Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkaca kepada Pemakaman Abu Lahab

24 Maret 2020   20:36 Diperbarui: 24 Maret 2020   20:40 5205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Abu Lahab. Foto | NEWStrends

 

Paman Nabi Muhammad Saw ini banyak disebut dalam kitab-kitab sejarah Islam. Ia tercatat bukan dengan ‘tinta emas’, tetapi lebih banyak diingat hingga kini lantaran keburukannya, terlebih namanya diabadikan dalam kitab suci Alquran. Dialah Abu Lahab yang banyak “mewarnai” perjalanan Rasulullah Saw sejak lahir hingga berakhirnya Perang Badar.

Abdul Uzza bin Abdul Mutholib adalah nama asli Abu Lahab. Lahab berarti 'yang menyala-nyala.' Sebutan itu disematkan karena waktu kecil dikenal dari wajahnya yang tampak cerah. Bagi para santri di Tanah Air dapat dipastikan tahu siapa sesungguhnya Abu Lahab. Sebab, dalam Alquran namanya diabadikan pada surah Al-Lahab.

Sepak-terjang Abu Lahab, oleh sebagian umat Muslim, hingga kini banyak diketahui lantaran setiap mempelajari kandungan Alquran dan ceramah ustaz di berbagai tempat, kerap bersinggungan dengan kisah Abu Lahab itu.

Dalam berbagai litaratur sering diungkap bahwa Abu Lahab seringkali melempari rumah Rasulullah dengan kotoran. Tetapi, Nabi tidak pernah marah dan membersihkan kotoran itu.

” Wahai Bani Manaf, tetangga macam apakah yang berlaku seperti ini?” ucap Rasulullah.

Pun demikian dengan istrinya, Ummu Jamilah. Sebelas dua belas, sama jahatnya dengan Abu Lahab.   

Di berbagai majelis ta’lim, sering disebut bahwa surah al-Lahab turun 10 tahun sebelum matinya Abu Lahab. Abu Lahab mati setelah Perang Badar. Tapi ia tidak ikut pertempuran tersebut. Ia memberi dukungan dengan mengeluarkan dana 4.000 dirham. Lahab minta seorang rekannya, al-Ashi bin Hisyam, untuk mengganti kedudukannya di pertempuran Perang Badar.

Meski Abu Lahab tercatat dalam ‘lembaran buruk’ dalam sejarah Islam, faktanya ia punya nilai “plus”. Para ulama sepakat bahwa Abu Lahab berbuat baik pasca kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Begini cerianya. Seusai Aminah – ibunda Rasulullah Saw -  mengutus untuk menyampaikan berita gembira itu kepada Abdul Muthalib (paman Nabi Saw) yang ketika itu sedang berthawaf di Ka’bah dan dengan cepat mengunjungi menantu dan cucunya. Abu Lahab mendengar berita itu dari jariyah-nya (hamba sahaya), Tsuwaibah, tentang kelahiran bayi lelaki almarhum saudara kandungnya (Abdullah).

Lantaran demikian gembiranya, Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah. Ini nilai “plus”yang dimaksud. Setelah itu, selama 40 tahun ke depannya, Abu Lahab tampil sebagai sosok yang memusuhi Nabi Saw.

**

Dalam berbagai riwayat, ada tiga versi tentang kematian Abu Lahab. Pertama menyebutnya ia terjangkit penyakit kusta setelah mendapat kabar tentang kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar.

Kedua, sakitnya disebabkan  hantaman Ummu Fadl yaitu Istri sayiddina Abbas yang marah karena sang budak, Abu Rafi dipukul Abu Lahab setelah gembira atas kemenangan Muslim. Kepala Abu Lahab terluka parah dan bercucuran darah. Lantas ia pergi meninggalkan rumah saudaranya Abbas. Selang tujuh malam, luka parah itu kian membekas sampai ke otak hingga menyebabkan pembusukan.

Ketiga, mengungkapkan  bahwa suatu ketika Nabi Saw melintasi di sebuah jalan. Istri Abu Lahab – Ummu Jamil - melempari beliau dengan ranting berduri yang dibawa di lehernya. Tak diduga, ranting-ranting berduri itu nyangkut di kerudungnya, seketika itu tanah bergerak menyeret Ummu Jamil ke depan hingga membuatnya bertabrakan dengan suami yang sedang berjalan di depannya. Keduanya pun tewas seketika.

Dari ketiga riwayat tentang kematian Abu Lahab itu, menurut M. Quraish Shihab dalam Surah Nabi Muhammad Saw – kisah versi kedua mendekati pendapatnya.

Abu Rafi, seorang anak yang bekerja pada al-Abbas, paman Nabi Saw yang menceritakan peristiwa kekalahan kaum Musrikin dari Mekkah kala Perang Badar. Dia dipukul Abu Lahab. Abu Rafi saat itu tengah menimpali pembicaraan Abu Sufyan saat Abu Lahab melakukan konfirmasi berita kekalahan kepada pemimpin Qurais.

... Ummu al Fadhl (isteri al-Abbas) mengambil kayu lalu memukul Abu Lahab sambil berkata: Engkau menganggapnya karena tuannya (al-Abbas) tidak di sini...”

Hanya sepakan sesudah peristiwa itu, Abu Lahab meninggal karena penyakit yang dideritanya.

**

Yang jelas, dari ketiga versi kisah tersebut, semua menyebut bahwa mayat Abu Lahab nyaris tidak ada yang mengurus. Ini sungguh di luar nalar kita, Abu Lahab yang tercatat sebagai orang kaya di Mekkah, kala itu meninggal sangat mengenaskan.

Tetangga dan rekan-rekannya tak ada yang berani mendekat jasadnya lantaran takut tertular penyakit dan bau yang demikian menyengat. Bayangkan, jasadnya sampai tiga hari hingga bertambah bau lantaran tidak diurus. Busuknya bukan sembarang busuk, tetapi busuknya itu melampaui dari batas normal yang sangat berpotensi menyebarkan penyakit menular.

Lantas, dengan rasa malu, pihak keluarga Abu Lahab menggali lubang besar dan memasukkan mayat Abu Lahab ke dalam boks kayu dengan cara mendorong jasad Abu Lahab dengan kayu panjang.  

Cara menguburkannya juga begitu merepotkan. Orang-orang tidak tahan dengan bau busuk yang keluar dari jasad Abu Lahab, sehingga mereka memasukkan peti tadi dari kejauhan. Sesudah itu, lubang tadi dilempari dengan kerikil dan tanah sampai rata.

Dalam berbagai riwayat disebutkan Abu Lahab memiliki sebuah rumah di kaki gunung yang kini disebu sesuai dengan namanya sendiri yakni Jabal Abu Lahab atau Gunung Abu Lahab. Ia pun dikuburkan di kaki gunung Jabal Abu Lahab. Istrinya yang bernama Arwa binti Harb bin Umayyah, dikenal sebagai Ummu Jamil, juga dimakamkan di kaki gunung ini bersama dengannya.

Maka, berakhirlah hayat sang penentang dakwah Nabi Saw.

Lantas, hikmah apa yang dapat ditarik dari peristiwa ini?

Dari sisi keimanan, hikmah dari kisah itu mengandung pesan  bahwa kesempurnaan hidup seperti kekayaan, jabatan, kecerdasan, ketenaran, paras yang rupawan dan berbagai kenikmatan dunia bukanlah segalanya. Segala kesempurnaan hidup yang dimiliki Abu Lahab tak ada artinya. Sebab, hidupnya tidak dilandasi oleh ketakwaan terhadap Allah.

Namun jika kita kaitkan dengan peristiwa aktual penyebaran virus Corona atau COVID-19, cara penanganan jenazah Abu Lahab sungguh tidak dapat dijadikan contoh. 

Jenazahnya memang sudah lama mengeluarkan bau, dan makin menjadi-jadi karena didiamkan begitu lama. Itu pun baru dimakamkan dengan cara tidak elok. Dimakamkan dengan keterpaksaan dan dilakukan oleh orang yang jauh dari rasa ikhlas.

Jika menyaksikan pemakaman orang yang terdampak akibat COVID-19 dewasa ini, kita harus bersyukur. Meski disaksikan oleh anggota keluarga dari kejauhan pemakaman, jenazah-jenazah itu diperlakukan dengan baik.

Hal ini sejalan dengan contoh yang diperlihatkan Rasulullah Saw. Seusai Perang Badar, Nabi kembali ke lapangan dan mengintruksikan pasukan mengumpulkan mayat dari pihak lawan lalu dimakamkan di satu lubang.

Kunjungan Nabi ke arena perang untuk melihat yang tewas, dikecam oleh pihak orientalis sebagai menunjukkan bahwa Nabi Saw sebagai orang yang haus darah dan itu bertentangan dalam peperangan. Padahal tidak demikian.

Sebab, sekalipun yang tewas musuh Allah dan Rasul-Nya, dan terbunuh atas izin dan restu-Nya, tetapi mereka tetaplah manusia yang kemanusiaannya harus dihormati. Karena itu Nabi Saw memerintahkan untuk menguburkan ke sebuah sumur tua.

Salam berbagi.

Bacaan satu dan dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun