Baru kali ini penulis menyaksikan seorang ustaz memberi tausiyah dengan bahasan Virus Corona atau COVID-19 tidak seperti kebanyakan di tempat lain. Ia mengangkat contoh tokoh muslim dengan tidak menyebut sepatah kata pun menyalahkan pihak lain namun mengedepankan kebersamaan untuk keselamatan umat.
Selama ini penulis sering menyaksikan ceramah ustaz dengan pandangan Corona sebagai penyakit kutukan dan peringatan kepada umat manusia lantaran Tuhan memandang manusia sudah berdosa terlalu banyak.
Di tempat lain, selalu saja dijumpai penceramahnya mengangkat dari sisi perbuatan manusia sehingga Allah murka. Enggak salah sih, tapi sepertinya kalau begitu melulu sepertinya khasanah materi pembahasannya kering. Malah bukan memotivasi, namun terkesan menakuti umat. Ujungnya, seolah umat Muslim telah tertutup peluang untuk menunaikan ibadah umrah dan haji karena dosanya.
Tapi, ia justru mengangkat dari sisi lain. Yaitu hubungan antarmanusia yang harus saling menguatkan dalam ikatan silaturahim. Menghilangkan rasa egois berlebihan dan mengedepankan musyawarah untuk kepentingan bersama guna menghindari wabah penyakit yang tengah berkecamuk.
Cantik cara penyampaiannya. Retorikanya juga memikat. Sayang penulis tak tahu nama sang ustaz ganteng dan tampil mengenakan baju gamis sederhana itu.
Ceritanya begini. Penulis pada Sabtu (7/03/2020) melakukan perjalanan ke Lampung. Bertandang ke kediaman salah seorang famili. Perjalanan menggunakan bus umum. Lelah sangat terasa. Ketiba tiba di lokasi, sambil menanti waktu Subuh, tak jauh dari tempat situ terdengar suara azan.
Ya, suara azan melalui sebuah pelantang dari masjid kecil nan elok. Tepatnya Masjid Nur Sa'id, Lampung.
Maka, shalatlah kami dengan beberapa anggota keluarga di situ. Begitu masuk, wuih nampak keren sekali tuh masjid. Mimbar terkesan luas dengan dinding dilapisi wallpaper, tempat khotib terbuat dari kayu jati berukir. Sekeliling mimbar dikhiasi ukiran. Belum lagi karpetnya empuk dan terasa nyaman ketika digunakan.
Seusai shalat, disusul ceramah. Sambil menanti persiapan, petugas menyiapkan meja dan memindahkan peralatan pengeras suara. Di belakang tak kalah sibuk, beberapa orang menyiapkan seruputan kopi khas lokal. Yaitu, kopi Lampung yang terkenal itu dilengkapi makanan kecil.
Kelihatannya semua sudah siap menerima tausiyah. Kita pun menyeruput kopi yang disajikan di hadapan para hadirin yang diduduk bersila.