Berita yang menyebut wanita bisa hamil jikalau berenang bersama dengan pria di kolam renang yang sama seseungguhnya tidak terlalu seru.
Sebab, ada yang lebih seru meski irasional. Begini, rekan sekantor penulis, Elis Wan Aboed (bukan nama sebenarnya) pernah mengungkapkan bahwa hamil itu bisa terjadi tanpa proses "hubungan suami isteri".
Dengan wajah serius ia menjelaskan. Nikah sudah lima tahun, kini ia dikaruniai empat anak. Repot rasanya, sih. Tapi, itu realitas yang tak patut disesali. Yang ia sesali adalah tidak disiplinnya dua pembantu atau asisten rumah tangga di kediamannya.
Mengapa?
Dua pembantu, yang satu ikut membantu kegiatan di dapur dan satu lagi mengurusi pakaian, termasuk menyuci pakaian anak-anak dan suami dan isteri.
Ia mengaku sudah berkali-kali kalau menyuci pakaian dalam suami dan isteri tidak disatukan. Termasuk ketika menjemurnya. Terutama celana bagian dalam tidak boleh berdekatan.
"Ingat, itu tabu!" ceritanya kepada penulis.
Tentu saja penulis jadi penasaran. Mengapa urusan mencuci pakaian ada kaitannya dengan "tabu", suatu istilah tentang pantangan atau larang. Di kampung saya, tabu disamakan dengan pamali. Misalnya, jika diundang makan bersama lalu tiba-tiba ditolak, ya bikin kecewa yang mengundang.Â
Boleh jadi, itu sama saja dengan kampunan untuk sebutan di Tanah Melayu.
Nah, di sini letaknya, ujar rekan yang pandai mengolah cerita itu hingga menimbulkan rasa penasaran.
Anak saya banyak, hampir tiap tahun isteri melahirkan, lantaran celana dalam suami dan isteri bertemu bisa menyebabkan isteri mengandung.
"Mengandung! Hanya karena itukah?" tanya penylis.
Hmmm. Lalu, saya pun menarik nafas dalam setelah mendengar ceritanya. Penulis hanya bisa  melempar senyum. Ini sama saja, wanita bisa hamil lantaran berenang bersama lelaki seperti yang pernah disampaikan oleh Komisioner KPAI, Sitti Hikmawaty.
Mustahil bin mustahal wanita bisa hamil hanya karena berenang bersama lelaki. Atau celana dalamnya disatukan ketika masuk dalam mesin cuci. Zaman sudah berubah, masih saja ada orang bikin cerita seolah itu peristiwa nyata.
Tapi, kita pun harus waras. Sebab, soal itu diangkat cuma sebagai lelucon belaka.
Ini sama saja dengan cerita zaman baheula. Yaitu, pakaian dalam wanita bisa mengusir jerawat. Kita pun tentu pernah mendengar bahwa ada pencuri celana dalam wanita lantaran pelakunya termotivasi ingin jerawatnya segera hilang. Caranya, ya, dengan mengusap mukanya dengan barang curian itu.Â
**
Berbicara pendidikan seks yang belakangan ini masih dianggap berbenturan dengan budaya dan agama, pandangan penulis tak seharusnya terus berlanjut. Sebab, dari perspektif agama (Islam), melalui Alquran, banyak sekali diinformasikan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang belakangan ini terbukti melalui penelitian dan eksperimen.
Nah, dari situ, seharusnya juga agama (Islam) bukan sebagai penghalang bagi orangtua mengajari pendidikan seks kepada anak-anaknya.
Sebagai Muslim, penulis meyakini bahwa kandungan Alquran selalu up to date, relevan dengan kemajuan kehidupan dan perubahan zaman. Alquran adalah kitab tentang masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang yang mampu memberi petunjuk kepada umat manusia lantaran didesain sebagai hudan lin-nas, petunjuk Tuhan untuk kehidupan manusia.
Pada rubrik Kompasiana disebut, pendidikan seks masih dianggap tak lazim dengan berbagai benturan di belakangnya, mulai dari soal budaya hingga agama. Alih-alih memberikan pendidikan seks kepada anak, di kalangan orangtua sendiri justru masih enggan membicarakan hal itu.
Sayogianya pendidikan seks itu penting. Sebab, hal itu merupakan hubungan yang sakral dan dianjurkan selama dalam ikatan pernikahan. Manusia memang dikaruniai untuk berpasang-pasangan dan dari situ diperoleh kenikmatan seksual yang merupakan hadiah paling berharga dari Tuhan.
Lantaran kenikmatan hubungan yang sakral dan sangat pribadi, maka masih banyak dijumpai orangtua tak terbuka kepada anak. Patutnya hanya anak yang baligh (dewasa) memperoleh pendidikan seks. Â
Namun penting ditekankan dan dipahami kepada orangtua bahwa untuk melakukan hubungan seksual yang baik perlu:
Keberanian mengakui dan berupaya mencari pengobatan untuk gangguan seksual. Pun, kemampuan untuk menikmati perilaku seksual selama hal itu dilakukan tanpa melanggar etika, norma agama dan sosial. Bebas dari kekhawatiran karena ketakutan, rasa bersalah, kepercayaan yang keliru, dan etika pribadi.
Tak kalah penting, bebas dari berbagai gangguan organik, penyakit, dan kelainan yang mengganggu fungsi seksual.
**
Sungguh, memang, membicarakan masalah seksual kerap menimbulkan ketidaknyamanan. Karenanya, orangtua perlu memahami tentang seks itu sendiri dan berbicara kepada anak-anaknya dengan transparan namun harus pandai mengemasnya dengan informasi tak telanjang.
Harus disadari bahwa salah satu kemahakuasaan Allah adalah penciptaan makhluk biologis berpasang-pasangan, lelaki dan perempuan (an-Najm/53:45).
Dari pandangan itu, kita dapat memastikan bahwa hanya ada dua jenis kelamin yang diciptakan Tuhan. Tidak dikenal jenis kelamin netral (intersex), yang banyak diperkenalkan Dunia Barat. Untuk masalah ini, penulis hanya menguraikan secara sederhana saja. Sebab, masalahanya  berkaitan dengan kelainan perkembangan seks, teknologi kedokteran yang mengubah kelamin seseorang hingga dampak hukumnya dari sisi agama dan negara.
Nah, kita sering mendengar istilah trans-sexual, kemudian diistilahkan transgender (transjender). Dari sisi medis, dengan kecanggihan teknologi, orang mudah melakukan itu semua. Lantas, bagaimana dari sisi agama?
Pertanyaannya, apakah setelah operasi status baru dapat diterima? Dalam Islam ada perbedaan tegas antara lelaki dan perempuan menyangkut misalnya kelompok shaf dalam shalat berjemaah, hak waris, hak menjadi imam dan khatib.
Lebih repot, ketika wafat? Apakah yang bersangkutan digolongkan sebagai homo-seksual atau heteroseksual. Dalam hal ini imam shalat jenazah harus berdiri lurus dengan kepala ataukah perut. Hal ini tentu jadi rumit dari sisi fikih.
Melihat realitas seperti itu, maka pendidikan seks tentu menjadi penting. Selain memberi pemahaman agar anak tak terjerumus seks bebas, juga dapat menghindari dampak buruknya penyakit kotor akibat melakukan hubungan badan tanpa mengindahkan etika, sosial dan agama.
Bagi penulis, hal itu sudah sejalan dengan penegasan badan kesehatan dunia (WHO) yang menekankan bahwa kesehatan reproduksi penting dipahami semua kalangan. Kehidupan seksual harus dijalani dengan aman dan memuaskan untuk mendapati keturunan berkualitas sesuai dengan yang diinginkan dan pada waktu yang ditentukan.
Kita pun harus menyadari bahwa kesehatan reproduksi yang baik hanya didapati melalui pendidikan yang baik pula. Bukankah itu juga menjadi bagian dari sasaran Millennium Development Goals (MDG).
**
Untuk memberikan gambaran betapa pentingnya pendidikan seks itu, bagi kalangan oangtua bisa memulai dengan kata pengantar melalui awal tulisan ini. Antara lain seputar perempuan bisa hamil lantaran mandi di kolam yang sama dengan lelaki.
Atau mengangkat kisah pertemuan dua celana dalam isteri dan suami di mesin cuci bisa menyebabkan seorang ibu hamil. Bisa pula, celana dalam curian wanita bisa dijadikan sapu tangan ajaib untuk membersihkan jerawat di muka.
Namun sebelum itu orangtua harus memahami akil baligh. Yatu, perubahan fisik yang terjadi pada seorang anak menjadi dewasa yang mampu melakukan reproduksi. Perubahan pubertas diawali dengan isyarat hormonal, yang datang dari otak ke alat kelamin, yaitu ovarium atau indung telur pada perempuan dan testis pada lelaki. Masih banyak lagi yang harus diketahui.
Selain itu, bagi orangtua harus menyadari  akan pentingnya khitan (sirkumsisi atau sunat). Khitan bukan saja dilakukan umat Muslim, kaum Yahudi juga melakukannya. Di Indonesia biasanya dilakukan usia 6-11 tahun. Sedangkan di Amerika Serikat dan Korea Selatan setiap bayi lelaki yang lahir di rumah sakit dilakukan khitan sebelum pulang.
Dari sisi kedokteran, khitan sangat penting guna menghindari kuman yang dapat berkembang di bawah kulit preputium. Agar tak menimbulkan infeksi, ya dikhitan. Masih banyak manfaat lainnya dari khitan itu. Karenanya, jadi orangtua penting memahami pendidikan seks bagi anak-anaknya. Â
Salam berbagi.
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H