Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pengalaman Dikepung Kabut Asap

13 September 2019   14:39 Diperbarui: 13 September 2019   20:58 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengamat sosial di Pontianak, Dr. William Chan, OFM Cap pernah ngobrol dengan penulis dan mengungkap bahwa di Kalimantan Barat (Kalbar) kerap diliputi hal yang menyeramkan.

Pertama, Pontianak dikenal sebagai kota hantu. Sebab, ketika membangun kota itu, Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri dan sultan pertama setempat, membangun kerajaan harus didahului memerangi hantu.

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie lahir pada 1142 Hijriah / 1729/1730 M. Ia adalah putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab.

Tentu saja karena disebut sebagai kota hantu, ingatan orang masih kuat tentang kemampuan etnis lokal, Dayak, yang memiliki daya penciuman terhadap kubu lawan yang tidak pernah meleset ketika konflik antaretnis beberapa tahun silam.

Kedua, kondisi provinsi ini dalam posisi "api dalam sekam". Artinya, dalam suatu saat bisa "meledak" dalam bentuk kerusuhan sosial akibat buntut berbagai persoalan yang tak tuntas diselesaikan. Kecemburuan sosial berpotensi menyeret menjadi isu SARA.

Ketiga, hal ini paling "seru" yang menurut mantan dosen etika STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Pontianak itu adalah kemarau panjang. Kala musim kering tiba, maka datang sederet masalah ikutannya di wilayah provinsi itu.

Dampak dari kemarau itu, kata pastor ini, yang paling menonjol adalah kebakaran hutan, kurangnya air bersih, kesehatan (mata, sesak napas dan penyakit kulit). Wilayah ini, menurut catatan penulis 667.590 ha merupakan lahan pertanian dan 14.258.410 ha merupakan hutan primer, sekunder dan belukar.

Ketika kemarau panjang datang, umumnya warga lokal sudah memiliki stok air di dalam tempayan. Itu merupakan hasil kerja keras selama musim penghujan, air ditampung dan dikumpulkan. Sedangkan di sejumlah rumah ibadah, seperti masjid, biasanya sudah memiliki tandon air di bawah bangunan berupa kolam untuk menampung air hujan.

Untuk fasilitas publik lainnya seperti pasar dan sekolah, ya menderitalah. Kamar WC baunya tak tertolong lagi.

Lalu, bagaimana warga kota Pontianak dan beberapa kota lainnya di provinsi itu?

Selama ini warganya mengandalkan air dari PDAM setempat. Kalau kemarau datang, distribusi air dihentikan. Alasan paling sering dikemukakan oleh manajemen PDAM adalah menjaga instalasi penjernihan air agar tidak rusak.

Maklum, ketika kemarau tiba, interusi air laut ke Sungai Kapuas demikian kuat. Air baku dari sungai itu masih jadi andalan selama ini. Dan, agar peralatan penjernihan milik PDAM tak rusak, ya satu-satu jalan adalah menghentikan pendistribusian.

Terdesak kebutuhan air bersih, lantas warga kota mencari air bersih. Mendatangi kantong-kantong air berupa parit. Jika dijumpai, air keruh dalam parit disedot dengan pompa. Lalu, dibawa ke kediaman untuk ditempatkan di drum. Di kediaman air tersebut ditaburi kapurit. Untuk mengurangi penggunaan air bersih, warga jarang mandi.

Penulis yang pernah tinggal di Pontianak kala musim kemarau panjang terpaksa mandi menggunakan air galon. Sementara itu kebutuhan BAB, ya pakai air galon juga. Jika tak ada, pergi ke Sungai Kapuas. Di situ, banyak warga mencuci pakaian dan mandi. Hehehe diam-diam buang hajat besar.

Itu pengalaman masa lalu. Tapi untuk sekarang, ketika kemarau datang, PDAM tetap mengalirkan air ke kawasan rumah tangga. Soalnya, untuk kebutuhan mandi tetap dirasakan mendesak meski air tak sejernih seperti kala musim hujan.

Musim kabut asap jarak pandang bisa 10 meter. Dapat dibayangkan betapa sesaknya dada ini. Keluar rumah harus menggunakan masker. Bila tak perlu, jangan keluar rumah. Imbauan dari instansi kesehatan selalu diulang-ulang sambil membagikan masker kepada warga.

Rasanya ingin kembali ke kampung halaman, Jakarta, ketika musim kemarau panjang terjadi. Tapi, ya tak bisa begitu saja. Soalnya, harus juga memindahkan anak sekolah yang tak mungkin dilakukan dengan seketika.

Terpaksa bertahan. Mau keluar dari Pontianak saja, misal pergi ke kota lain menggunakan pesawat tak bisa. Menggunakan mobil saja, ya takut juga. Sebab, kalau kemalaman, jalan tertutup kabut asap. Hu, rempot rasanya.

Sungguh penulis masih beruntung dalam mengatasi kebutuhan akan air bersih. Punya kenalan seorang tentara. Kalau itu ia menjabat sebagai   Danrem 121/Alambhana Wanawwai Kodam VI/Tanjung Pura, Erwin Sudjono.

Orang ini sangat ramah dan sering membantu warga mendistribusikan air bersih. Begitu dimintai tolong, air datang ke kediaman penulis di Perumahan Jalan Abdul Muis. Wuh, keren. Yang ngantar para prajurit berpakaian loreng sehingga mengundang perhatian para tetangga.

Karena air banyak, ya bagi-bagi kepada tetangga. Belakangan penulis baru tahu ia adalah Kasum TNI (2007).

Kondisi kota lainnya di Kalimantan saat kemarau panjang, ya tak jauh berbeda dengan Pontianak. Kabut asap sudah menjadi bahaya rutin yang terus mengancam kesehatan masyarakat.

Imbauan Pemda agar warga tak membakar lahan dan hutan selalu digaungkan. Tapi, hasilnya tak menggembirakan. Penderitaan kekurangan air bersih sudah banyak diketahui mengancam kesehatan, tapi tak pernah menjumpai solusi permanen.

Dalam situasi seperti itu, sering mencuat kalimat. Jika Pak Ngah masih bisa tertawa saat kemarau, itu pertanda persediaan air bersih di tempayan masih ada. Jika Pak Ngah sering mendatangi parit, itu pertanda air bersih tak ada lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun