Di Hari Kemerdekaan RI ke-75, soal darah masih jadi perbincangan hangat. Setidaknya, dari obrolan para orang tua ketika mengingat masa sulit di zaman kolonial. Mereka bicara penuh semangat kemudian dikaitkan Bendera Negara Indonesia Sang Merah Putih (Dwiwarna) berbentuk empat persegi panjang.
Kala kita masih duduk di sekolah dasar, para guru di depan kelas menerangkan kepada para murid bahwa bendera yang berwarna merah dan putih itu memiliki bagian ukuran sama. Warna merah dimaknai keberanian, sedangkan warna putih merupakan tanda kesucian.
Kita, sebagai bangsa yang besar, patut bersyukur dan bangga memiliki bendera negara dengan warna merah dan putih itu. Tentang kebanggan tersebut, maka warna merah dan putih itu diangkat dalam lagu berjudul Kebyar Kebyar. Pada kata pembuka lagu tersebut disebut Indonesia, Merah darahku, putih tulangku, Bersatu dalam semangatmu.
Sebelumnya juga ada lagu tentang bendera merah putih (ciptaan Ibu Sud) yang penggalan syairnya begini: Berdera merah putih, Bendera tanah airku, Gagah dan jernih tampak warnamu, Berkibarlah di langit yang biru, Bendera merah putih, Bendera bangsaku.
Lantas, bagaimana kemudian darah merah itu dapat dimaknai haram. Tentu saja karena ada sebutan haram, maka ada darah yang halal. Bagamana cara membedakannya?
Menggunakan logika, atau cara berfikir waras, sejatinya tidak dapat dibedakan mana darah yang halal dan haram. Secara fisik, darah ya darah. Tentang warnanya, semua orang sepakat, menyebut merah. Titik.
Barulah, dalam perspektif agama (Islam) dikenal darah halal dan haram. Untuk mudahnya, darah dari hewan kurban dilarang ditampung untuk dikonsumsi. Dulu, darah hewan yang disembelih warga, ditampung kemudian dibekukan.Â
Orang Jakarta menyebutnya marus. Itu banyak dijual di pasar tradisional. Itu merupakan darah haram untuk dikonsumsi. Islam melarangnya. Termasuk ayam yang disembelih. Apa lagi hewan babi yang jelas-jelas dilarang.
Sebutan darah halal dan haram lantas berkembang luas di masyarakat. Seseorang disebut darahnya halal, maka orang yang membunuhnya punya posisi benar dalam ajaran agama yang dianutnya.Â
Begitu sebaliknya. Orang tak berani melakukan pembunuhan, termasuk kepada hewan sekalipun, karena darahnya haram. Maksudnya, diharamkan melakukan pembunuhan.