Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Puncak Prestasi DPR Ketika Anggotanya Sebut Kemenag Bangsat

29 September 2019   14:05 Diperbarui: 29 September 2019   14:32 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada yang berani melaporkan makian anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang menyebut Kementerian Agama (Kemenag) bangsat ke pihak polisi.

Di ranah publik yang mencuat cuma sikap pro dan kontra. Ada yang mengecam dan mengeritik tetapi di sisi lain ada yang membela.

Kita masih ingat betul bahwa pernyataan bangsat itu keluar dari mulut Arteria dalam rapat kerja Komisi III dengan Jaksa Agung M Prasetyo di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3/2018). Arteria mengaku geram dengan terhadap korban penipuan biro perjalanan umrah yang saat ini makin banyak.

Suara yang meluncur dari mulut anggota dewan terhormat itu seperti mewakili suara penulis. Jengkel dan kesal memang jika mendapati biro perjalanan umrah dan haji melakukan penipuan. Bahkan jika kita renungkan, hingga 2019 ini masih terus terungkap biro perjalanan melakukan penipuan.

"Yang dicari jangan kayak tadi Bapak lakukan inventarisasi, pencegahannya, Pak. Ini Kementerian Agama bangsat, Pak, semuanya, Pak!" ujar Arteria seperti dikutip berbagai media.

Peristiwa itu harus dicatat bahwa dewan tak pernah diam terhadap biro perjalanan haji dan umrah yang melakukan penipuan. Jika kita melakukan Mengevaluasi DPR RI, bisa jadi hal ini merupakan prestasi.

Kemenag sayogianya sudah bisa menyelesaikan persoalan itu yang kerap muncul berulang sejak dulu. Karena itu, tak heran bila Gus Dur, Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid, pernah menyebut kementerian itu sebagai "pasar".

Lantaran ucapannya terlalu kasar, boleh jadi ada sebagian pihak tak setuju. Dengan alasan, kok dewan mulutnya seperti itu, ya? Ngomong bangsat. Sedangkan bagi yang mendukung, bisa jadi hal itu meluncur lantaran kekesalan sudah mencapai puncaknya. Boleh jadi pula peristiwa itu dapat dimaknai sebagai puncaknya prestasi anggota dewan yang sebentar lagi lengser.

Makian Arteria itu juga menimbulkan polemik di media massa dan media sosial. Komisi VIII DPR, yang membidangi agama, kemudian memberikan pembelaan ke Kemenag sebagai mitra kerja.

Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzili merasa yakin Kemenag dapat menyelesaikan masalah penyelenggara umrah dan haji bermasalah.

Sementara itu anggota PPP, partai tempat Menag Lukman Hakim Saifuddin bernaung, sedikit meradang. Lalu,  Arteria diminta menyampaikan permohonan maaf ke jajaran Kemenag. Pasalnya, pejabat dan pegawai Kemenag tak terima atas makian politikus PDIP itu.

Tapi lepas dari sikap pro dan kontra itu, yang jelas ucapan Arteria adalah sebuah prestasi meski dianggap kasar. Apa lagi makiannya itu tak diangkat menjadi persoalan hukum. Hebat, kan?

Lagi-lagi, jika bicara prestasi bagi anggota dewan, yang teringat adalah perihal kata bangsat itu. Ya, bisa jadi orang lalu menilai mumpung masih menjadi anggota dewan. Maka, bicara dengan mitra kerjanya dapat bebas meski sangat dianjurkan menjaga kata dan ucapan harus santun.

Tapi, jika bicara santun melulu, dikhawatirkan publik akan memberi penilaian anggota dewan tak bernyali. Tidur di ruang kerja kala rapat berlangsung. Karena itu, diperlukan kata yang bisa memiliki daya kecjut, membuat publik merasa tersengat. Kalau kalem melulu, kapan bisa menjadi 'beken'?

Untuk menjadi anggota dewan yang paling dihormati, kata dan perbuatan memang harusnya sejalan. Bukan omong melulu. Rakyat perlu bukti. Tapi, realitas bertolak belakang. Ini juga sebagai "prestasi" anggota dewan lainnya.

Coba perhatikan pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pada awak media pada Jumat (6/9/2019). Di tengah gelombang penolakan terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, diungkap ratusan wakil rakyat dan kepala daerah tersentuh hukum.

Terbanyak adalah para anggota DPR dan DPRD, yaitu dalam 255 perkara. Kemudian kepala daerah berjumlah 110 perkara. Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang.

Ini baru data sampai Juni 2019. Setelah itu, sejumlah politisi kembali diproses. Lagi-lagi, lepas dari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki anggota dewan, kita patut menyampaikan terima kasih.

 

Sumber bacaan satu dan dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun