Tapi lepas dari sikap pro dan kontra itu, yang jelas ucapan Arteria adalah sebuah prestasi meski dianggap kasar. Apa lagi makiannya itu tak diangkat menjadi persoalan hukum. Hebat, kan?
Lagi-lagi, jika bicara prestasi bagi anggota dewan, yang teringat adalah perihal kata bangsat itu. Ya, bisa jadi orang lalu menilai mumpung masih menjadi anggota dewan. Maka, bicara dengan mitra kerjanya dapat bebas meski sangat dianjurkan menjaga kata dan ucapan harus santun.
Tapi, jika bicara santun melulu, dikhawatirkan publik akan memberi penilaian anggota dewan tak bernyali. Tidur di ruang kerja kala rapat berlangsung. Karena itu, diperlukan kata yang bisa memiliki daya kecjut, membuat publik merasa tersengat. Kalau kalem melulu, kapan bisa menjadi 'beken'?
Untuk menjadi anggota dewan yang paling dihormati, kata dan perbuatan memang harusnya sejalan. Bukan omong melulu. Rakyat perlu bukti. Tapi, realitas bertolak belakang. Ini juga sebagai "prestasi" anggota dewan lainnya.
Coba perhatikan pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pada awak media pada Jumat (6/9/2019). Di tengah gelombang penolakan terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, diungkap ratusan wakil rakyat dan kepala daerah tersentuh hukum.
Terbanyak adalah para anggota DPR dan DPRD, yaitu dalam 255 perkara. Kemudian kepala daerah berjumlah 110 perkara. Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang.
Ini baru data sampai Juni 2019. Setelah itu, sejumlah politisi kembali diproses. Lagi-lagi, lepas dari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki anggota dewan, kita patut menyampaikan terima kasih.
Â
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H