Tiba-tiba beliau memiringkan kepalanya ke  Handphone temanku, ingin melihat hasil fotonya. Tanpa di duga beliau meminta kami berfoto bareng, beliau ingin punya foto bersama dan minta kami mencetaknya. "Cuci nyah Nak" (Cetak ya, Nak). Kamipun mengiya kan keinginan beliau, padahal di hati "Buat apa di cetak ya, hanya foto selfie" Hehe.
Spele bagi kita ternyata sangat berharga untuk orang lain. Singkat cerita, 3 minggu setelah kunjungan waktu itu kami datang kembali. Ternyata temanku, sebelum hari raya idul fitri sempat mengunjungi Nek Amnah dan temannya membantunya mencetak hasil foto selfi yang waktu itu. Aku hanya bisa tersenyum melihat dua bingkai foto menggantung di rumah Nek Amnah.Â
Foto selfie kami dengan Nek Amnah adalah satu-satunya foto bersama yang menggantung di rumah sederhana itu. Sudah seperti foto keluarga saja, padahal kami bukanlah siapa-siapanya beliau.Â
Tapi kulihat beliau sangat senang memiikinya. Melihat dinding anyaman bambu beliau tergantung foto kami, membuatnya merasa seperti orang lain.Â
Seperti orang lain yang memiliki keluarga juga. Sedih, aku sangat sedih. Membayangkan kehidupan Nek Amnah selama ini dan membayangkan jika diposisi beliau. Seorang diri dan tidak memiliki siapa-siapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H