Kehadiran pondok pesantren telah menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat. Kini banyak orang tua yang merasa takut putra-puterinya terkena penyalahgunaan narkoba, lalu memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan tersebut.
Persoalannya sekarang, lembaga pondok pesantren yang kita muliakan itu telah diberi label tidak menyenangkan. Pondok pesantren diplesetkan penyebutannya dengan rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ah, menteri anu masuk pondok pesantren KPK," begitu pernyataan yang sering terdengar ketika seorang pejabat ditetapkan menjadi tersangka oleh lembaga antirasuah.
Nah, mumpung Hari Santri 2019 yang jatuh pada 22 Oktober, kita berharap para santri tidak tersinggung dengan penyebutan tersebut. Kita berharap para santri tetap dapat menjaga nilai-nilai keberagamaan dan kebangsaan.
Yang jelas, pondok pesantren dan santri hingga kini tetap eksis lantaran saling mengisi bagai air dan ikan yang saling membutuhkan. Kiai hadir di pondok bagai matahari menyinari bumi tak kenal henti. Para santri datang ke pondok bagai gayung mendekati sebuah kolam air yang tak pernah kering.
Lalu, salahkah jika ada penjahat (koruptor) menjadi seorang santri dan belajar di pondok pesantren? Tidak salah. Asal saja, pondok pesantren harus tetap dipandang sebagai bengkel moral. Pondok pesantren adalah institusi pendidikan keagamaan dengan tujuan memuliakan akhlak manusia. Tapi, tentu tak sama perannya dengan KPK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H