Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berselingkuh Itu Indah, Benarkah?

12 September 2020   21:32 Diperbarui: 12 September 2020   21:22 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulan bahwa tempat kerja bisa menjadi pemicu berselingkuh karena waktu dan kesempatan bekerjasama dengan rekan kerja yang tinggi, tak sepenuhnya tepat. Masih ada faktor lain yang ikut mempengaruhi. Yaitu, adanya niat dan dorongan biologis.

Pergaulan antarrekan kerja dengan latarbelakang beragam mendorong antarpribadi untuk bersaing sama lain. Kerja di instansi pemerintah atau pun swasta, sejatinya tempat meniti karir untuk menggapai kedudukan tertinggi. Ujunnya, sebagai prestasi dan kebanggaan.

Namun ada di antara pegawai tak memiliki daya mengembangkan kemampuan disebabkan berbagai hal, antara lain keterampilannya rendah, pendidikannya tak mendukung dan bekerja mengandalkan kemolekan fisik semata.

Nah, di sinilah menariknya.

Penulis pernah mendengar nasihat seorang rekan yang juga anggota polisi mengatakan, tindak kriminalitas seperti pencurian, jambret dan penipuan terjadi lantaran adanya niat, peluang, kesempatan dan kondisi lingkungan yang mendukung.

Demikiannya orang berselingkuh itu. Pelakunya seperti halnya tengah melakukan tindak kriminal.

Sebab, pelakunya mombohongi dirinya sendiri. Ia juga melakukan perbuatan jahat dengan mengingkari ikatan janji pernikahan.

Berselingkuh terjadi lantaran ketidak-puasan dalam hal pelayanan sang isteri. Atau pihak suami disebabkan kobaran semangat untuk memenuhi kebutuhan biologis yang berlebihan.

Jadi, niat berselingkuh itu muncul karena dorongan kebutuhan biologis. Bisa pula untuk memuaskan hati satu sama lain.

Namun ada pihak yang memaknai bahwa berselingkuh itu sebagai suatu permainan pengumbaran cinta palsu. Karenanya, ada yang memaknai bahwa berselingkuh itu adalah suatu keindahan.

Berselingkuh itu nikmat karena dilakukan dengan sadar. Berselingkuh dijadikan "vitamin" sebagai warga dalam kehidupan. Di sisi lain, pelaku memahami bahwa konsekuensi perbuatannya itu berat, malapetaka.

Perselingkuhan di kantor tidak akan terjadi bila aturan disiplin kerja dijalankan dengan baik. Saling lempar pandangan, curi pandang, melirik satu sama lain tidak akan terjadi karena distribusi kerja dilakukan dengan baik dan diawasi pimpinan.

Perselingkuhan mulai muncul, misalnya kala pegawai berkumpul di kantin dan pimpinan yang melanggar disiplin. Pimpinan dengan anak buah. Hal itu berawal ketika bertemu di ruang rapat. Lalu, berlanjut dengan menyalahgunaan ruang kerja untuk pertemuan dua pasang mata.

Nah, makanya, tak heran, kita sering mendengar gosip si Melati (bukan nama sebenarnya) cepat melejit karirnya lantaran sudah jadi "cem-ceman" pimpinan. Contoh yang tak baik itu kemudian berlanjut dengan anak buah yang punya lebih dari satu "cabe-cabean" pada bagian lain.

Pengalaman penulis menyaksikan rekan kerja diam-diam berselingkuh, kebanyakan sih terendus oleh anggota keluarganya. Ada di antaranya bubar karena diamuk isteri resmi, ada pula berjung nikah sirri dan menceraikan isteri resmi meski sudah memiliki anak.

Lebih tragis, ada pegawai berselingkuh berujung masuk penjara. Kok, bisa, ya?

Begini. Pegawai bagian pembukuan itu merangkap sebagai kasir. Ia hidup glamor. Plus, punya gaya hidup sering mengajak makan rekan wanita cantik. Anak buahnya sendiri. Kala ada pemeriksaan pembukuan, terungkap ada uang yang digelapkan. Yang bersangkutan tak bisa mempertanggungjawabkan.

Karena jumlah uang yang digelapkan sudah terlalu besar, akhirnya manajemen kantor melapor kepada pihak polisi. Setelah dipecat dari tempat kerja, yang bersangkuan masuk bui. Kasus perselingkuhannya pun terbongkar. Tragis.

Sejatinya, selingkuh merupakan perbuatan tak jujur terhadap pasangannya, baik pacar, suami, atau istri. Di situ ada perbuatan pelanggaran kesepakatan atas kesetiaan hubungan seseorang.

Karena itu bekerja, dari kalangan profesi apa pun, harus pasang niat kuat. Di dalam diri harus tertanam bahwa bekerja itu adalah bagian ibadah, menafkahi anak dan isteri. Tetap berpegang kuat kepada isi perjanjian kala nikah sangat diwajibkan.

Luruskan niat kerja dan enyahkan pendapat bahwa selingkuh itu indah.

Salam berbagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun