**
Jika diingat, lagu nenek moyangku seorang pelaut itu menggambarkan bahwa kita memang sejatinya adalah bangsa pelaut. Kala negeri ini dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, soal pentingnya rakyat Indonesia menggarap potensi laut mencuat ke permukaan.
Dorongan Gus Dur itu membuahkan hasil yang kini berdiri Kementerian Kelautan. Tapi sayang, kesan memilukan masih disematkan kepada para pelaut.
Fatma Dena Nuraini dan Achmad Mujab Masykur dari Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, dalam sebuah jurnal pernah mengungkap tentang kehidupan isteri seorang pelaut.
Diakui setiap isteri pelaut memiliki karakter dan keunikan berbeda-beda. Pernikahan jarak jauh yang dijalani memiliki kepuasan pernikahan dengan  banyak resiko-resiko yang dihadapi.
Ada ketidakpuasan dalam menjalani pernikahan dengan pelaut. Isteri mudah sedih, emosi dan kadang menangis. Isteri diliputi rasa rindu. Ingin cepat bertemu suami setiap hari.
Pada akhirnya, isteri harus mengakui dan terus menerus belajar menerima kondisi yang terjadi di dalam kehidupannya. Â
Dalam mengatasi kesepian, isteri harus mengisi kehidupan dengan kegiatan positif, melakukan kegiatan hobi atau minat masing-masing pada saat suami tengah berlayar.
Yang jelas, jadi isteri pelaut harus mengatasi rasa kesepian kala ditinggal suami dengan berkumpul bersama teman atau tetangga untuk mengurangi intensitas perasaan kesepian.
Hadirnya lagi Balada Pelaut ciptaan Ferry Pangalila, sedikit dapat mengobati rasa cemburu isteri kepada sang suami. Tapi juga dapat dijadikan nasihat bagi sang suami untuk tegar dalam menunaikan tugas di lautan luas.
Sebabnya, antara lain: