Membaca namanya saja, dapat dipastikan bagi sebagian umat Muslim tahu siapa tokoh Qurais ini. Kisahnya banyak diabadikan di banyak kitab. Selain menjadi musuh (bebuyutan) selama Nabi Muhammad SAW menyebarkan Islam, ia merupakan tokoh berpengaruh di kota Mekkah. Abu Jahal pulalah yang memberi semangat warga Mekkah ikut dalam pertempuran Perang Badar.
Abu Jahal tercatat dalam sejarah yang menjadi “otak” perencana pembunuhan Rasulullah Saw dan beberapa orang Muslim lainnya di Mekkah. Ia tak bosan memprovokasi warga Mekkah dan kaum penyembah berhala untuk memerangi umat Muslim.
Abdul Hakam bin Hisyam adalah nama asli Abu Jahal. Abu Jahal sejak remaja senantiasa mengolok-olok Muhammad. Pernah juga keduanya berkelahi, Abu Jahal kalah dan terkilir lututnya. Ia sangat dendam kepada Muhammad kala itu.
Dalam berbagai literatur dikisahkan, si Abu ini pernah melamar Khadijah binti Khuwailid. Sayang, maksudnya itu ditolak. Berbeda beberapa bulan berikutnya, justru pinangan Muhammad diterima perempuan cantik dan kaya itu. Khadijah pada tahun-tahun berikutnya ikut mendapingi Muhammad hingga diangkat sebagai nabi.
Tentu, hati siapa yang enggak dongkol. Karenanya, Abu Jahal semakin dengki kepada Muhammad. Untuk menunjukan dirinya hebat, si Abu lalu memproklamirkan dirinya sebagai preman kota Makkah. Orang-orang dhuafa yang masuk Islam semua mendapat penyiksaan pedih dari Abu Jahal.
Abu Jahal pernah berniat kuat ingin membunuh langsung Nabi Muhammad SAW. Kala Nabi sedang sujud, Abu mengendap-ngendap dengan batu besar di tangannya. Ia ingin menghantam kepala Nabi agar pecah. Tiba-tiba ia melihat seekor unta raksasa yang ingin menelannya. Si Abu Jahal ketakutan. Sesudah melepaskan batu yang dipegang, ia terbirit-birit hingga sampai terkencing dan terberak dalam celana. Sampai di rumah ia pingsan beberapa saat.
Ia juga pernah mengintip kala Nabi SAW tengah membaca Alquran di kediaman Rasululluah pada malam hari. Ia mendengar bacaan Alquran yang indah itu. Ia ketahuan sesama rekannya yang juga mengintip. Ia mengagumi kandungan Alquran. Namun setelah meninggalkan tempat itu, Abu Jahal minta kepada pengikutnya untuk menyampaikan kepada warga Mekkah bahwa yang dibaca Rasulullah itu adalah syair menyesatkan.
Peristiwa Isra’ Mi’raj
Puncak kebencian Abu Jahal adalah pada saat Rasulullah SAW usai melaksanakan Isra’ Mi’raj.
Kala Abu Jahal melewati Masjidil Haram di siang hari, ia menyaksikan Rasulullah tengah duduk seorang diri. Lantas si Abu mendekati dan bermaksud mengolok-olok. Ia bertanya kepada Rasulullah hal baru apa lagi yang dialaminya.
Dan tanpa ragu Rasulullah pun menceritakan peristiwa Isra Mi'raj dan apa saja yang dilihatnya selama peristiwa ini. Maka, berlanjut dialog antara Rasulullan dengan Abu Jahal.
"Memang, saya telah diisra'kan ke Baitul Maqdis di Syria (Kini Baitul Maqdis terdapat di Palestina disebut juga Masjid Al Aqsa) tadi malam," kisah Rasul
"Dan sekarang kamu telah berada lagi di antara kita? tanya Abu Jahal," ujar dia.
"Benar," jawab Rasulullah.
Kita tahu bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada 27 Rajab, tahun ke-12 dari kenabian atau 2 tahun sebelum Hijriyah. Setelah Isra’ Mi’raj Rasulullah mengajak manusia supaya percaya kepada kisah perjalanan yang menakjubkan itu. Banyak orang yang tidak percaya, termasuk Abu Jahal.
Nah, menariknya seusai dialog itu Abu Jahal berteriak seperti orang gila memanggil rekan-rekannya, kaum Bani Ka'ab bin Luai.
Akhirnya semua orang berkumpul dekat kakbah, sementara itu Abu Jahal menceritakan kepada mereka apa yang didengarnya dari Rasulullah dengan semangat. Dia berharap dengan kisah ini, orang yang telah beriman kepada Rasulullah akan pergi meninggalkannya karena peristiwa yang di luar nalar manusia.
Kemudian seorang muslim tampil dan bertanya kepada Rasulullah mengenai peristiwa perjalanan dengan jarak ribuan kilometer ditempuh dalam semalam. Rasulullah pun membenarkan perstiwa ini dan menerangkan jika dia juga shalat bersama dengan para nabi.
Umat yang sedang berkumpul pun menanggapi dengan perasaan yang berbeda-beda. Orang musyrik bersuka cita karena menyangka dengan berita ini akan berakhir riwayat Muhammad bin Abdullah. Kembimbangan pun menghinggapi hati sebagian umat Islam.
“Bohong kau Muhammad, bagaimana mungkin dalam satu malam saja kamu bisa ke Baitul Maqdis? Kalau kau benar-benar sampai di sana, coba kau ceritakan apa yang kau lihat dalam perjalanan.”
Muhammad bercerita sesuai dengan yang dilihatnya secara akurat. Orang ramai membenarkan kecuali segelintir para munafiq dan Abu Jahal.
“Itu sihir yang nyata!”, teriak Abu Jahal.
Kontroversial
Jika Abu Jahal yang membenci Muhammad SAW menyebut peristiwa Isra’ Mi’raj sebagai peristiwa yang tidak masuk akal, hal itu sungguh wajar. Sebab, hingga kini setiap tahun diam-diam peristiwa itu terus jadi bahan diskusi.
Terutama di sekolah dasar, mulai ketika penulis masih sekolah hingga kini. Mengapa? Ya, karena peristiwanya itu terjadi dengan ruh dan jasad Nabi SAW, atau dengan ruh beliau saja, atau itu hanya berupa mimpi.
Bermacam analisis guna mendekatkan peristiwa itu ke nalar manusia, namun tak didapati jawaban memuaskan, baik dengan pendekatan filosifi maupun ilmiah. Yang jelas, melalui ruh manusia di antar menuju tujuan non-materi yang tak dapat diukur dilaboratorium, tidak juga dikenal oleh alam materi.
Jadi, bagaimana orang bisa mempercayainya?
Ya, tak lain karena peristiwa itu dapat dijawab dengan pendekatan iman. Isra’ adalah perjalanan Nabi pada suatu malam dari Masjidil Haram di Mekkah menuju ke Masjid al Aqsa di Palestina, sedangkan Mi’raj adalah perjalanan Beliau dari Masjid al-Aqsa menuju Sidrah al-Muntaha, suatu wilayah yang tak terjangkau hakikatnya oleh nalar manusia. Pada kesempatan itu Rasulullah “bertatap muka” dengan Allah SWT.
M.Quraish Shihab (dalam Sirah Nabi Muhammmad SAW dalam sorotan Alquran dan hadis shahi) menyimpulkan ada hal yang disepakati oleh ulama dalam konteks peristiwa Isra Mi’raj itu, yaitu perintah shalat lima waktu sehari disyariatkan Allah. Shalat lima waktu menjadi wajib sekaligus menggarisbawahi perbedaan kaum Muslimin dengan non-Muslim adalah shalat.
Shalat menurut bahasa berarti doa. Shalat menurut syariat ialah ibadah kepada Allah dengan perkataan dan gerakan tertentu, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dengan shalat akan menjadikan cahaya bagi yang melaksanakan.
Nah, di sinilah peran Abu Jahal?
Harapannya dengan shalat dapat mencegah perbuatan yang buruk, lantaran setiap hari seorang Mukmin selalu mendekatkan diri kepada Allah. Sayangnya, hingga kini spirit Abu Jahal masih tumbuh di tengah masyarakat.
Selama 13 tahun Rasulullah berjuang di Mekkah, yang ditekankan pentingnya tentang keesaan Allah dengan menghindari segala kemusyrikan dan penyembahan berhala. Juga dijelaskan tentang kebangkitan manusia setelah kematian. Setiap amal akan mendapat ganjaran selama hidup.
Sementara itu ada orang yang masih menyimpan spirit Abu Jahal, yang mati di Perang Badar itu, selalu mengobarkan kedengkian. Peristiwa Ira’ Mi’raj dianggap sebagai angin lalu. Apa lagi menjalani perinah Shalat. Spirit si Abu diam-diam dihembuskan ke dalam hati umat.
Refleksi Isra Miraj pada tahun ini terasa penting diambil hikmahnya. Sebab, ketika anak bangsa di negeri tercinta ini tengah prihatin menghadapi virus Corona alias COVID-19, eh, ada manusia berhati Abu Jahal memetik keuntungan di tengah penderitaan banyak orang. Misalnya dapat kita saksikan penimbunan masker lalu dijual dengan harga mahal.
Berkomentar dengan nada miring, jauh dari upaya membangun rasa optimisme, menyebarkan berita palsu hingga menimbulkan rasa takut di masyarakat berlebihan dan panik. Dengan demikian, jangankan membantu, orang berhati Abu Jahal itu malah menari di atas ratapan banyak orang.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H