Mohon tunggu...
Edy Suryadi
Edy Suryadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ketua Umum Rumah Kebangsaan Pancasila

Inner Life is The Real Life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam Itu Menyelamatkan, Mendamaikan dan Mensejahterakan

29 November 2016   16:15 Diperbarui: 29 November 2016   16:23 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya´qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri". Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.  (QS. Ali Imran [3]:84-85)

Islam yang kita kenal hari ini tentulah bukan sebuah ajaran yang terputus dari ajaran para nabi sebelumnya. Telah panjang Islam berjalan melintasi ruang dan waktu; melintasi zaman demi zaman sampai kepada kita hari ini. Tidak sedikit umat dan kaum yang telah disentuh oleh Islam di sepanjang masa perjalanannya melintasi peradaban manusia. Kita mengimani Allah dan kita mengimani kebenaran yang telah Allah turunkan kepada para nabi. Tapi kini kita melihat dan menyaksikan bagaimana para pengikut nabi-nabi utusan Allah itu telah terpecah dalam banyak sekali pecahan dan golongan. Entah berapa banyak pecahan dan golongan yang ada dan telah membentuk dinding yang memisahkan para pengikut nabi-nabi itu. 

Dalam pecahan besarnya pengikut para nabi itu telah menjadi tiga golongan umat. Yahudi, Nasrani dan Islam. Dan tidak hanya berhenti sampai di situ, tiap-tiap pecahan besar itupun telah terpecah dalam kepingan-kepingan kecil yang kita sendiri akan kesulitan untuk menghitung jumlah kepingan pecahan tersebut. Begitulah hebatnya perpecahan yang terjadi dalam tubuh para pengikut nabi-nabi ini. Dalam tubuh umat manusia ini.

Atas realita yang ada ini sudah semestinyalah kita bertanya. Bagaimankah bisa kita, para pengikut nabi-nabi yang diutus oleh Tuhan yang sama, yang datang dengan membawa ajaran yang sama, menjadi terpecah sedemikian rupa dan bukan saja kita tidak menganggap satu sama lain sebagai saudara, bahkan kita telah memandang satu sama lainya sebagai musuh. Tiap-tiap kita berdiri dengan bangga menganggap bahwa diri dan golongannyalah yang paling benar di mata Tuhan. Pernahkah kita bertanya apakah memang yang demikian inilah yang Allah kehendaki? 

Apakah memang inilah yang diingingkan oleh para nabi? Ataukah semua ini terjadi lantaran kesombongan hati kita yang masih dikuasai oleh dengki? Perlulah juga kita memikirkan barang sejenak apakah jika seandainya, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad saw. dan semua para nabi Allah lainnya Allah hadirkan kembali bersama-sama di atas bumi ini hari ini, akankah mereka saling berselisih? Saya yakin tidak! Pastilah mereka akan menjadi saudara satu sama lainnya. Lalu, sebenarnya ada apakah dengan kita? Lantaran apakah kita para pengikut nabi-nabi ini merasa enggan berupaya untuk menjadi saudara? Apakah memang kita ini sebenarnya berdiri di atas ajaran yang berbeda, atau keangkuhan kitalah yang telah membuat kita merasa berdiri di atas ajaran yang tak sama?   

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).  (QS. Al-Mu’minun [23]:53)

Hebatnya perpecahan yang ada di dalam realita kehidupan beragama kita hari ini, memang sangatlah wajar membuat sebagian orang merasa bahwa ini adalah realita yang mau tidak mau harus kita terima. Wajar memang jika sebahagian kita menjadi kehilangan asa untuk melakukan sebuah upaya membangun persaudaraan dalam tubuh umat manusia. Kita mungkinlah juga menjadi termasuk orang-orang yang berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru? (QS. Al-Isra [17]:49). Tapi meskilah demikian pikiran kebanyakan manusia, tentulah kita tidak boleh lupa bahwa Allah berkuasa untuk membangkitkan kembali umat yang telah menjadi tulang-belulang yang berserakan ini menjadi satu umat yang utuh dan hidup.

 Dan haruslah kita ingat pula bahwa jika kita mengaku sebagai pengikut agama tauhid, tidaklah bisa dan boleh kita menyepelekan persatuan dan persaudaraan. Haruslah selalu kita ingat bahwa berpecah-belah adalah sebuah dosa. Berpecah-belah adalah sebuah kemusyrikan. Berpecah belah adalah bentuk nyata bahwa kita berkata Allah itu tidaklah Esa. Dengan berpecah-belah itu seolah-olah setiap golongan mempunyai kebenarannya sendiri-sendiri yang berbeda dengan yang lainya. Seolah-olah setiap golongan itu mempunyai Tuhannya sendiri sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Tidak! Kebenaran itu tidaklah dua, tiga ataupun empat adanya. Kebenaran itu satu sebagaimana Tuhan itu Esa adanya. Hidup dalam kebenaran yang sama itulah kodratnya manusia. Itulah pengakuan kita yang sebenar-benarnya bahwa Allah itu Esa.

Dengan begitu banyaknya kepingan dan pecahan Islam yang berserakan sedemikian rupa, dimana tiap-tiap golongan merasa bahwa golongannyalah yang paling benar, lalu siapakah yang membawa Islam yang sebenar-benarnya? Untuk dapat menjawab hal itu tentu kita harus mengenal terlebih dulu apa yang disebut Islam itu. Islam, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, secara bahasa dapatlah berarti: selamat, damai, sejahtera, bersih dan juga dapatlah berarti berserah diri. Yang jika kita terjemahkan secara sederhana, sesungguhnya Islam itu adalah sebuah jalan hidup untuk mencapai keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan dengan cara berserah diri kepada Allah Tuhan semesta alam. Inilah definisi dari Islam itu. Inilah karakter dari Islam itu.

 Yang seperti itulah Islam. Dengan kata lain, dapat kita katakan bahwa siapapun golongan yang tidak membawa karekter yang demikian itu, tidaklah dia dapat kita sebut sebagai Islam. Dengan ukuran ini maka menjadi tidak bingunglah kita dalam mengenali Islam. Ketika kita melihat ISIS berdiri dengan arogan membawa bendera dan segala rupa atribut Islam pada diri mereka itu dan mengklaim bahwa mereka adalah pembawa dan penegak Al-Islam, tidaklah itu kemudian membuat kita cepat-cepat berkata bahwa mereka benar-benar Islam. Kita harus melihat dengan teliti karakter yang mereka bawa itu. Dan ketika kita menyaksikan kesombongan yang mereka tunjukan, kekerasan yang mereka pertontonkan, pembantaian yang mereka halalkan, kebencian dan perpecahan yang mereka tebarkan, sudahlah cukup nyata buat kita untuk berkata bahwa mereka bukanlah Islam. Karena Islam bukanlah atribut. Islam bukanlah label. Islam adalah konsep; I

slam adalah ajaran; Islam adalah karakter yang menyelamatkan, mendamaikan dan mensejahterakan. Islam adalah agama yang mempersatukan dan Islam bukan agama yang mencerai-beraikan. Islam adalah agama yang menyelamatkan dan Islam bukanlah agama yang mengadakan kerusakan. Islam adalah agama yang mendamaikan dan Islam bukanlah agama yang mengadakan permusuhan. Islam adalah agama yang mensejahterakan dan Islam bukanlah agama yang mengadakan kehancuran. Islam adalah agama yang bersih dalam keberserahan kepada Allah Tuhan yang Rahman dan Rahim dan Islam bukanlah agama yang menabur fitnah dan kebencian.

Keadaan umat yang berpecah-belah sedemikan rupa itu sebenarnya dapatlah kita katakan sebagai sebuah tanda bahwa telah terlepasnya ruh Islam dari tubuh umat manusia. Hal ini seumpama dengan tubuh yang kehilangan nyawa yang kemudian menjadi terurailah ia hancur menjadi tulang-belulang yang berserakan dimana-mana. Tubuh memanglah tak bisa dipisahkan dengan jiwa. Dan kebangkitan itu hanya dapat terjadi ketika jiwa dikembalikan untuk menyatu kembali dengan tubuhnya.

 Di sinilah tugas bagi anak-anak manusia yang masih memiliki nafas Islam di dalam dirinya untuk bekerja. Untuk berupaya dengan segenap jiwa menghadirkan Islam agar menjadi jiwa yang hidup di dalam diri umat manusia. Dan meski mempersatukan umat manusia yang telah berpecah-belah sedemikian rupa bukanlah sebuah perkara mudah, tapi hal itu tidaklah berarti tidak ada cara dan tidaklah berarti kita harus kehilangan asa untuk berusaha. Karena kebangkitan itu sebenarnya bukanlah kehendak kita manusia melainkan kehendak Dia Tuhan Yang Maha Berkuasa. Maka beruntunglah orang-orang yang menjadi tangan-tangan-Nya untuk mewujudkan kembali persatuan dan persaudaraan umat manusia.

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".  (QS. Ali Imran [3]:64)

Ada teramat banyak hal memang yang dapat kita perdebatkan dan kita jadikan alasan perpecahan dan permusuhan. Ada banyak hal yang dapat kita perselisihan dan tidak akan pernah usai kita perdebatkan sampai dunia ini berakhir sekalipun. Dan entah sudah berapa lama kita berselisih dan masih terus saja berselisih tanpa akhir sampai hari ini. Sampai-sampai itu membuat kita menjadi orang-orang yang begitu cerdas untuk melihat segala hal yang berbeda di antara kita. Begitu cerdas untuk menemukan yang tak sama di antara kita. Begitu cerdas untuk membuktikan bahwa kita memang tidak serupa. Dan kita telah menjadi orang-orang yang begitu amat tumpul untuk melihat yang sama dari segala perbedaan yang kita punya. Kita benar-benar telah lupa bahwa kita berdiri di atas ajaran yang sama. 

Bahwa kita berdiri di atas iman yang serupa. Bahwa kita ini adalah orang-orang yang percaya bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang harus kita sembah. Kita lupa bahwa kita adalah anak-anak manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang sama itu. Anak-anak manusia yang terlahir dalam fitrah diri yang sama; dengan kebutuhan hidup yang sama; dengan kecenderungan yang sama; dengan harapan dan kerinduan yang sama. Kita benar-benar sedang mencari hal yang sama. Dan semua yang kita butuhkan itu sesungguhnya dapat kita wujudkan bersama. Dan bahkan sebenarnya hanya di dalam kebersamaanlah kita dapat mewujudkannya.

Sungguh sebenarnya bumi dengan segala kekayaan yang ada di dalamnya itu benar-benar cukup untuk membuat seluruh manusia menjadi sejahtera. Tidak terhitung banyaknya makanan dan kekayaan yang tersedia di darat dan di laut yang benar-benar cukup membuat setiap manusia hidup dalam kemakmuran. Pada dasarnya kita tidak mempunyai masalah dengan kemiskinan ataupun kelaparan. Satu-satunya masalah yang kita punya, yang membuat banyak manusia menjadi miskin, lapar dan menderita adalah kesombongan dan keserakahan kita. Karena kita masih belum mau untuk ihlas hati mencapai kesejateraan dan kebahagian bersama-sama. Kita masih dikuasai keinginan untuk sejatera sendiri, untuk menang sendiri dan untuk bahagia sendiri. 

Padahal tidaklah demikian itu kodratnya umat manusia. Kita ditakdirkan Tuhan untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Keserakahan untuk sejahtera sendiri, menang sendiri dan bahagia sendiri inilah yang telah menimbulkan penderitaan dan kerusakan bagi kita semua. Kita telah melanggar hukum Tuhan yang mengharuskan kita untuk saling memelihara, saling menghormati hak sesama dan hidup sebagai saudara. Kita telah mengingkari Al-Islam. Padahal Islam itu sesuatu yang nyata. Islam itu sebuah realita yang tidak bisa kita dustakan. Islam adalah kebenaran yang tak bisa kita bantah. Dapatkah kita mengingkari fakta bahwa setiap manusia mengharapkan keselamatan, merindukan kedamaian dan menginginkan kesejahteraan?

 Dapatkan kita mendustakan fakta bahwa tidak ada cara lain yang tersedia untuk mewujudkan itu semua selaian dari mematuhi hukum-hukum kebenaran yang telah Tuhan tetapkan? Dapatkah kita membantah bahwa semua yang manusia cita-citakan itu hanya dapat kita capai dengan mewujudkan sebuah tatanan berkehidupan yang sepenuhnya menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan? Sungguh Maha Benar Allah atas firman-Nya yang menyatakan: ”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya.”  (QS. Ali Imran [3]:84-85). Karena Islam adalah satu-satunya agama untuk umat manusia.

Untuk keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan umat manusia maka haruslah benar-benar kita tidak meributkan segala macam perbedaan yang kita punya. Kita harus bertoleransi atas keberagaman kita. Dan kita boleh saja berbeda dalam segala bentuk dan rupa. Satu-satunya yang tidak boleh bagi kita hanyalah melanggar hak-hak sesama manusia. Satu-satunya yang tidak boleh bagi kita adalah tidak menegakkan keadilan yang setara bagi setiap manusia. Tidak boleh ada kecurangan yang dibiarkan. 

Tidak boleh ada eksploitasi manusia atas manusia apapun bentuknya. Setiap orang harus dihormati dan dijaga hak-haknya sebagai manusia. Dengan cara itulah kita menghormati Tuhan. Dengan cara itulah kita mematuhi hukum-hukum-Nya. Dengan cara itulah kita berserah diri kepada-Nya. Dengan cara itulah kita berislam.

Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.  (QS. Luqman [31]:22)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun