborong proyek memiliki kepuasan yang berbeda pada setiap rezim. Pedagang baju bermodal besar dan pemborong proyek besar memiliki kepuasan yang berbeda pula. Partai koalisi dan oposisi memiliki kepuasan yang berbeda dari setiap rezim. Dulu oposisi, sekarang koalisi.

Keberhasilan janji kampanye politik bergantung kepada posisi penikmatnya.

Pemilihan langsung harus didahului pemaparan visi dan misi dari capres. Penyampaian tersebut dibutuhkan bagi pemilih rasional untuk menentukan sikap. Namun jika janji yang disampaikan dianggap tidak rasional apakah pemilih rasional tadi akan golput? Inilah sebenarnya menjadi pertimbangan bagi KPU dalam menampilkan debat kandidat.

Tanggung jawab besar berada dalam institusi KPU untuk menampilkan debat secara rasional. KPU tidak berpihak kepada capres, namun berpihak pada keinginan masyarakat. Puluhan triliun rupiah uang negara dihabiskan untuk proses pemilihan umum. Jangan kemudian menampilkan tampilan receh yang kurang bermanfaat.

Masyarakat Indonesia memang tergolong sebagai masyarakat yang lemah membaca buku. Tapi yakinlah bahwa masyarakat Indonesia sangat lihai membaca alam. Kemampuan membaca alam sampai kepada mengetahui mana pemimpin yang jujur dan mana yang tidak. Menghadirkan debat yang tidak rasional hanya menambah panjang kasus golput bagi pemilih rasional.

Sebelum terlambat. Kemaslah konsep debat yang lebih cerdas dan memiliki daya tarik untuk disimak. Buatlah  perdebatan yang membahas gagasan utama dan langkah strategis atas persoalan pangan, SDA, lingkungan hidup dan infrastruktur. Bukan saling menampilkan kesalahan satu sama lain.

Jangan salahkan golput jika tidak mampu menghadirkan sajian debat kandidat yang berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun