Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Bang Dogol Protes si Kifayah

12 April 2020   07:51 Diperbarui: 12 April 2020   07:48 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seusai shalat Subuh, dalam perjalanan pulang ke kediaman masing-masing, Bang Dogol terlihat menangis.  Ini di luar kebiasaan. Kok, ia pakai menangis ketika menuruni anak tangga masjid?

Biasa, kita, seusai menunaikan shalat tersebut pulang berombongan. Tak banyak, kadang empat atau lima orang. Mereka itu membawa sajadah masing-masing. Dalam perjalanan pulang itu biasanya diisi pembicaraan seputar situasi terkini, seperti melonjaknya angka kasus virus Corona atau Covid-19.

Loh, sekali ini ada yang menangis?

Nah, kita, sebelum berpencar di persimpangan empat, sama-sama ingin tahu apa yang menyebabkan Dogol menangis.  Hal itu jadi tanya besar bagi anggota jemaah Subuh.

Saat itu Dogol memperlihatkan perilaku berbeda dari biasanya. Padahal Dogol dikenal di kalangan orang kampung sebagai orang ceria, suka bercanda dan banyak bicara meski kualitasnya di bawah rata-rata.

Bicaranya memang tidak bermutu. Tapi, untuk memecah suasana kebekuan dalam suatu obrolan antarsesama warga, Dogol paling menonjol.

"Ada apa, Gol? Mengapa harus bersedih?" tanya penulis penasaran.

Kita, semua, menghentikan langkah. Berkerumun ke hadapan Dogol. Penulis mengelus punggungnya agar ia tenang dan menghentikan isak tangisnya.

Bukan berhenti tangisnya, malah tambah sedih, sesunggukan bagai seorang bocah kalah berkelahi dengan rekannya.

Agar permasalahannya menjadi terang, jelas dan tak menimbulkan masalah, lantas anggota jemaah Subuh itu tak pulang ke kediaman masing-masing. Tapi, justru menyempatkan diri mengantar Dogol ke kediamannya. Bujangan - yang tak kunjung punya isteri itu - tinggal dengan ditemani keponakannya. Ia baru mengurangi sesunggukan tangisnya ketika sudah di kediamannya.

Di ruang tamu, perlahan-lahan ia membuka pembicaraannya.  Dan, kata pertama dari rentetan berupa kalimat yang meluncur dari mulutnya adalah sebutan kifayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun