Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Jangan Jadikan Nikah sebagai Resolusi 2020?

20 Desember 2019   11:41 Diperbarui: 20 Desember 2019   19:18 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku nikah di Indonesia. (SHUTTERSTOCK/RAHADIANPERWIRANEGARA via kompas.com)

Ilustrasi, usai nikah, Tiwi dan Raqy pamer buku nikah. Foto | dokpri
Ilustrasi, usai nikah, Tiwi dan Raqy pamer buku nikah. Foto | dokpri
Pertanyaan yang dilontarkan anggota keluarga pada momentum liburan tahun baru itu mengandung makna bahwa mereka merasa prihatin kala jejaka atau sang gadis tak punya niat untuk menikah. 

Mungkin niat nikah ada tetapi belum merasa memiliki kecocokan. Masih mencari dan saling menjajaki. Kalaupun sudah ada di antaranya sudah mengikat janji berupa tunangan tetapi putus lantaran berbagai sebab.

Bukan hanya sang gadis yang punya perasaan tertekan. Pria pun punya perasaan serupa karena selalu didera dengan pertanyaan "kapan nikah?" ketika berlangsung pertemuan antaranggota keluarga. Bukan hanya pada momen liburan tahun baru, pada hari besar lainnya pun saat anggota keluarga berkumpul, lagi-lagi pertanyaan itu diangkat.

"Huuu menjengkelkan!" ungkap seorang gadis yang usianya mendekati kepala lima.

Sejatinya nikah atau tidak bagi seseorang itu adalah pilihan. Ada orang yang tak mau menikah atau menunda pernikahan tentu disertai alasan masing-masing. Anehnya, kok orang lain -- termasuk orangtua -- jadi ikut repot. Bukankah keputusan nikah atau tidak  itu menyangkut hak dasar seseorang.

Sudah menjadi sunatullah, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan pria dan wanita dengan fisik, karakter dan sifat yang berbeda. Kendati begitu, perbedaan tersebut justru membuat kedua mahluk tersebut saling membutuhkan satu sama lain. Dan, dengan kebesarannya pula, Allah menjadikan keduanya berpasangan.

Dalam prespektif Islam, pria dan wanita disyariatkan untuk menikah. Allah memerintahkan kaum muslimin menikahkan orang-orang yang belum menikah, termasuk kaum fakir dan melarang untuk mengkhawatirkan kemiskinan diri dan masyarakat.

Pria yang saleh, berakhlak mulia dan diridhoi oleh wanita serta keluarganya, harus diterima jika melamar. Selain kesalehan, diperkenankan menggunakan kriteria lain, seperti kecocokan tabiat dan taraf ekonomi dalam mempertimbangak calon suami atau memilih calon suami yang sekufu (sebanding).

**

Dari penjelasan tersebut, bisa jadi bahwa nikah itu menjadi wajib. Nikah menjadi wajib, jika, pertama, memiliki dorongan syahwat yang besar, dan jika tidak menikah segera kemungkinan besar disalurkan dengan cara yang haram.

Alasan kedua, memiliki kemampuan secara finansial. Tegasnya, dalam kondisi ini kewajiban untuk menikah lebih utama/didahulukan daripada kewajiban ibadah haji. Ketentuan ini juga berlaku bagi wanita, jika dia takut terjerumus ke dalamperzinaan jika tidak menikah segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun