Emosi menghadapi situasi ekonomi yang makin memburuk, seorang pedagang di tengah keramaian pasar, berteriak dengan menyebut menantang krismon untuk dihadirkan di hadapannya.
Katanya, saya tidak takut. Dia muncul, akan saya bunuh.
Pria itu lantas mengacungkan pisau yang biasa digunakan untuk membersihkan ikan. Saat itu pula, pengunjung pasar tradisional menjadi ketakutan. Mundur dan menghindar dari pria yang berceloteh seperti orang tak waras.
Pedagang ini nampaknya kecewa berat. Pasalnya, harga ikan melambung naik. Ia juga ikut menaikan harga jual ikan. Tetapi, pembelinya makin berkurang lantaran belakangan disadari daya beli masyarakat berkurang.
"Saya bunuh tuh krismon," ujarnya berkali-kali.
Dasar pedagang buta informasi. Ia tak paham apa itu krismon yang sesungguhnya singkatan dari krisis moneter. Orang di pasar kebanyakan menyebutnya sebagai krismon saja. Semua penyebab dari harga-harga bahan pokok menjadi mahal disebabkan situasi tengah berlangsung krisis monter.
Dikiranya, krismon itu sejenis mahluk seperti dirinya yang mengacaukan harga jual berbagai dagangan di pasar tradisional sehingga harus dienyahkan agar keadaan kembali pulih.
Pristiwa itu penulis saksikan kala bermukim di Pontianak beberapa tahun silam. Pria itu minim informasi sehingga gagal untuk memahami apa yang terjadi ketika itu. Termasuk tak mengerti mengapa harga bahan pokok meroket. Yang ia pahami, semua itu dikarenakan perbuatan mahluk krismon. Hehehe...
Nah, sekarang, peristiwa seperti itu terulang. Kalau dulu krismon hendak dibunuhnya, sekarang ini justru Corona hendak ditelannya. Wuih... hebat sekali.
Adalah Edi Saputra, anggota DPRD Medan. Ia melontarkan hendak menelan Corona ketika berselisih paham dengan anggota polisi.
Baru ini orang hebat. Andai saja Corona yang dimaksud berupa benda besar seperti mobil sedan merk Corona, wah ini baru berita. Tapi jika itu yang dimaksud adalah virus Corona alias Covid-19, sejatinya ia tak perlu berceloteh seperti itu.
Anggota dewan terhormat ini bisa mendatangi rumah sakit yang tengah merawat pasien terpapar virus Corona. Di rumah sakit itu, ia tak perlu minta dihadirkan virusnya, tetapi mintalah para pasien dibelai, diberi kasih sayang. Pasti dijamin, dalam waktu tak lama, ia bisa merasakan dapat menelan mahluk yang namanya virus Corona.
"Saya tidak takut mati," kata Edy dalam tayangan di layar kaca.
Di situ, ia diperlihatkan tengah menampilkan arogansinya.
Diwartakan, Edi  emosi karena pihak kepolisian melarang almarhum, yang merupakan familinya, untuk disalatkan. Pihak Polsek Medan Area meminta agar jenazah langsung dimakamkan tanpa disemayamkan di rumah duka.
"Cara abang itu salah, nanti abang kutuntut," ucap Edi Saputra sambil menunjuk anggota kepolisian.
Sementara itu pihak kepolisian tetap berpegang pada prinsipnya. Tetapi Edi Saputra tetap bersikeras dan menentang.
"Kami panggil kalian nanti, berlebihan kalian itu, jangan begitu, aku aja gak takut mati, kenapa kalo mati, matinya itu. Tembak aja kami biar mati. Siapa bilang positif (corona), kalian aja polisi," teriaknya seperti dikutip Tribunnews.
Dari dua kasus tersebut, kita dapat memetik pelajaran bahwa dalam situasi yang tengah memprihatinkan, hendaknya kita dapat mengedepankan rasionalitas. Bukan emosi, apa lagi arogansi dengan mentang-mentang menjadi wakil rakyat terhormat.
Sayogianya, siapa pun dia, sangat dianjurkan agar kita semua ikut bersama-sama menghadapi virus Corona yang tengah mewabah di negeri tercinta ini. Indahkan aturan menjaga kesehatan dan kebersihan yang dianjurkan petugas. Jangan perkeruh keadaan, tetapi bantulah petugas kesehatan yang kini 'all out' bekerja.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H