Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jakob Oetama, Panutan bagi Awak Media dalam Mencintai Profesi

9 September 2020   23:49 Diperbarui: 9 September 2020   23:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh, sulit dilupakan bahwa sosok Jakob Oetama adalah panutan bagi penulis dan juga awak media lainnya dalam mencintai profesi jurnalis. Bagi orang yang memilih profesi ini tentu sangat paham dengan julukan yang disandangnya dengan predikat sebagai "kuli tinta", "ratu dunia",  hingga pembawa perubahan.

Sungguh, dulu, ketika penulis menjatuhkan pilihan kuliah pada Sekolah Tinggi Publisistik (STP) Jakarta disebabkan terinspirasi dengan sosok Jakob Oetama. Nama besarnya demikian dekat di hati para mahasiswa yang mengambil kampus di Gedung Kanisius, Menteng Jakarta.

Sungguh, dulu, para mahasiswa berlomba membuat tulisan opini untuk suratkabar Kompas untuk menguji kualitas tulisannya. Jika lolos, kebanggaan akan tercatat dalam tinta emas lantaran karyanya jadi bahan pembicaraan rekan-rekan di kampus.

Kini, orang yang kubanggakan itu telah wafat. Jakob Oetama wafat pada usia 88 tahun, Rabu (09/09/2020) di Rumah Sakit Mitra Keluarga. Jenazahnya akan disemayamkan di TMP Kalibata.

*

Bagi orang yang terlanjur mencintai profesi jurnalis, sangat jarang untuk terus menerus belajar meningkatkan diri. Jakob Oetama semasa hidup tak hanya mampu memberi pencerahan kepada publik, tetapi juga -- melalui tulisannya - bisa bermain cantik tanpa kehilangan makna pesan yang harus disampaikan.

Ia tak terbawa arus seperti ketika berada di kandang kambing ikut mengembek. Dalam suatu keadaan terjepit, institusi pers tengah tertekan dan mendapat sorotan dari penguasa Orde Baru, misalnya, ia mampu melejit keluar dari situasi sulit. Pesan-pesan moral tetap dapat disampaikan kepada publik tanpa kehilangan daya kritisnya.

Boleh saja pihak-pihak tertentu menyebut nasihatnya bagai menulis di atas air. Ternyata, kebenaranlah yang muncul. Dan, ia pun mampu memberi warna bagaimana seharusnya awak media menyikapi kondisi sekitar yang terjadi tanpa harus berhadapan langsung dengan bedil penguasa otoriter.

Itulah Jakob Oetama.

Membangun profesionalisme adalah suatu keharusan. Karena itu, pendiri dan pimpinan kelompok Kompas Gramdia DR. HC Jakob Oetama sangat bersemangat memajukan profesi itu.

Hal itu tergambar dalam pemaparannya tentang Jati Diri Pers Nasional pada buku Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Ia sangat menekankan mengenai tantangan pers yang harus seluas mungkin mengembangkan jaringan lobinya.

Namun ia menganjurkan juga untuk selalu menjaga jarak dengan narasumbernya secara profesional. Hal itu sangat penting untuk meneguhkan independensi para awak media dalam menjalankan tugas secara profesional.

Wartawan atau jurnalis sangat ditekankan untuk menjalankan tugas secara profesional. Hal itu pulalah ia sangat mendorong agar pemahaman terhadap kompetensi profesional, teguh dalam memaknai kode etik jurnalistik.

Kompetensi wartawan -- layaknya profesi lain -- harus didukung keilmuan, pengetahuan yang luas yang terus menerus diaktualiasikan.

**

Sejatinya memang pers harus ikut ambil bagian dalam dinamika masyarakat. Hambatan pers dibungkem, pers dikekang, pers didikte pada cerita masa lalu, untuk masa kini sudah tak ada lagi. Pers, seperti pernah diingatkan Jakob Oetama, harus sadar bahwa kebebasan yang diraihnya itu tidak datang dari langit. Kebebasan pers adalah hasil perjuangan. Pers memang tidak dapat dibatasi, sama seperti  orang-orang yang memiliki kebebasan.

Meski ada kekebasan, pers sejatinya akan bertindak secara bertanggung jawab dalam memajukan kesejahteraan. Dalam berbagai pencerahannya, Jakob Oetama juga menekankan hendaknya pers    mencurahkan perhatiannya kepada kepentingan nasional.  

Ada kalimat yang terus terngiang di telinga penulis dari Jakob Oetama yang sering diulang rekan penulis, Priyambodo RH, wartawan dan Ombudsman LKBN ANTARA, serta Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) 2008-2018.

Katanya: "Jadi guru dan wartawan harus punya pantangan yang sama. 'Ojo Jarkoni, iso ujar ning ora iso nglakoni'.

"Kalimat terakhir menggunakan Bahasa Jawa, yang artinya "Jangan Jarkoni, bisa berujar namun tidak bisa menjalani."

Senyatanya sosok Jakob Utama adalah seorang pemikir dan wirausahawan. Di sisi lain, tanpa disadarinya, ia pun menjadi panutan bagi penulis dan mungkin juga rekan awak media lainnya.

Tak heran karenanya Parni Hadi, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA (1998-1999) pernah berucap kepada anak buahnya dengan menyebut Jakob Oetama tajam mengritisi masalah, namun santun dalam mengemas tulisannya. Santun.

Ia pun sangat memperhatikan pendidikan dan kesejahteraan jurnalis. Karena itu, banyak pihak mengungkap jika sudah membicarakan pendidikan dan kesejahteraan wartawan, Jacob Oeetama tampil penuh semangat.  

Sungguh tepat jika disebut Jakob Oetama adalah mata air keutamaan bagi kepentingan sesama. Pendiri Kompas, tokoh pers, guru besar, dan mata air keutamaan pula bagi seluruh wartawan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun