Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

M. Jasin Dikenang dengan Nikah Gratis

10 November 2020   10:11 Diperbarui: 10 November 2020   10:20 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awal 2000-an ke bawah, keluhan urusan menikah mengemuka. Kala itu, para orangtua jauh hari memikirkan terkait pemilihan calon mantu dan urusan yang tidak dapat dipandang ringan yaitu ijab kabul dalam pernikahan.

Nikah dimana? Kapan? Siapa penghulunya? Siapa yang menjadi penghubung antara pihak orangtua dengan panitia pernikahan dengan penghulu? Pendek kata, urusaan yang beginian harus ada personal in charge (PIC).

Semua itu jangan sampai rundown (detail urutan acara dan waktu sebuah program acar) ijab kabul yang dirangkai resepsi pernikahan menjadi berantakan. Mengingat lagi, ijab kabul nikah sebagai acara inti bagi kalangan tertentu memiliki nilai sakral dan dimaknai dapat membawa keberkahan bagi dua insan yang akan menjalani kehidupan baru.

Di suatu daerah untuk menggelar pernikahan harus melalui perhitungan matang. Jam dan hari dihitung dengan mengaitkan tanggal kelahiran dari kedua calon pengantin. Sering pula terdengar, kedua orangtua harus berkonsultasi dengan pemuka adat atau agama sebelum memutuskan kapan acara nikah dapat dilaksanakan. Hmmm terasa repotnya bagaimana menjadi orangtua?

Keadaan menjadi runyam ketika para orangtua mendapat kabar dari anggota keluarganya bahwa tarif nikah mahal. Karena itu, alokasi anggaran ijab kabul harus menjadi perhatian. Semua itu jangan sampai terjadi bapak penghulu setengah hati menunaikan kewajibannya.

Sungguh, hingga 2010 masih terdengar besarnya tarif penghulu yang akan bertindak sebagai pimpinan acara ijab kabul nikah.

Penulis pun sering mendapati orangtua "kasak-kusuk" menghubungi kerabatnya. Beruntung jika ia mendapati anggota keluarganya bekerja di Ditjen Bimas Islam, Kementerian Agama. Tujuannya, ya tidak lain, dapat menghubungi penghulu agar tarifnya pun tidak terlalu mahal.

**

Bersamaan dengan itu, di internal Kanwil Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) terjadi "perseteruan" penghulu kepada kepala kanwil di beberapa daerah terkait "mahar" agar posisi kepala KUA tak digeser dari lahan "basah" ke daerah terpencil. Lalu, di ranah publik muncul kesan kuat bahwa penghulu berkantong "tebal".

Di luar itu, terjadi pertarungan sengit. Penghulu protes Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) lantaran menyebut para penghulu sering menerima gratifikasi. KPK mengingatkan agar penghulu untuk tidak menerima uang tanda terima kasih (lagi) dalam acara pernikahan.

Pemberian bingkisan (makanan dan kue) dari keluarga mempelai kepada Petugas Pencatat Nikah (PPN) digolongkan gratifikasi atau tindakan korupsi. Para penghulu murka. Marwahnya terasa diusik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun