Malam ini sulit tidur. Bukan lantaran tak punya uang lalu takut tak makan esok hari. Bukan pula sedang menderita sakit atau pun disebabkan menghadapi persoalan berat seperti tengah dimarahi isteri. Bukan itu. Cuma satu penyebabnya yang bagi orang lain bisa saja dianggap sangat sepele.
Apa itu?
Tak jauh-jauh, mikirkan sang ustaz takut dikeroyok orang kampung. Pasalnya, sang ustaz ini sering mengambil keputusan tergolong berani. Berani bukan lantaran fisiknya masih kekar menghadapi warga, bukan pula karena punya kekuasaan dalam mengelola masjid sebagai ketua.
Ustaz berusia 70-an ini berani mengambil keputusan karena yakin langkah dan perbuatannya tidak menyalahi hukum negara dan agama.
Bayangkan, di tengah beredarnya isu larangan bagi pendukung Ahok -- sebutan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) -- tak boleh disholatkan di masjid, justru sang ustaz mengizinkan ambulance dari rumah ibadah itu boleh digunakan untuk menjemput jenazah orang nonmuslim yang meninggal hingga ke tempat pemakaman.
Bukan itu saja ia seperti banyak berpihak kepada orang nonmuslim. Kala Idul Adha, ia membagikan daging kurban kepada orang Kristen yang secara ekonomi tidak menggembirakan.
Ia pun tak puduli ucapan pengurus masjid dari tetangga sebelah. Katanya, orang kafir miskin disantuni sedangkan Muslim yang kekurangan masih banyak.
Pada kesempatan lain, ketika diundang orang beragama Kristen pada sebuah pesta perkawinan, sang ustaz pun datang mengenakan kain sarung dan kopiah putih hajinya.
Suatu ketika di kawasan ia tinggal ada umat nasrani wafat, ia datang ke kediamannya. Warga pun mempertanyakan, wah pak ustaz sudah menjadi kafir sekarang.
**
Sudah dua bulan penulis belajar kajian Alquran dan tajwid dari ustaz ini. Penulis tak sebut namanya, cukup dengan inisial saja, yaitu Dd. Oleh rekan penulis sering dipanggil Dede saja, padahal nama lengkapnya bukan itu.