Dengan penuh percaya diri, Mat Peang memperkenalkan wanita-wanita kepada orangtuanya.
Pekan pertama gadis masih duduk di sekolah lanjutan atas, pekan kedua dikenalkan mahasiswa, lalu pekan berikutnya guru, buruh pabrik hingga  janda beranak satu juga dikenalkan.
Peang jadi playboy, wanita mudah dipikatnya. Â Â
Dulu, Peang pendiam. Jarang melepas senyum kepada sesama. Di kampus dan lingkungan kediamannya, ia lebih banyak mengambil posisi jaga jarak dengan teman sebanyanya. Peang minder lantaran berbadan besar, gemar makan dan tak pernah traktir teman lantaran nggak banyak uang.
Peang bukan anak orang kaya. Tapi ia sering membanggakan orangtuanya lantaran mampu membiayai dirinya kuliah hingga selesai. Sayang, ilmu dari bangku kuliah tak dapat diterapkan dalam kehidupan.
Gelar sarjana tak dapat dibanggakan karena ketika melamar ke berbagai instansi tak laku. Â Meski begitu tetap disandang. Peang tak putus asa. Â Ia terus menimba ilmu dan keterampilan lainnya. Terpenting, bisa bekerja dan dapat duit banyak.
Setelah pekerjaan diperoleh melalui koneksi orangtuanya, Â ia bangga punya duit. Disusul syahwat cinta pada wanita di pandangan pertama selalu berulang. Diturutinya nafsu itu dengan dukungan kekuatan uang.
Kalau dulu Peang merasa malu bergaul dengan wanita, kini sudah jauh berbeda. Ia royal dan cepat terpikat wanita. Sayang, cintanya diletakkan di daun kelor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H