Tak habis pikir. Kok, beraninya Ade Armando "melawan" suhunya Rocky Gerung. Awalnya sih penulis biasa saja menyikapi pernyataan Ade Armando melalui lamannya ketika ia mengulas prihal Rocky Gerung. Pengamat sosial politik itu belakangan ini dinilainya makin ngaur dalam berbagai komentarnya.
Dalam berbagai ulasannya, Ade Armando sering mengangkat isu keagamaan. Utamanya yang tengah aktual. Mulai dari peristiwa ringan hingga rada berat. Ia pun kemudian selalu menutup rangkaian kalimatnya dengan mengajak umat untuk menggunakan akal sehat dalam beragama dengan harapan agama memberi manfaat.
Wuih, keren deh. Sehingga dari ulasannya itu mendorong penulis untuk membuka tafsir ilmi dan terjemaah Alquran. Kalau-kalau ada yang keliru dengan maksud untuk menghubunginya agar Ade Armando cepat memperbaiki.
Tapi, sampai saat ini, ya belum pernah si menghubunginya.
Menariknya, pada Kamis pagi ini kok penulis jadi terdorong untuk mengungkap perasaan seputar pernyataan Ade Armando. Pasalnya, ia telah berani melawan suhunya, atau seniornya dari Universitas Indonesia (UI). Ini barang langka, seorang akademik beraninya menantang sang suhu.
Tentu Ade, yang sehari-hari ulasannya telah memikat isteri penulis melalui lamannya, telah memahami bahwa dalam perspektif Islam, seorang santri yang melawan ustaznya dapat dikatagorikan sebagai murid yang tak tahu adab.
Kalau kita lihat pengertian adab dari berbagai literatur adalah adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama. Tegasnya, Ade Armando dalam kaitan ini telah durhaka kepada sang suhu lantaran ia tak tahu etika.
Dalam dunia pesantren, seorang santri harus hormat kepada kiyai. Termasuk ustaz di lembaga ia belajar. Sebab, di situ seorang santri memetik pelajaran bukan saja dari kata per kata melalui kitab yang sehari-hari dibaca tetapi memetik contoh yang diberikan sang ustaznya.
Namun penulis menyadari, yang beginian dalam akademik tak berlaku. Artinya, dalam dunia kampus,  seperti penulis jalani di  Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta hingga Universitas Tanjungpura Pontianak, tempo dulu, hal itu tak berlaku.
Jadi, jika saja sang dosen (suhu) tak memberikan teladan dengan baik bagi mahasiswanya, ya ditinggalkan saja. Apa lagi jika itu sudah masuk ranah pribadi dan cenderung tak objektif lagi dalam memberikan argumentasi.
Logika dalam adab di dalam dunia akademik memang berbeda. Kekuatan argumentasi, dukungan data dan fakta ilmiah sangat menentukan. Hal itu juga berlaku ketika berceloteh di muka publik. Celotehnya harus tetap terkontrol dan menjauhi kepentingan pribadi. Nah, justru di sini Ade Armando memandang suhunya telah ngaur.