Bayangkan bila seseorang yang mencinta teramat dalam,
terhukum perpisahan dengan kekasihnya.
Tak ada lagi perjumpaan. Wajah yang dipandang. Bisik suara. Aroma tubuh. Bahkan kabar tentangnya.
Tak akan pernah ada lagi setitik apapun denganNya.
Tapi sedikitpun, Jin tak pernah mengeluh.
Hatinya tak tergoyahkan.
Perpisahan bukan hal apa-apa.
Hanya binasa (ketiadaan), satu-satunya yang pantas merubuhkan keyakinannya.
Bahwa cinta itu tak mendua, kesetiaan suci itu tak berbagi.
Karenanya, sujudku semata-mata hanya milikMu.
Itu ia pegang sejak pertama diciptakan dan akan sampai kapanpun.
“Aku hambaMu yang lebih setia daripada dia (manusia). Aku lebih mencintaiMu daripada dia (manusia). Aku hanya memohon satu, izinkan aku ikut ke dunia, bersamanya, demi untuk membuktikan itu.”
Dan dia, asal muasal bangsa setan, yang ternyata memilih terlemparkan dalam kobaran api bersama cinta dipersemayaman abadinya, mungkin benar adanya.
Benar bila tentang kesabaran dan kesetiaan tak ada yang sebaik dirinya.
Sebab, kita kadang bahkan sanggup melakukan sujud yang munafik.
Sama seperti kalimat "Kesabaran akan selalu berbuah manis..."
Lama-lama makin terlihat materialistis. Udang di balik batu.
Sepertinya tapi.
NB: misalnya tulisan ini gak jelas juntrungan, maka paling tidak poin yang ditawarkan 'Jin ternyata jatuh cinta pada Tuhan'. atau mungkin 'Betapa gak penting jadi matre, gak disuka jin, bisa-bisa tiap malam minggu diapeli'.
* * *
Kampung Pettarani, Makassar 16 september 2011.
sumber gambar: http://anuranjanbhatia.deviantart.com/art/My-Heart-on-Fire-58522121?q=boost%3Apopular%20heart%20and%20fire&qo=16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H