Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"(QS.2:33)
Era pertumpahan darah memanglah telah terjadi. Era ini memanglah menjadi sebuah catatan kelam bagi peradaban umat manusia. Kekhawatiran para malaikat tentang itu memanglah telah terbukti kebenarannya. Potensi membuat kerusakan dan mempertumpahkan darah itupun masih tetap ada bersemayam di dalam diri manusia. Tapi kita tetaplah harus percaya bahwa umat manusia sanggup untuk berubah. Dan Allah tahu dengan pasti bahwa pada akhirnya umat manusia akan benar-benar menjadi satu umat yang mampu berhenti dari budaya mempertumpahkan darah itu.
Mestilah kita tetap percaya pada kekuatan kalbu manusia yang tidak akan mungkin selamanya mengingkari fitrah penciptaannya. Pada waktunya manusia akan benar-benar tunduk dan patuh kepada suara Tuhan yang terus menyala-nyala di dalam setiap jiwa manusia. Pada waktunya kita akan melihat manusia secara bersama-sama menerima dengan lapang dada kodrat hidupnya sebagai satu kesatuan umat manusia yang bersaudara. Seberapapun jauhnya sudah manusia lari dari semua itu, pada akhirnya kepada Allahlah ia harus kembali jua.
Seberapapun manusia berpaling dari kerinduan hati terdalamnya, kerinduan itu akan terus bergema memandu manusia mencapai kesejatiannya sebagai mahluk Tuhan yang diciptakan dalam kesempurnaannya. Manusia tidak akan mampu mengingkari bahwa dalam persatuan itu keselamatan diri berada, dalam persaudaraan itulah ketentraman hati terpenuhi dan dalam kasih sayang itulah kedamaian jiwa akan menjadi nyata.
Manusia memanglah mahluk yang penuh dosa. Manusia itu memanglah tempatnya salah dan lupa. Ya, memang demikianlah adanya kita. Tapi itu hanyalah separuh dari diri manusia. Karena manusia juga adalah mahluk yang rindu untuk kembali. Rindu untuk dicintai oleh Ilahi Rabbi. Manusia memang tidak seperti malaikat yang tak pernah salah dan keliru. Tapi manusia benar-benar mahluk pembelajar yang hebat. Berbeda dengan malaikat yang statis dan tidak berkembang. Berbeda dengan malaikat yang hanya tahu apa-apa yang dibertahukan Allah padanya.
Manusia adalah mahluk yang amat dinamis dan terus berkembang di sepanjang waktu dan zaman. Manusia adalah mahluk yang memiliki kemampuan untuk menangkap pesan dan ilmu Allah yang tersebunyi dibalik benda-benda. Dibalik setiap ciptaan-ciptaan yang ada di alam semesta ini. Tak terhitung sudah banyaknya rahasia-rahasia alam semesta yang berhasil kita ungkap. Tak terhitung sudah banyaknya pengetahuan yang kita kumpulkan dalam perbendaharan kita. Dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman manusia terus bergerak maju mengembangkan wawasanya, mempertajam kebijaksanaannya, memperluas hikmah dan ilmunya dan memperindah peradabannya. Potensi dan kecerdasan yang demikian itulah yang menjadi dasar Allah atas firmannya kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Meski banyak hal kelam yang tertoreh dalam sejarah peradaban umat manusia, namun membaca tanda-tanda zaman dan segala kejadian yang terjadi dalam peradaban kita ini, boleh kita berbesar hati karena nampak sekali kita semakin dekat pada datangnya sebuah peradaban damai persaudaraan umat manusia. Nampak bahwa telah sampai kita pada ujung zaman dari era mempertumpahkan darah itu. Ada dua periode besar era mempertumpahkan darah itu dalam peradaban kita umat manusia. Periode yang kita kenal dengan sebutan imperialisme kuno dan priode yang kita kenal dengan sebutan imperialisme modern.
Priode imperialisme kuno adalah rentan masa berjalannya budaya takluk-menaklukan yang didorong oleh semangat menyebarkan agama dan keyakinan. Periode ini berlangsung di sepanjang zaman agama-agama. Dan semua agama-agama besar yang kita kenal hari ini dapat kita katakan lahir dan berkembang bersama imperialisme kuno ini. Adapun periode imperialisme modern adalah rentan masa berjalannya budaya takluk-menaklukan yang awal berlangsungnya dipicu oleh datangnya revolusi industri di abad 18, yang telah mendorong bangsa-bangsa industrialis menjajah bangsa-bangsa lain untuk memenuhi kebutuhan industri mereka.
Di era imperialisme modern inilah kerusakan dan pertumpahan darah yang dilakukan oleh umat manusia mencapai puncaknya. Penjajahan bangsa atas bangsa terjadi merata di seluruh belahan dunia dan telah menggiring umat manusia pada episode kelam perang dunia I yang berlangsung dari tahun 1914 sampai dengan tahun 1918. Yang kemudian berlanjut pada episode kelam berikutnya yaitu perang dunia II yang berlangsung dari tahun 1939 sampai dengan tahun 1945.
Di kedua perang dunia ini saja jumlah korban manusia yang mati ditumpahkan darahnya oleh manusia lainnya mencapai lebih dari 80.000.000 jiwa. Sementara itu, kita tahu bahwa di sepanjang sejarah peradaban umat manusia, tercatat ada ratusan perang besar yang pernah terjadi di dalamnya. Yang dari itu semua dapatlah kiranya kita membayangkan telah berapa banyaknya darah manusia yang ditumpahkan oleh manusia lainnya.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-Rum [30]:41).
Dari panjangnya rentan masa mempertumpahkan darah yang kita alami itu, terdapat sebuah peristiwa besar yang amat penting untuk menjadi catatan kita bersama. Karena nampaknya peristiwa tersebut dapat menjadi tanda buat kita bahwa kita telah tiba dipenghujung era mempertumpahkan darah. Telah terjadi di masa perang dunia II sebuah peristiwa yang mampu mengguncang dan membuka kesadaran umat manusia akan betapa besarnya bahaya kehancuran yang menanti umat manusia dari budaya perang ini. Peristiwa besar tersebut adalah peristiwa dijatuhkannya bom atom di dua kota besar Hirosima dan Nagasaki di Jepang oleh Amerika dan Sekutu. Dasyatnya peristiwa ini benar-benar telah merubah pandangan umat manusia tentang perang.
Menyaksikan hancurnya kota Hirosima dan Nagasaki dan menyaksikan tewasnya lebih dari 450.000 manusia dalam sekejap mata oleh kedasyatan bom atom tersebut, telah membuat umat manusia dan telah membuat bangsa-bangsa tercengang dan tersadarkan akan besarnya potensi yang dimiliki umat manusia untuk saling menghancurkan dirinya sendiri. Spontan peristiwa tersebut telah membuat dunia memutuskan untuk mengakhiri perang dunia II yang sedang berlangsung tersebut.
Rupanya modernisasi yang dicapai umat manusia telah menempatkan budaya perang; budaya imperialisme dan kolonialisme menjadi sebuah mesin penghancur peradaban umat manusia yang tak terelakan. Perang telah menjadi ancaman yang amat serius bagi keberlangsungan umat manusia dan bumi ini. Dan meskipun peristiwa besar ini belum berhasil membuat sebahagiaan manuisa dan bangsa mengubur secara total budaya imperialisme dan kolonialisme dari otak dan jiwa mereka, namun gema yang dihasilkan dari peristiwa ini telah menghidupkan semangat banyak manusia, banyak kalangan dan banyak bangsa untuk dapat melahirkan sebuah resolusi yang dapat menjamin terwujudnya perdamaian abadi.
Bersamaan dengan itu, masih di tahun 1945, di tahun yang sama dengan berakhirnya perang dunia II itu dan di tengah kegalauan dan kegelisahan umat manusia akan dasyatnya ancaman kehancuran yang dapat ditimbulkan oleh peperangan, lahirlah sebuah bangsa yang bersama dengan kelahirannya itu membawa sebuah ajaran; sebuah prinsip; sebuah maklumat; sebuah resolusi yang akan dan dapat menghentikan serta menghapuskan secara total budaya perang; budaya jajah-menjajah; budaya takluk-menaklukan; budaya imperialisme dan kolonialisme itu. Bangsa tersebut adalah bangsa Indonesia.
Bangsa yang memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah panjang yang dialami bangsa Indonesia dan tempaan-tempaan hebat yang dijalaninya selama ratusan tahun hidup dalam penindasan bangsa lain, telah membentuk bangsa Indonesia menjadi bangsa yang secara mengagumkan mengenal dengan amat baik arti dari kemerdekaan. Penjajahan panjang yang dialami bangsa Indonesia telah membuatnya memahami dan menyakini bahwa semestinya tidak ada satu bangsa pun di dunia ini yang boleh dijajah oleh bangsa lain.
Dan tidak boleh ada satu bangsa pun di dunia ini yang mempunyai hak untuk menjajah bangsa lain. Maka sudah semestinyalah setiap bangsa mempunyai hak yang sama untuk menjalani kehidupan kebangsaannya secara merdeka tanpa ada intervensi dan eksploitasi dari bangsa lain. Dan sudah semestinyalah setiap bangsa itu merdeka untuk menjadi bangsanya sendiri dan hidup secara berdikari menurut nilai-nilai, budaya dan keyakinan kebangsaannya sendiri. Di dalam deklarasi kemerdekaannya, bangsa Indonesia dengan tegas dan gamblang menyatakan:
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."(Deklarasi Kemerdekaan Indonesia Alinea 1)
Apa yang dinyatakan bangsa Indonesia di dalam deklarasi kemerdekaannya tersebut adalah sebuah maklumat yang insya Allah akan merubah secara total tatanan dunia lama yang masih mengandung budaya pertumpahan darah. Sekaligus ini juga merupakan sebuah dasar berpijak yang amat kokoh bagi terbentuknya tatanan dunia baru yang sepenuhnya terbebas dari budaya mempertumpahkan darah itu. Datangnya ajaran kemerdekan bangsa-bangsa yang dibawa oleh bangsa Indonesia inilah yang akan menjadi titik awal tergenapinya sanggahan Allah kepada para malaikat atas kekhawatiran mereka terhadap kecenderungan umat manusia menumpahkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi.
Akan tergenapilah firman Allah yang menyatakan: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".Telah Allah perkenalkan kepada manusia suatu nama; asma; isme; ajaran; konsep; prinsip; hikmah yang akan menjadi landasan bagi manusia untuk mengakhiri era mempertumpahkan darah. Dan dari ini kita tahu bahwa telah dekatlah saatnya bagi umat manusia untuk membuktikan diri mereka mampu untuk melahirkan sebuah peradaban yang dapat secara total menghapuskan budaya pertumpahan darah; budaya imperialisme dan kolonialisme; budaya eksploitasi manusia atas manusia bangsa atas bangsa itu. Inilah sebuah dasar yang membuat mungkin bagi terwujudnya perdamaian yang abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H