Terungkapnya Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire merupakan wujud adanya keseriusan orang-orang yang tengah merindukan kejayaan para raja di masa lampau. Ada yang mengaku sebagai titisan raja-raja, seperti dari Kerejaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, adalah gambaran utopia yang kemudian menjungkir-balikan akal sehat.
Dalam hal urusan beraroma (ajaran, paham dan kerajaan utopia), orang pintar saja bisa tertipu. Coba telusuri dengan dukungan Mbah Google, pasti didapati seorang profesor saja bisa tertipu dengan Kanjeng Dimas. Si jago mistik melipatgandakan uang ini aksinya sudah berakhir dan masuk penjara. Sementara ribuan orang terpedaya dan uang pun lenyap.
Pada 2016, MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa sesat terhadap ajaran sesat Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Pria itu dianggap melakukan sejumlah kegiatan menyimpang, menyesatkan, dan melecehkan agama.
Dimas Kanjeng mendoktrin pengikutnya dapat menggandakan uang lewat praktik 'kun fayakun'. Dia juga mengajarkan sejumlah wirid yang dianggap menyalahi ajaran Islam. Selain itu, ia turut mendoktrin keyakinan kufarat kepada pengikutnya bahwa ada bank gaib.
Kasus terakhir, yaitu munculnya Kesultanan Selacau. Diakui pemuncula kesultanan ini berbeda dengan fenomena Keraton Agung Segajat di Purworejo dan Sunda Empire di Bandung. Kesultanan Selaco alias Selacau Tunggul Rahayu di Kecamatan Parung Ponteng Kabupaten Tasikmalaya selama ini bisa berdampingan dengan pemerintah daerah sejak tahun 2004. Â
Kerajaan Sejagat dan Sunda Empire, sejatinya mengajak orang-orang waras ke alam utopia. Rakyat di Tanah Air sepertinya mudah diperdaya dan digiring ke jalan yang merugikan dirinya sendiri. Meski begitu, pemunculan Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu perlu diwaspadai. Apa, sih, motivasinya?
**
Kasus yang menggiring anak bangsa ke alam utopia akan "kejayaan" yang diidamkan juga banyak terjadi dengan mengemas ajaran agama Islam. Misalnya kemunculan aliran Gerakan Fajar Nusantara (disingkat Gafatar) di Kabupaten Mempawah Timur di Kalimantan Barat pada Januari 2016. Kemasan dakwah dan mencuci otak pengikutnya merupakan cara penipuan paling ampuh.
Pendiri Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Musadeq pernah terjerat kasus aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah pada 2006. Sebagai pendiri aliran, Ahmad Musadeq menyatakan diri sebagai nabi atau mesias.
Kita pun pernah digegerkan dengan kasus Lia Aminuddin atau Lia Eden dengan jemaatnya yang disebut Salamullah. Pada tahun 1997, ramai media massa mewartakan karena mengaku Imam Mahdi sebagai penyebar wahyu Tuhan. Lebih seru lagi yang bersangkutan mengaku sebagai reinkarnasi Bunda Maria, sedangkan anaknya, Ahmad Mukti, adalah jelmaan Yesus Kristus.
Ajaran ini didirikan oleh pasangan suami-istri Rudi dan Aisyah, dan dipimpin Nurhalim di Serang, Banten. Dianggap kontroversial karena meyakini Nabi Muhammad berjenis kelamin wanita. Aisyah mengaku sebagai Ratu Kidul yang menganut agama Sunda Wiwitan, namun mengakui Al Quran dan Allah SWT.
Jika kita buka konten di sosial, media Youtube dan Facebook, didapati ada orang yang mengaku Allah memiliki makam. Ka'bah bukan kiblat umat Islam, tapi tempat pemujaan berhala. Hebatnya, tokohnya, Aisyah mengaku bisa menarik dana milik negara lewat akses bank-bank di luar negeri. MUI Kota Serang memutuskan fatwa sesat kepada kelompok ini pada tahun 2018.
Penulis juga mendapati penyebar ajaran Islam sesat kepada para pengikutnya. Dia, adalah Puang La'lang yang mewajibkan pengikut membayar kartu surga seharga Rp10 ribu hingga Rp50 ribu. Pengikut juga memungut dana zakat yang bernilai Rp5 ribu per kilogram, tergantung berat badan masing-masing pengikut.
Ada pula kewajiban pengikut menyetor 2,5 persen penghasilannya kepada Maha Guru. Puang La'lang mengangkat diri sebagai rasul. Dia juga menyatakan adanya Allah pencipta, Allah Mama, Allah Bapa, Allah Iblis, Allah Jin, Allah Syaitan, Allah Nafsu. Selain itu menafsirkan ayat suci Alquran sesuai kehendak, dan meyakini adanya kitab suci tersendiri (Kitabullah).
Si Maha Guru keblinger ini juga mengaku dapat memperpanjang umur pengikutnya, lalu mengajarkan bahwa manusia yang wafat akan diangkat Allah menjadi tuhan. Dia juga dilaporkan menikahkan sejumlah pengikutnya tanpa wali nikah dan tanpa pencatatan di Kantor Urusan Agama.
**
Baik orang yang mengaku sebagai Maha Guru, Kanjeng Dimas dan Nabi Palsu Musadeq -- kemudian disusul orang-orang yang mengaku sebagai titisan para raja -- hingga hadirnya kerajaan baru seperti Kerajaan Sejagat ataupun Sunda Empire, sejatinya mereka itu terinspirasi cita-cita hayalan seseorang. Para tokohnya melihat gambaran ke depan, melalui hayalannya, akan lebih baik. Kondisi masyarakat kini dianggapnya jauh dari ideal. Jauh dari harapan yang ada di benaknya.
Harapan atau cita-cita utopia itu kerap memberikan penekanan pada prinsip egaliter kesetaraan dalam bidang ekonomi, pemerintahan, dan keadilan.
Lyman Tower Sargent, seperti dikutip Wikipedia menyebut, di situ ada penonjolan sosialis, kapitalis, monarkis, demokratis, anarkis, ekologis, feminis, patriarkal, egalitarian, hierarkis, rasis, sayap kiri, sayap kanan, reformis, cinta bebas, keluarga inti, keluarga besar, gay, lesbian, dan lainnya. Pada pokoknya, mereka adalah kaum utopia. Mereka punya bayangan (khayalan) yang tak mungkin diwujudkan dalam kenyataan.
Lantas, apa upaya kita untuk mencegahnya kerajaan utopia seperti yang digambarkan di atas?
Peran tokoh masyarakat, pemuka agama, elite politik dan para pendidik sangat dibutuhkan dalam hal ini. Ajaran yang memutarbalikan akal fikiran waras sekarang ini tengah berkembang.
Itu terjadi karena adanya kekosongan dakwah. Kekosongan dakwah terjadi di banyak tempat. Jika ada paham atau ajaran baru masuk, perangkat daerah lambat bergerak. Kadang melembar tanggung jawab dengan menyebut bahwa itu ranah kepolisian.
Padahal, dalam soal beginian, semua memiliki tanggung jawab yang sama. Ingat, kekosongan dakwah dalam hal itu tak selalu menjadi tanggung jawab organisasi keagamaan. Lembaga swadaya masyarakat, elite politik dan perangkat daerah pun sangat dibutuhkan perannya. Â
Masyarakat akar rumput perlu informasi dan bimbingan. Mengingat lagi kesenjangan pendidikan dan hak mendapat informasi warga di desa dan perkotaan di negeri ini masih terasa. Jangan turun ke lapangan kala suara rakyat dibutuhkan menjelang pemilihan kepala daerah saja. Lebih sering tampil di tengah masyarakat akar rumput akan membuahkan manfaat sambil memberi pencerahan berbagai hal.
Ya, termasuk mencegah penyesatan melalui infromasi yang masuk dan tak masuk akal.
Salam berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H