**
Kita pun sering membaca berita para ustaz atau dai ditolak masuk ke negera tujuan ketika diundang untuk berceramah. Mereka dicuriga, tapi tak jelas kecurigaannya.
Sebut saja Ustaz Riza Muhammad belum lama ini tertahan di imigrasi Bandara Hong Kong kala hendak mengisi ceramah di negara tersebut. Â
Sebelumnya juga pernah terjadi pada diri Ustaz Abdul Somad ditolak masuk Hong Kong oleh otoritas setempat. Tentu saja ustaz yang tengah naik daun itu tak kuasa membendung kekecewaannya. Pasalnya, ia batal berdakwah untuk Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong.
Boleh jadi hal serupa juga menimpa para pemuka agama lainnya. Atau terkait pernikahan bagi pemeluk agama Kristen, Hindu dan Buddha di luar negeri. Mereka tak terlayani sebagaimana mestinya. Jangankan nikah sesuai prosedur seperti di Tanah Air, bisa jadi pula bimbingan pranikah nihil.
Semua orang pun tahu bahwa urusan agama itu tak melulu menyangkut kawin-mawin, tak melulu menyangkut kelahiran dan kematian. Tidak sebatas itu saja. Urusan keagamaan mulai dirasakan sejak manusia lahir hingga tempat pemakaman.
Meski sudah wafat, mustahil bin mustahal untuk pemakamannya dilakukan di tempat sembarangan. Walau anggota punya hak mengaturnya, tapi tak masuk akal jika mereka memaksakan makan ditempatkan di ruang tamu.
Atau, makam orang Kristen atau Yahudi ditempatkan di pemakaman Muslim. Ya, tak mungkin, karena kita masih menghormati arwah manusia yang wafat sesuai dengan keyakinan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Tegasnya, siapa pun tentu sepakat, Â bahwa pemerintah perlu hadir mengatur semua itu.
**
Negara memang tak boleh terus menerus mengabaikan kepentingan warganya terkait urusan pernikahan, pelayanan keagamaan dan kependudukan. Karena itu dibutuhkan perlindungan.