Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penusukan Syekh Ali Jaber dan Opini Publik

13 September 2020   21:57 Diperbarui: 13 September 2020   21:59 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Tidak pandang pejabat, birokrat dan ulama sekalipun jadi sasaran empuk kelompok radikal untuk disakiti dengan caranya yang sadis.

Peristiwa penusukan ulama 'kondang' Syekh Ali Jaber pada Ahad (13/9/2020) di Lampung, makin menguatkan opini publik bahwa radikalisme di Tanah Air makin menguat.

Kata sadis yang terucap secara spontan - kala menyaksikan kekerasan yang diperagakan pelakunya -  memang pantas disematkan kepada pelakunya.

Peristiwa itu tentu saja menarik perhatian publik. Bagaimana mungkin seorang ulama "beken" disakiti di atas pentas dengan senjata tajam. Kita pun prihatin.

Dari berbagai media disebut bahwa Syekh  ditusuk seorang pemuda seusai mengisi acara di Lampung. Polisi telah mengamankan pelaku yang mulutnya berlumuran darah lantaran diamuk beberapa orang.

Meski Syekh tidak mengalami kondisi yang parah, tetapi ia memang harus menjalani pengobatan karena luka tusuk pada bagian bahu kanan.

Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad, Minggu (13/9/2020), mengaku  pelaku penusukan kini sudah diamankan.

Berbagai dugaan atas peristiwa itu bermunculan. Ada apa seorang ulama ditusuk oleh seorang umat di tengah menunaikan dakwahnya?

Adakah kaitan bahwa si pelaku menyimpan sakit hati karena ucapan Syekh. Atau, Syekh memang sudah jadi incaran para kelompok garis keras dan pada momentum itu baru terbuka peluang untuk menyakitinya?

Berbagai dugaan dan pertanyaan bermunculan. Misalnya, adakah pelaku adalah bagian dari jaringan terorisme? Kok, berani amat pelaku berbuat keji seperti itu?

Peristiwa ini pun mengingatkan publik kala Wiranto, yang saat itu masih menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemananan (Menko Polhukam) ditusuk oleh orang yang memiliki garis keras dengan jaringan terorisme.

Penusukan Wiranto di Pandeglang, Banten, terjadi pada 10 Oktober 2019. Pelakunya, Syarial Alamsyah alias Abu Rara telah divonis 12 tahun penjara.

Rara saat itu pura-pura menyalami Wiranto. Setelah mendekat, ia mengeluarkan senjata tajam dan menusuk perut Wiranto yang baru saja turun dari mobil di Alun-alun Menes, Pandeglang Banten.

*

Peristiwa ini memang membuka mata publik bahwa radikalisme yang dipahami kini tak sebatas kekerasan dalam perspektif politik,  tetapi kekerasan itu memang brutal. Realitasnya begitu.

Kita berharap pihak berwajib sesegera mungkin mengungkap peristiwa penusukan Syekh. Dalam tempo 2 x 12 jam harus terungkap. Mengapa?

Ya, agar pertanyaan dan rasa ingin tahu publik sesegera mungkin dapat terjawab.

Hal itu juga penting, mengingat radikalisme tak cuma dapat diatas dengan pernyataan melulu. Radikalisme tak pantas dijadikan bahan retorika, namun patutnya diselesaikan bersama.

Yang jelas, peristiwa penusukan Syekh bukan peristiwa kriminalisasi ulama, tetapi harus dijadikan momentum untuk menguatkan jalinan kebersamaan memerangi radikalisme.

Radikalisme memang tak patut hadir di negeri tercinta ini.

Salam berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun