[caption caption="sumber: qur'an digital"]
[/caption]
Bismillahirrahmanirrahim #1
Dalam nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Basmallah mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam agama Islam. Di dalam Islam kita diperintahkan untuk selalu memulai pekerjaan dengan membaca basmallah. Bahkan ada satu hadist yang mengatakan bahwa tiap-tiap perbuatan yang baik yang tidak dimulai dengan bacaan basmallah, maka akan terputus keberkahannya. Satu hal penting yang perlu kita mengerti terkait hal itu adalah bahwa setiap perbuatan itu sangatlah tergantung dari niatnya. Perbuatan yang tergolong baik sekalipun, jika tidak dilakukan dengan sebuah niat yang benar, perbuatan tersebut pun akan menjadi perbuatan yang kehilangan berkahnya dan bahkan bisa menjadi perbuatan yang sia-sia di mata Allah.
Adanya keharusan mengawali setiap perbuatan dengan membaca basmallah adalah sebagai pengingat agar kita memastikan setiap hal yang kita kerjakan haruslah kita kerjakan dalam nama Allah atau selaras dengan ajaran-Nya. Ajaran Allah Tuhan yang Rahman dan Rahim itu. Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang itu. Sehingga karenanya, apapun yang kita lakukan haruslah merupakan implementasi dari ajaran kasih sayang Allah. Artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan perbuatan yang bermanfaat, perbuatan yang menguntungkan buat orang lain dan kehidupan, tidak merusak, tidak merugikan orang lain dan perbuatan tersebut dilakukan karena Allah semata. Ketika kita melakukan perbuatan yang baik, seperti memberi makan kepada orang miskin misalnya, tapi kita melakukan hal tersebut karena ingin dipuji oleh orang lain, atau karena ingin menyombongkan diri, atau malah karena kita bermaksud untuk merendahkan orang yang kita tolong tersebut, maka sebenarnya apa yang kita lakukan itu termasuk adalah termasuk dalam perbuatan yang tidak dilakukan dengan basmallah; walaupun ketika melakukannya kita mengucapkan basmallah. Terlebih lagi jika perbuatan yang kita lakukan adalah perbuatan jahat dan memang jelas-jelas merugikan orang lain atau merusak. Perbuatan yang merugikan orang lain, seperti mencuri misalnya, sekalipun ketika melakukan perbuatan tersebut diawali dengan bacaan basmallah, tetap saja hakekatnya tidaklah perbuatan tersebut dikukan dengan basmallah karena mencuri itu bukanlah ajaran kasih sayang Allah. Bukanlah ajaran Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Jadi, makna keharusan mengawali setiap perbuatan dengan membaca basmallah adalah memastikan bahwa apapun yang kita lakukan haruslah selaras dengan ajaran kasih sayang Allah dan haruslah kita lakukan dengan niat semata-mata untuk mencari keridhaan Allah. Dan hanya di dalam ajaran Allah ini sajalah terdapat jaminan berkah, kemanan dan keselamatan bagi kita. Di luar dari ajaran Allah kita tidak akan mendapatinya.
Â
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin #2
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
Jika basmallah adalah kalimat yang menjadi keharusan untuk diucapkan saat kita hendak melakukan sesuatu, hamdallah sebagaimana tertulis seperti pada ayat kedua surat Al-Fatihah ini adalah kalimat yang dianjurkan kepada kita untuk mengucapkannya setiap kali kita telah selesai melakukan pekerjaan. Hamdallah adalah sebuah ucapan syukur kita kepada Allah Tuhan semesta alam. Hamdallah adalah sebuah bentuk pengakuan akan kemahakuasaan Allah dan ketidakberdayaan kita di hadapan-Nya. Hamdallah adalah ekpresi pujian kita akan keserbabaikan Allah.
Ayat kedua dari surat Al-Fatihah ini merupakan kalimat yang jika kita dapat memahaminya dengan baik akan dapat membentuk sikap mental yang luar biasa pada diri kita. Salah satu hal yang mesti kita pahami betul darinya adalah bahwa Allah itu adalah satu-satunya yang pantas untuk dipuji dan diagungkan serta tidak ada seorangpun yang layak untuk kita puji dan agungkan selain dari Allah. Hal ini tentu bukan berarti kita tidaklah boleh memuji atau menghormati orang, akan tetapi hendaklah kita menyadari sepenuhnya bahwa Allah adalah sumber dan sebab dari segala kebaikan. Sehingga setiap pujian dan penghormatan kita kepada orang lain pun menjadi pujian dan penghormatan yang akan selalu berujung kepada Allah. Hal tersebut akan menjaga kita dari menuhankan yang lain selain Allah. Dan kesadaran akan Allah adalah sumber dan sebab dari segala kebaikan juga akan menjaga kita dari sikap menyombongkan dan meninggikan diri di hadapan Allah dan manusia; karena kita tahu betul bahwa hakekatnya tiadalah daya kita tanpa Allah. Dan semua pemahaman itu akan memebentuk motivasi hidup yang bersih pada diri kita. Motivasi hidup yang tulus hanya untuk ridha Allah semata.
Hal penting lainnya yang juga mesti kita pahami betul dari ayat ini adalah pengakuan akan kesempurnaan dan keserbabaikan Allah. Dimana bagi kita Allah adalah Tuhan yang kita memuji-Nya dalam segala situasi. Kita meyakini bahwa apapun yang terjadi dan seperti apapun situasinya, Allah tidak pernah tidak baik. Dia maha baik, selalu baik dan selamanya akan tetap baik. Pandangan yang demikian ini tentu akan berpengaruh besar terhadap sikap mental kita dalam menjalani hidup. Kita akan senantiasa berbaik sangka kepada Allah, kita akan selalu bersikap positif dan optimis dalam hidup, senantiasa bersyukur atas apa yang terjadi serta senantiasa mampu melihat dan menemukan kebaikan di dalam setiap situasi dan kejadian.
Â
Ar-Rahman Ar-Rahim #3
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Allah adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Allah adalah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang itu. Kasih sayang merupakan inti dari ajaran-Nya, dan bahkah kasih sayang itu sendiri adalah Dia. Tidak pernah barang sesaatpun Allah tidak menjadi Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tidak pernah barang sedikitpun Allah bertindak diluar dari kasih sayang. Seluruh kehidupan ini ada dan berjalan di dalam dan karena kasih sayang-Nya itu. Kasih sayang-Nya itulah energi yang menghidupkan dan menopang kehidupan ini yang tanpanya kehidupan ini akan menjadi hancur dan mati. Peran kasih sayang yang sangatlah fundamental dalam menopang kehidupan kita ini, membuat kita harus mampu untuk memastikan kasih-sayang senantiasa menjadi ruh yang menjiwai seluruh aktifitas kehidupan kita manusia. Kita harus dapat memastikan interaksi antar manusia berjalan dalam aturan dan hukum-hukum kasih sayang itu.
Menjalankan ajaran kasih sayang adalah bentuk nyata dari menjalankan ajaran Allah. Ini merupakan jalan bakti manusia kepada Allah Tuhannya. Di samping itu kasih sayang juga haruslah disadari sebagai fitrah dan kodrat hidup umat manusia. Dimana umat manusia hanya akan dapat mencapai kehidupan yang damai sejahteranya dengan menegakan kasih sayang itu. Oleh karena itulah upaya menumbuhkan-kembangkan dan membudayakan kasih sayang haruslah menjadi sebuah pekerjaan besar umat manusia. Menumbuh-kembangkan dan membudayakan kasih sayang memang bukanlah pekerjaan mudah. Dituntut sebuah kesadaran yang tinggi agar kasih sayang ini benar-benar dapat menjiwai keseluruhan aspek kehidupan kita umat manusia. Dimana terutama sekali kita harus menyadari betul bahwa Allah menciptakan alam semesta ini sebagai satu kesatuan sistem. Dimana ini berarti tidak satupun ciptaan-Nya yang tidak terkait dan bergantung kepada ciptaan yang lain. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa terkait dan tanpa bantuan orang lain. Manusia diciptakan sebagai satu kesatuan umat yang ditakdirkan untuk hidup bersama. Untuk saling melengkapi, saling menopang dan saling melayani satu sama lain. Kenyataan akan kesalingterkaitan dan kesalingbergantungan ini membuat kasih sayang menjadi satu-satunya kunci untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang damai sejahtera.
Dalam sebuah hadist ada dikatakan bahwa belum sempurna iman seseorang sebelum cintanya kepada saudaranya seperti cintanya kepada dirinya sendiri. Apa yang disampaikan melalui hadist ini sangatlah sejalan dengan apa yang sedang kita bicarakan. Tepat sekali tentunya jika kesempurnaan iman seseorang diukur dari kemampuannya untuk mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Kemampuan seseorang untuk mencitai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri tentu saja sangat terkait dengan kesadaran dan keyakinannya terhadap fitrah manusia sebagai satu kesatuan umat. Ini merupakan bentuk pengakuan kita bahwa Allah itu Tuhan yang Esa. Bahwa setiap orang tanpa terkecuali diciptakan oleh Tuhan yang sama dan diciptakan dalam fitrah diri yang sama.
Â
Maaliki yawmiddiin #4
Yang menguasai Hari Pembalasan
Ayat keempat dari surat Al-Fatihan ini menjelaskan kepada kita akan kemutlakan Allah sebagai penguasa atas hari pembalasan. Tidak ada selain Allah yang mempunyai kuasa untuk membalas dan menghakimi suatu perbuatanpun. Satu hal penting yang perlu kita pahami terkait dengan ini adalah bahwa Allah menjamin setiap orang untuk menerima balasan yang adil atas segala perbuatan yang telah dilakukannya itu. Tidak ada satu perbuatan pun, yang baik ataupun yang buruk, sekecil apapun itu, dimanapun perbuatan itu dilakukan, disaksikan ataupun tidak ada seorangpun yang menyaksikannya, Allah pastilah akan datangkan balasan yang sempurna atasnya.
Hari pembalasan tentulah tidaklah saja hanya dapat kita artikan sebagai hari kiamat, melainkan ini juga berarti seluruh hari dalam kehidupan kita umat manusia. Hari pembalasan itu berlangsung setiap saat dan dan setiap waktu. Memang tidaklah serta merta setiap perbuatan itu akan menerima balasannya seketika itu juga dari Allah. Ada perbuatan yang datangkan balasanya dengan seketika, ada juga yang lambat dan bahkan ada perbuatan-perbuatan yang baru akan disempurnakan balasan atasnya di kehidupan akhirat nanti. Namun demikian, satu hal yang pasti dan penting dari ini adalah kepastian disempurnakannya balasan atas setiap perbuatan yang kita lakukan itu. Meyakini adanya kepastian akan disempurnakannya balasan atas setiap perbuatan ini tentulah akan membuat seseorang senantiasa menimbang dengan seksama setiap perbuatan yang akan dilakukannya. Hal ini mengharuskan setiap orang untuk memastikan setiap perbuatannya sejalan dan selaras dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan dari Allah. Memastikan perbuatannya bukanlah perbuatan yang merusak dan merugikan orang lain dan kehidupan. Karena setiap keburukan pastilah akan didatangkan keburukan sebagai balasannya dan setiap kebaikan akan didatangkan kebaikan pula sebagai balasannya.
Â
Iyyaaka na’budu wa-iyyaaka nasta’iin #5
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
Ayat kelima surat Al-Fatihan ini adalah sebuah komitmen batin yang akan dicapai seorang manusia ketika ia telah mengenal Allah Tuhannya dengan sebaik-baiknya pengenalan. Keputusan batin yang demikian ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah mengimani akan keserbakuasaan Allah dan keserbabaikan Allah seperti yang telah dijelaskan dalam ayat-ayat sebelumnya. Keyakinan akan mutlaknya kekuasaan Allah dan mutlaknya kasih sayang Allah akan menempatkan seseorang pada posisi hanya dapat menemukan satu pilihan terbaik, yaitu berserah diri sepenunya kepada Allah Tuhan semesta alam. Baginya hanya untuk Allah sajalah segala usaha dan baktinya ia persembahkan dan hanya kepada Allah sajalah segala harap dan cita-citanya ia gantungkan.
Berserah diri sepenuhnya kepada Allah inilah sesungguhnya titik pencapaian tertinggi seorang manusia. Ini adalah bentuk bertauhidnya seorang manusia kepada Allah dan ini juga merupakan titik merdekanya jiwa seorang manusia. Pada titik ini seorang manusia akan terbebas sepenuhnya dari tujuan-tujuan lain selain Allah; terbebas sepenuhnya dari keinginan-keinginan untuk dipuji dan diagungkan oleh orang lain, terbebas sepenuhnya dari kesombongan, iri-dengki, dari segala bentuk penyakit hati lainnya, serta terbebaskan dari segala macam bentuk ketakutan dan kegelisahan. Ia akan hidup dalam keihlasan diri yang tinggi dan akan senantiasa diliputi kedamaian yang mendalam. Namun untuk sampai pada titik ini tentu bukanlah sebuah perkara yang mudah. Dibutuhkan perjuangan yang besar dan usaha yang terus menerus untuk menata pikiran dan hati agar dapat sampai di titik ini. Akan tetapi walaupun hal ini bukanlah sebuah perkara yang mudah, namun ke sanalah harusnya setiap manusia menuju. Karena inilah fitrahnya manusia. Inilah puncak kebahagiaan yang dapat dicapai seorang manusia.
Â
Ihdinaash shiraathaal mustaqiim #6
Tunjukilah kami jalan yang lurus
Jalan yang lurus adalah jalan yang akan membawa kita menuju kesejatian kita. Jalan yang lurus adalah jalan yang selaras dengan fitrah penciptaan kita. Berada di atas jalan yang lurus akan membuat kita menemukan segala hal yang menjadi kebutuhan kita sebagai manusia dan akan membuat hidup kita menjadi utuh. Kita tidak bisa menjalani hidup ini secara sembarangan; dengan cara apapun sekehendak hati kita sendiri. Ada aturan-aturan dan hukum-hukum kehidupan yang harus kita perhatikan dan patuhi. Keharusan kita untuk mengikuti aturan-aturan dan hukum-hukum kehidupan ini sama sekali bukanlah untuk membebani kita melainkan justru untuk memastikan agar kita memperoleh segala apa yang menjadi kebutuhan kodrati kita sebagai manusia.
Manusia, dengan segala pikirannya, hawa nafsu dan juga keserakahannya sangatlah mudah untuk salah jalan. Kita sangatlah mudah untuk keliru dalam mengenali kebenaran. Kita dapat saja merasa telah berada di atas jalan yang lurus padahal sesungguhnya tidak. Kesadaran kita akan hal ini akan membuat kita melihat pentingnya untuk menggantungkan harap kita kepada Allah agar menujuki kita kepada jalan yang lurus itu. Ini merupakan bentuk pengakuan kita akan ketidakberdayaan kita di hadapan Allah. Kita benar-benar berharap penuh kepada Allah agar Dia berkenan menghantar kita kepada jalan yang lurus itu. Sikap dan perasaan yang demikian inilah yang akan membuat kita dapat senantiasa terakses kepada bimbingan Allah dan yang akan menghantar kita setapak demi setapak melangkah di atas jalan yang lurus itu.
Â
Shiraathalladziina an’amta ‘alayhim ghayril maghdhuubi ‘alayhim walaadhdhaalliin #7
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ayat ketujuh dari surat Al Fatihah ini menegaskan eratnya kaitan antara jalan yang kita tempuh dengan hasil yang akan kita peroleh. Berada di atas jalan yang lurus akan menghantarkan kita kepada berbagai nikmat Allah dan menyimpang dari jalan yang lurus akan menghantarkan kita kepada murka-Nya. Hal ini kemudian dapat kita jadikan sebagai ukuran untuk menditeksi dan mengenali kebenaran jalan yang kita tempuh. Seberapa besar kebaikan batiniah dan lahiriah yang kita peroleh di sepanjang penjalanan hidup yang kita tempuh ini, itu adalah ukuran tentang seberapa dekatnya dengan jalan yang lurus itu. Dan seberapa besar keburukan batiniah dan lahiriah yang kita peroleh di sepenjang perjalanan hidup yang kita tempuh ini, itu adalah ukuran tentang seberapa menyimpangnya kita dari jalan yang lurus itu. Dengan ukuran tersebut maka akan menjadi mudah pula buat kita untuk mengenali kebenaran suatu jalan dari orang-orang terdahulu sebelum kita. Dengannya kita dapat dengan mudah melihat mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah dari mempelajari sejarah meraka.
Ada tiga kelompok orang yang dijelaskan oleh ayat ini terkait dengan jalan hidup yang mereka jalani masing-masingnya. Yang pertama adalah kelompok orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah. Mereka adalah orang-orang yang telah Allah tinggikan derajatnya, yang Allah sukseskan hidup mereka, yang Allah jadikan mereka sebagai tauladan bagi umat manusia dan Allah jadikan mereka sebagai orang-orang yang penuh dengan bakti. Mereka itulah orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus itu. Yang jika kita mencermati kehidupan mereka, kita akan mendapati mereka sebagai orang-orang yang hidup selaras dengan kehendak dan ajaran Allah. Yang hidup sejalan dengan aturan-aturan dan hukum-hukumnya kehidupan. Kemudian yang kedua adalah orang-orang yang dimurkai Allah. Mereka adalah orang-orang yang telah Allah hinakan hidupnya, yang Allah batalkan segala apa mereka usahakan, yang Allah jadikan mereka sebagai buah bibir yang buruk bagi umat manusia dan Allah jadikan mereka sebagai orang-orang yang banyak berbuat kejahatan dan kerusakan. Mereka itulah orang-orang yang tidak berada di jalan yang lurus itu. Yang jika kita mencermati kehidupan mereka, kita akan mendapati mereka sebagai orang-orang yang hidup menyimpang dari kehendak dan ajaran Allah. Yang hidup di luar dari aturan-aturan dan hukum-hukumnya kehidupan. Dan yang ketiga adalah orang-orang yang sesat. Mereka ini termasuk orang-orang yang tidak diberi nikmat oleh Allah atas kehidupan mereka. Mereka orang-orang yang tidak ditunjuki Allah jalan yang lurus itu. Tidak sampai kepada mereka atau tidak terjangkau oleh pemahaman mereka kebenaran itu. Mereka hidup hanya dengan mengikuti saja kebiasaan-kebiasaan kebanyakan orang dan mengikuti saja tradisi-tradisi yang diwariskan nenek moyang mereka tanpa mengerti apakah itu benar atau salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H