Pengawasan PSBB di Jakarta masih memprihatinkan. Karena itu semua elemen masyarakat diharapkan mendukung peringatan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bahwa menerapkan protokol kesehatan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan memakai sabun (3M) lebih digalakan.
Relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi DKI Jakarta diberlakukan mulai Senin (12/10/2020) ini, meski pandemi Covid-19 belum turun signifikan.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto pernah mengkhawatirkan terjadi ledakan kasus Covid-19, Â munculnya klaster baru perkantoran. Imbauan IDI dan pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan 3M, jangan lagi dipandang 'sebelah mata'. Harus serius dilaksanakan.
Pengawasan harus ketat disertai  tindakan tegas. Pengawasan PSBB transisi yang pertama belum maksimal.
Penulis merasa gembira aparat Pemprov DKI Jakarta turun ke lapangan. Di ruas Jalan Susilo, seperti  terlihat di kawasaan pemukiman mahasiswa (kos) dan sekitar terminal lama Grogol, petugas turun sambil membawa kentongan.
Tentu saja aksi petugas tersebut menarik perhatian publik. Mereka bersama pengurus RT, RW dan kelurahan setempat selalu mengingatkan warga setempat untuk tetap konsisten melaksanakan protokol kesehatan.
Hal ini sejalan dengan imbauan IDI agar kapasitas pengunjung seperti restoran restoran dibatasi. Selalu saja meminta penggunaan masker dan menjaga jarak diperhatikan.
Masker harus memenuhi syarat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bersamaan dengan pelaksanaan relaksasi PSBB transisi di ibukota itu, jajaran IDI sangat berharap Pemprov DKI dapat memaksimalkan pengasan di bioskop saat operasional. Seperti melaksanakan menjaga jarak antarpengunjung sejauh minimal 1,5, meter hingga saat makan di tempat menonton film ini.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra berharap sinkron kebijakan antara pemerintah DKI Jakarta dan pusat dapat berjalan mulus. Tidak seperti kemarin, tidak ada harmonisnya antara DKI Jakarta dan daerah sekitar Bodetabek.
Saat ibukota terjadi situasi sosial dan politik, seperti unjuk rasa UU Cipta Kerja, Pemda DKI Jakarta tak bisa mengendalikan Covid-19. Â Ditekankan, penanganan Covid-19 sayogiaynya berdasarkan pada kepedulian komunitas (comunnity based). Yaitu, lahir dari kepedulian masyarakat.
Himawan memberi contoh, jika ada salah satu orang di lingkungan  RT atau RW terkena Covid-19, lalu, masyarakat secara cepat menyiapkan satu rumah untuk isolasi mandiri orang yang terkena Covid-19. Dengan begitu mereka punya empati dan gotong royong serta menghilangkan stigma orang yang terkena Covid-19.
Agar penanganan memutus mata rantai pandemi Covid-19 berjalan baik, diharapkan pemerintah pusat maupun daerah memiliki kebijakan yang sikron dan harmonis. Jangan di DKI Jakarta menerapkan PSBB, di daerah Bekasi ramai masyarakat berkumpul di restoran atau kafe.
Sumber bacaan satu dan dua.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H